SINABANG, Waspada.co.id – Bukan hal baru dan sudah jadi rahasia umum jika lelang Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) kerap menuai banyak sorotan, penyebabnya pun berbagai hal.
Mulai dari molornya tahapan jadwal yang memicu rumor ‘masuk angin’ evaluasi yang kurang teliti, termasuk adanya dugaan persaingan tidak sehat yang dipicu intervensi kepentingan. Itu sebabnya, keputusan Pokja selaku eksekutor lelang sering di soal, bahkan sampai berlabuh dilembaga peradilan hukum.
Tak jarang pula diberbagai kasus pengadaan barang dan jasa, praktik culas penyalagunaan wewenang yang menyasar pada perbuatan Koruspi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) turut menyeret oknum pejabat daerah. Maklum, sektor satu ini acap dijadikan ‘ladang basah’ untuk mengeruk pundi-pundi rupiah’.
Bahkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dihimpun dari berbagai sumber mengungkap sebanyak 21 persen dari total kasus korupsi yang ditangani lembaga anti rasuah itu berasal dari sektor pengadaan barang dan jasa, melibatkan kepala daerah.
“Urusan pengadaan barang dan jasa itu sudah biasa, sudah tau siapa pemainnya dan apa yang dimainkan. Tinggal tunggu waktu saja ketemu di KPK,” kata wakil Ketua KPK Johanis Tanak dilansir dari laman Tempo.co, 21 Maret 2023 lalu.
Karenanya, KPK terus melakukan pengawasan ekstra. Sala satunya dengan mencetus program Monitoring Center For Prevention (MCP) yang bertujuan memonitor sejumlah indikator pencegahan korupsi.
Disisi lain, KPK juga menyediakan layanan pengaduan masyarakat yang dapat disampaikan secara langsung maupun lewat website resmi KPK.
Begitulah sekelumit tentang pengadaan Barang jasa dan langkah pencegahan terintegrasi yang dicanangkan KPK.
Lepas dari itu, dikabupaten Simeulue pemerintah setempat diketahui saat ini sedang melaksanakan lelang sejumlah paket strategis melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Tentu asa publik khususnya peserta lelang, kompetisi tender dapat berjalan tanpa penyimpangan dan tak mengangkangi regulasi. Misal, Peraturan presiden (Perpres) tentang Pengadaan Barang dan Jasa, Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa (PerLKPP) maupun produk hukum lain, termasuk bebas dari tekanan penguasa.
Sebab, bukan tak mungkin evaluasi yang semestinya dilakukan Pokja dengan fair dan objektif, justeru rusak hanya karena benturan kepentingan.
Memang, sebelumnya kepada Waspada Online (Group Harian Waspada) Penjabat Bupati Simeulue Ahmadliyah menyatakan konsistensinya melaksanakan tugas pemerintahan yang bersih dan jauh dari KKN. Menurut Ahmadliyah, menjauhi penyimpangan bukan hanya komitmen, tapi kewajiban.
“Bukan cuma komitmen, tapi suatu kewajiban untuk tidak melakukan penyimpangan,” ujarnya, Oktober 2022 lalu.
Begitu pun dalam proses lelang proyek pembangunan, dia mengatakan tidak akan mengintervensi evaluasi lelang hingga penetapan pemenang, mantan Sekretaris daerah (Sekda) ini mengklaim dirinya pun tak pernah menerima uang atau fee dari kontraktor. Primsip itu dipegangnya jauh sebelum ditunjuk jadi Pj Bupati.
“Saya sudah lima tahun jadi Sekda, Demi Allah, jangankan proyek Rp1 miliar, paket penunjukan langsung (PL) 50 juta saja saya tidak punya. Saya juga tidak bermain proyek dan tidak pernah menerima uang se-rupiah pun dari dinas maupun kontraktor,” demikian kata Ahmadliyah saat itu.
Tak heran atensi publik terhadap kepemimpinan Pj Ahmadliyah hingga sekarang masih menjadi perbincangan. Walau masih layak diragukan, namun warga berharap ucapan yang dilontarkan bukan sebatas omongan dusta. Tapi, dijalankan dengan sungguh-sungguh.
Hal itu disampaikan sala seorang tokoh muda Simeulue yang juga mantan Ketua Ikatan Pemuda Pelajar dan Mahasiswa (IPPELMAS) Herlis Dianto, Sabtu (15/4).
“Pernyataan Pak Bupati beberapa bulan lalu yang mengaku tidak pernah ‘bermain’ proyek patut kita apresiasi. Asal sungguh-sungguh dan tidak termakan sumpah sendiri,” ucap Herlis Dianto. (wol/ind/d1)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post