MEDAN, Waspada.co.id – Harga beras yang bergejolak belakangan ini telah memicu keresahan di masyarakat.
Melihat hal ini, Ketua Tim Pemantau Harga Pangan Sumatera Utara, Gunawan Benjamin menjelaskan data dari BPS di tahun 2021 menyebutkan bahwa Sumut megalami defisit beras.
“Di mana produksi beras di Sumut masih lebih rendah dari konsumsi masyarakat Sumut. Besaran defisit beras 14,89 persen di tahun 2021. Besaran defisit beras tersebut harus ditutup, agar Sumut mampu secara mandiri menyediakan kebutuhan berasnya,” tuturnya, Kamis (21/9).
Di tahun 2022, BPS menyebutkan bahwa Sumut telah memproduksi 1,2 juta ton beras. Jika defisit beras masih bertahan hingga tahun 2023 ini, dan jika konsumsi beras masyarakat Sumut sebanyak 116 kg per kapita per tahun. Dan populasi masyarakat di Sumut 15,3 juta jiwa, maka dibutuhkan beras sebanyak 1,78 juta ton.
“Ada defisit sekitar 504 juta kg beras di wilayah Sumut. Dan jika produksi per Ha sawah adalah sekitar 5 Ton gabah. Maka dibutuhkan sekitar 167 ribu hektar sawah baru agar bisa menutupi defisitnya. Dan selama ini defisit selalu ditalangi dengan cadangan beras pemerintah di Bulog yang didatangkan dengan cara diimpor. Dan Impor beras selalu menjadi solusi terakhir saat harga beras sulit dikendalikan,” ungkap Gunawan.
Respon pemerintah provinsi Sumut untuk mengatasi mahalnya harga beras adalah dengan menambah luas sawah dengan target 45 ribu Ha.
“Saya menilai upaya ini layak diapresiasi karena ada upaya untuk menambah luas areal tanam, sekalipun luasnya masih belum sesuai harapan. Dan kita harapkan tentunya target tersebut bisa cepat direalisasikan. Dan ada upaya berkesinambungan untuk menambah luas areal sawah ke depan,” jelasnya.
Selanjutnya pemerintah provinsi Sumut juga akan mengintervensi dengan mensubsidi bahan bakar pengangkutan beras. Jika upaya ini dilakukan, maka harga beras bisa lebih murah hingga Rp100 hingga Rp150 rupiah per kg. Artinya distribusi beras yang mendapatkan subsidi transportasi tersebut akan lebih murah maksimal Rp150 per kg dibandingkan dengan harga normal.
“Dan terakhir, ada upaya untuk operasi pasar juga. Nah operasi pasar ini memang selalu menawarkan harga yang lebih murah dari harga di pasaran. Masyarakat akan senang tentunya. Nah selain upaya menambah luas areal sawah tadi, apakah program subsidi transportasi dan operasi pasar akan efektif dalam meredam gejolak harga beras?,” ucap Gunawan.
Maka jawabannya akan sangat tergantung dari seberapa banyak anggaran yang dihabiskan untuk melakukan itu semua. Kalau kebijakannya pasti akanmemberikan dampak pada masyarakat, terkhusus yang mendapatkan manfaat secara langsung. Namun jika dampaknya adalah penurunan harga yang bisa menjangkau semua masyarakat Sumut, maka jawabannya belum tentu.
“Dari sisi kerangka kebijakan yang diambil pemerintah Sumut beserta TPID saya nilai sudah berada dalam jalur yang tepat. Tetapi efektifitas kebijakan tersebut masih harus diuji dan sangat bergantug seberapa besar kebijakan tersebut nantinya mampu mengcover pasar beras itu sendiri. Jika kebijakan itu mampu mengendalikan 50 persen peredaran beras, maka kebijakan tersebut baru efektif dalam menekan harga beras masyarakat secara menyeluruh di Sumut,” tandasnya. (wol/eko/d1)
Editor: Ari Tanjung
Discussion about this post