Oleh
Isra Suna Hasibuan, M.Pd
Waspada.co.id – Perempuan dalam demografi Indonesia mempunyai jumlah yang fantantis dikutip dari hasil Sensus Penduduk 2020, jumlah perempuan mencapai 133.542.018 juta jiwa atau hampir setengah dari jumlah penduduk Indonesia.
Sementara jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2020 berkisaran 270.203.917 juta jiwa. Dengan jumlah yang begitu besar maka dipandang penting peran perempuan dalam mensukseskan kontestasi demokrasi Pemilu 2024.
Kontestasi demokrasi yang dimaksud adalah yang menerapan pemilu yang, jujur, adil, umum, rahasia dan terpercaya. Nah, melihat dari berbagai aspek tentunya perempuan mempunyai peran yang penting dalam menyuksekan Pemilu 2024.
Sesuai yang disampaikan Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja bahwa majunya demokrasi suatu bangsa terletak pada bahu perempuan, pada pertemuan Konsolidasi Perempuan Pengawas Pemilu di Hotel Grand Mercure Jakarta Pusat, tanggal 22 Desember 2022 lalu.
Tentunya dengan hadirnya perempuan mengambil alih peran di Pemilu, maka untuk potensi suksesnya meningkat, karena berbagai aspek akan bisa dimasukkan oleh kaum perempuan. Baik sebagai pengawas, pelaksana, hingga menjadi peserta kontestasi demokrasi Pemilu 2024 baik sebagai calon legislatif maupun eksekutif dan itu tidak menutup kemungkinan bahwa perempuan bisa menyajikan sebuah trobosan-trobosan baru untuk menyuskeskan Pemilu 2024.
Pemilu 2024 sudah di depan mata, tentu akan banyak hal yang akan menyelimuti perjalan proses pemilu ini baik hal yang positif hingga yang negatif. Yang paling ditakutkan akan terjadi konflik di lingkungan masyarakat yang mengakibatkan pertengkaran antara golongan, agama, ras, suku, kelompok hingga elemen adat-istiadatnya.
Nah, tantangan sepertri ini kiranya perempuan bisa sebagai agen of change untuk muncul ke permukaan bahwa pemilu membawa kemaslahatan dan kesejahteraan dengan mengimbangi informasi hoax yang tak tau sumber nya yang bertujuan hanya sebagai bahan provokasi dilingkungan masyarakat.
Jika hampir 50% penduduk Indonesia mendorong dan mensosialisasikan Pemilu yang jujur, adil, umum dan rahasia maka hal-hal yang merusak demokrasi pemilu bisa ditekan dan akan berdampak pemilu yang sukses sesuai dengan amat undang-undang dan kositusi Negara Republik Indonesia.
Suasana kontestasi antar pendukung, meskipun banyak di antara bakal calon yang belum mendeklarasikan sebagai calon presiden, terlihat memanas melalui interaksi percakapan di media sosial.
Adu argumen, mengurai rekam jejak, bahkan saling serang dapat dengan mudah ditemukan. Tentu masih segar dalam ingatan bagaimana polarisasi masyarakat akibat aksi saling dukung pada Pemilu maupun Pemilihan Kepala Daerah masih menjadi permasalahan besar hingga saat ini. Situasi tersebut sepertinya masih akan “menghantui” Pemilu 2024.
Bagaimana menyikapi hal tersebut supaya polarisasi masyarakat dapat dikendalikandan tidak memunculkan konflik berkepanjangan?
Sesuai dengan ungkapan Anang Puji Utama Dosen Program Studi Damai dan Resolusi Konflik Fakultas Keamanan Nasioonal Universitas Pertahanan yang di halaman SINDOnews.com pada Senin, 12 Desember 2022 – 12.40 WIB oleh Anang Puji Utama dengan judul “Pemilu 2024 dan Potensi Konflik: Ancaman Disintegrasi Nasional Pemilu 2024”, termasuk pemilihan Kepala Daerah pada November 2024, tidak berangkat dari titik steril namun sudah berada pada polarisasi yang tajam di tengah masyarakat.
Polarisasi kelompok masyarakat akibat pilihan politik tersebut mengakibatkan sensitivitas negatif yang tinggi dalam interaksi masyarakat baik interaksi langsung maupun di dunia maya. Sensitivitas negatif yang tinggi ini rentan terhadap terjadinya konflik sosial di tengah-tengah masyarakat.
Dalam ruang lingkup daerah bisa dilihat sensitivitas negatif dalam politik praktis yang bisa menyulut konflik fisik di masyarakat. Pada lingkup politik nasional polarisasiberkepanjangan terjadi sampai saat ini. Situasi perang siber sejak Pemilu 2014, Pilkada DKI 2017 hingga Pemilu 2019 masih berlanjut. Polarisasi ini berkembang hingga ke aspek interaksi publik.
Termasuk pada penilaian program pemerintah maupun pemerintah daerah yang juga bergantung pada kubu masing-masing, hingga perang argumen yang di luar nalar. Akibat konflik siber ini, tensi masyarakat selalu tinggi.
Terutama di dunia maya. Saling serang dan sebaran ujaran kebencian sering muncul dalam interaksi di media sosial. Pola konflik siber yang berkepanjangan dan rentan memicu disintegrasi nasional menjadi salah satu konflik yang bersifat destruktif.
Konflik ini menyimpan dan menyebarkan kebencian dan dendam di antara kelompok yang berseberangan pilihan politik. Tentu situasi ini menjadi kendala dalam membangun dan menjaga integrasi nasional.
Bahkan kebencian dan dendam yang tersimpan tersebut menjadi bahaya laten yang setiap saat apabila ada pemicu bisa menimbulkan konflik yang lebih besar. Masyarakat beraktifitas dalam situasi penuh ketegangan dan was-was.
Dari kajian diatas dapat kita simpulkan bahwa hal -hal yang tidak kita inginkan bisa saja terjadi pada pesta demokrasi pemilu 2024 maka perlu peren perempuan bagaimana ini bisa sama kita antisipasi dengan menenkan bahwa kosistensi dalam memelihara demokrasi pemilu dibutuhkan supaya tidak ada lagi ketika kontestasi pemilu ujaran kebencian, ujaran kekuasaan dan ujaran propaganda yang selalu disebarkan di lingkungan masyarakat.
Maka dengan peran perempuan menimbulkan isu-isu positif di lingkungaan masyarakat dapat sekiranya menekan isu negatif tentang Pemilu 2024.
Dan perlu perempuan untuk bisa menghindari segala jenis propaganda baik yang disampaikan secara langsung maupun secara sosial media yang menimbulkan potensi konflik.
Dalam bermedia sosial tentu perlu juga membuat konten-konten yang positif untuk menjaga komentar dalam unggahan video dan statement yang berbentuk penghinaan hingga saling menghujat di antara masyarakat. Karna itu kita khawatir Pemilu 2024 kita diobrak-abrik oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Pada kesempatan kali ini mari menjadi sebuah pelopor untuk kaum perempuan bahwa perempuan bisa menjadi bagian dari kontestasi demokrasi Pemilu 2024, Perempuan Hebat, Indonesia berdaulat. (wol/**)
*Penulis Adalah Dosen STIT AL-Hikmah Tebing Tinggi
Discussion about this post