MEDAN, Waspada.co.id – Sekretaris DPC Serikat Pekerja Pertanian Perkebunan (SPPP) Kabupaten Batubara, Taufik Nurdin, meminta management PT Perkebunan Sumatera Utara (PSU) membatalkan kebijakan mutasi karyawan secara sepihak dan melunasi gaji yang belum dibayarkan sejak tahun 2022.
Pasalnya, kebijakan mutasi karyawan tersebut dinilai tidak seseuai dengan undang-undang ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003 dan undang-undang Cipta Kerja nomor 11 tahun 2020. Dimana hak hak pekerja harus dipenuhi, dilakukan secara transparan dan tidak diskrimansi.
Taufik mengatakan, sejak tahun 2022 upah pekerja di PT PSU kebun Tanjung Kasau sudah tidak bayarkan. Sehingga waktu itu dilakukan mediasi antara pekerja dan PT PSU dan akan membayarkan gaji itu di tahun 2023.
“Karna saya ikut menandatangani, pada waktu itu karena kita SPSI mewakili pekerja di situ diajak bermusyarawah dengan catatan adalah surat, bahwa PT PSU punya utang kepada pihak pekerja dan akan dibayarkan di 2023, itu melalui musyawarah,” kata Taufik saat diwawancarai lewat telepon, Kamis (8/6).
Namun sayangnya, kata Taufik, hingga 2023 ini gaji tersebut juga belum dibayarkan. Anehnya lagi, muculnya kebijakan mutasi sepihak terhadap pekerja. Dimana mereka dipindahkan dari Kebun Tanjung Kasau Batubara ke Kebun PT PSU yang berada di Kabupeten Mandailing Natal (Madina).
“Tentu kita menolak itu, kenapa kita menolak, bukan gak boleh perusahaan memutasi, tapikan ada persyaratannya,
hak hak pekerja juga ada, bukan tak mau dimutasi, tapikan harus transparan, bebas dan tidak ada diskriminasi di situ,” ujarnya.
Dia menjelaskan, alasan management PT PSU memindahkan karyawan karena untuk menunjang produktifitas kerja di Kebun PT PSU Madina. Namun, anehnya karyawan dari Madina juga dipindahkan ke Batubara.
“Tapi awalnya dijelaskan untuk menunjang produksivitas, artinya kalau menunjang produktifitas, berartikan dibutuhkan pekerja di sana, tapi yang disana dimutasikan ke batubara. Kalau memang memutasi, syaratnya itu, tidak merugikan bagi pekerja,” ungkapnya.
“Jadi masalah UMK Batubara itu terhitung 2023 udah Rp,3,4 juta ini sudah bulan juni, tapi sampai sekarang gubsu sendiri yang menandatangani UMK itu, malah di sendiri yang tak bayar UMK itu.
Jadi upahnya saja pun belum dibayar, tiba-tiba membuat surat mutasi,” sambunya.
Menurut Taufik, surat mutasi yang dikeluarkan oleh management PT PSU adalah akal-akalan belaka, agar karyawan atau pekerja mengundurkan diri secara sepihak. Sehingga nantinya pembayaran pesangon itu akan lebih kecil.
“Tadi juga tripartit (Mediasi) yang melibatkan pemerintah kabupaten sudah, tapi yang datang pun tidak bisa mengambil kebijakan, dan gak bisa memberikan jawaban, artinya percuma pertemuan itu, kita tanya juga gak bisa dia jawabnya,” sebutnya.
“Artinya yang membuat kebijakan ini, tidak bertanggungjawab, jadi sebetulnya, itukan punya pemprov sumut, dan yang tanda tangan upah itu juga orang Gubsu Edy Rahmyadi, tapi kok malah kebijakannya ini merugikan pekerja merugikan masyarakat. UMk Batubara itu lebih tinggi daripada Madina, jadi selisihnya banyak di Madina Rp2.8 juta sementara kita Rp3,4 juta, disitu aja sudah jelas merugikan bagi pekerja yang dimutasi,” tambahnya.
Karena itu, kata Taufik lebih lanjut, pejabat PT PSU yang mereka duga menyalahgunakan jabatannya dengan secara sewenang-wenang mendiskrimiasi pekerja harus mendapat sanksi dari Gubernur Sumut Edy Rahmayadi sebagai pemegang saham.
“Kalau memang ada indikasinya ini adalah kebijakan salah satu oknum di PT PSU menggunakan jabatannya secara sewenang wenang, maka itu harus di sanksi, karna kebijakan yang dibuat bertentangan dengan UU dan menzolimi pekerja,” tegasnya.
Ia menambahkan, sangat tidak mungkin Gubsu Edy mengeluarkan kebijakan yang menzolimi masayaratnya. Sehingga ia meduga ada oknum yang tidak bertanggung jawab membuat kebijakan semena-mena dan berdasarkan asas suka dan tak suka.
“Ketemu dengan kita sajapun gak bersedia, tadi juga saya sampaikan kalau bisa ketemu langsung agar ada keputusan,tapi gak berani. Kita berharap yang membuat kebijakan ini diberi sanksi bila perlu dia yang dimutasi ke Madina itu,” pungkasnya.
Dari informasi yang himpun Waspada Online, Kabag Umum PT PSU, Mutfi Ali sering kali membuat kebijakan yang semena-mena. Padahal, Mutfi baru bertugas selama tiga bulan di PT PSU.
Kabag Umum ini juga terkesan tidak bertanggungjawab dengan kebijakan yang dibuat.
“Sering sekali melepas tanggungjawab, untuk persoalan pekerja yang Kebun Tanjung Kasau ini saja tidak pernah mau dijumpai dan memberikan solusinya, justru sering mengutus orang yang tidak bisa membuat keputusan,” kata sumber di PT PSU yang enggan disebut namanya. (wol/man/d2)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post