SEIRAMPAH, Waspada.co.id – Sejak puluhan tahun tiga rumah warga di Dusun II, Desa Sei Parit, Kecamatan Seirampah, Kabupaten Serdang Bedagai (Sergai), hidup tanpa aliran listrik.
Salah satu pemilik rumah yang tak dialiri listrik adalah Suyono (70 th) yang tinggal bersama istrinya Baktiah. Rumah keduanya memang berada di antara perkebunan sawit dan ubi.
Rumah yang hanya berdinding bambu itu adalah warisan keluarga Baktiah yang sudah dihuni hampir 80 tahun lebih lamanya. Di sekitar rumah Suryono ada rumah Ngateman dan istrinya Julaila yang merupakan saudara kandung Baktiah.
Mereka hanya mengandalkan kaleng susu yang dijadikan lampu teplok sebagai penerangan saat malam.
“Iya sampai sekarang ini belum ada listrik sama sekali. Di sini ada dua rumah dan satu rumah yang belum ada listrik dan satu yang ada di simpang masuk. Jadi semua ada tiga rumah. Kalau di sini istri saya lahir di sini karena ini tanah warisan orang tuanya,” kata Suyono, Selasa (6/6).
Suyono mengatakan lantaran rumahnya berada sekitaran perkebunan, membuat tiang listrik tak berdiri di dekat rumahnya. Mereka sudah meminta agar rumahnya dialirkan listrik, namun tak kunjung dipenuhi oleh PLN. PLN beralasan butuh biaya banyak untuk pemasangan instalasi dan tiang listrik.
“Beberapa tahun lalu sudah dibilang, cuman kemarin PLN minta uang Rp 80 juta karena tidak ada tiang. Ya kita mana ada uang sampai segitu,” kata Suyono.
Sudah puluhan tahun tinggal di sana tanpa listrik, Suyono dan dua anaknya setiap harinya mengandalkan lampu teplok untuk penerangan setiap malam.
Ada juga lampu pijar yang dia buat dengan menggunakan baterai. Namun kekuatan baterai aki terbatas dan perlu di cas menggunakan daya listrik.
“Ada lampu kita buat dari baterai cuman kan terbatas ya kalau apa kita pakai kaleng susu buat sumbu dan minyak lampu buat penerangan,” kata dia.
Ia mengaku, dulu pernah juga menggunakan ganset untuk menerangi rumah. Namun lantaran ongkos beli solar jauh lebih mahal, sehingga tak menggunakannya lagi. Apalagi kini dia sudah tua tak kuat menarik pedal untuk menghidupkan genset.
Hal serupa juga dirasakan Julaila, diusiannya yang memasuki 80 tahun dia masih bertani dan berkebun. Dia pun mengeluhkan tentang rumahnya yang gelap setiap malam.
Karena tidak adanya listrik, kadang hal itu membuatnya repot, apalagi sang suami yang sudah tua juga dalam kondisi sakit sakitan.
“Ya pakai lampu teplok, sesekali kita pakai genset untuk ambil air saja, karena kan mahal kalau satu harian hidup gensetnya. Ya sebenarnya susah apalagi kakek sudah sakit sakitan sekarang ini,” ujar Julaila.
Warga lainnya, Nuriana pun merasakan hal yang sama, dirinya pun merasa sedih terlebih ketika malam hari, dia dan suami yang tinggal di sekitar perkebunan dengan rumah yang kondisinya gelap.
Ia pun berharap, agar pemerintah dan PLN dapat memberikan perhatian khusus agar aliran listrik dapat masuk ke rumahnya.
“Ya sedih sampai sekarang belum ada listrik apalagi malam hari, aku dan kakek di rumah gelap-gelapan. Karena tiang listrik jauh jadi tidak bisa masuk ke rumah. Kalau harapan agar segera ada listrik di rumah kami,” harapnya. (Wol/Rzk/d2)
Editor: FACHRIL SYAHPUTRA
Discussion about this post