BANDUNG, jabar.waspada.co.id – Bermula dari hobi mendengarkan radio semasa duduk di bangku sekolah dasar (SD), ia dipertemukan karya penyair Indonesia tersohor yaitu W. S. Rendra.
Setiap hari chanel radio yang didengarkan memutar sajak-sajak ampuh Si Burung Merak. Hanya saja, dia belum mengenal sosok W. S. Rendra, namun sudah jatuh cinta.
Berbekal berbagai referensi, dicari sosok penyair itu. Alhasil, disitulah awal mula tumbuhnya semangat berpuisinya.
Begitulah kilas balik, pemantik api prestasi berpuisi Cito (18) seorang siswa disabilitas yang saat ini menempuh pendidikan kelas 12 SMALB di SLBN A Pajajaran, Kota Bandung.
Cito merupakan siswa dengan gangguan pengelihatan. Namun ia pernah mengikuti sejumlah lomba Cipta Baca Puisi.
Perlombaan puisi pertama Cito yaitu kala duduk di bangku SMP pada 2018. Ia mengikuti Cipta Baca Puisi tingkat nasional dengan memboyong tulisan perdana bercerita tentang seorang peronda yang rela keliling tengah malam untuk memastikan warga tetap terjaga.
“Itu awal mula (tulis puisi) dan ikut lomba tapi cuma sampai harapan tiga di nasional,” jelas Cito.
Lalu Cito ikut kembali lomba puisi, kali ini Cipta Baca Puisi tingkat Jawa Barat dirinya berhasil menyabet juara dua dengan mempersembahkan tulisan berjudul ‘Huru Hara di Tanah Bertuah’.
“Menceritakan perang yang ada di Palestina,” jelas Cito.
Dalam perjalanannya di dunia puisi, Cito bergabung dengan sebuah komunitas Komunitas Pecinta Puisi Indonesia (Kopi) di media sosial Facebook.
Berkat Kopi, Cito dapat memperkaya diksi-diksi baru yang dianggapnya menggunggah hati. Mengenai tema puisi, Cito dominan menulis tentang percintaan dan peperangan.
“Kalau percintaan karena mengalami walaupun tidak publish, kalau peperangan ya seperti yang di lombakan kemarin tentang perang di Palestina dan kayak konflik dengan teman itu juga seperti peperangan,” ucapnya.
Kemudian sadar terhadap perkembangan teknologi, saat ini Cito coba merambah menulis di blog. Menurutnya menulis di blog memberi kepuasan tersendiri jika karyanya dibaca oleh orang-orang.
Ide menulis Cito muncul ketika dirinya melihat atau mengalami suatu peristiwa. Untuk itu, Cito mengaku jika tidak terbesit hal itu dia hanya membaca dan menikmati karya-karya orang supaya menambah diksi-diksi baru.
Menurut Cito menulis puisi adalah kegiatan menyembuhkan dan meluapkan perasaan. Dengan hobinya menulis ditambah gemar teknologi informasi dan komunikasi, Cito mempunyai sebuah cita-cita yakni menjadi guru dengan tujuan untuk berbagi ilmu ke orang-orang banyak.
“Kalau kata nabi walaupun se-ayat harus disampaikan,” pungkasnya. (wol/vin)
Editor: ANDA
Discussion about this post