LUWU TIMUR, Jabar.waspada.co.id – Viral di media sosial (medsos) terkait kasus ‘Tiga Anak Saya Diperkosa’ yang diposting oleh Instagram @projectm_org, pada Kamis (7/10) mendapat banyak respon dari warganet.
Pasalnya, sejak awal posting di Instagram, saat ini sudah disukai 58,2 ribu lebih dan dikomentari sebanyak 3.356. Tak hanya itu, kasus ini masih berada di urutan satu trending Twitter dengan cuitan sebanyak 7.586.
Dilansir situs resmi projectmultatuli.org, kejadian diceritakan saat Lydia melaporkan kasus pemerkosaan yang dialami ketiga anaknya ke Polres Luwu Timur pada 9 Oktober 2019. Terduga pelaku adalah mantan suaminya sendiri yang merupakan aparatur sipil negara (ASN) yang mempunyai posisi di kantor pemerintahan daerah.
Namun, polisi menyebutkan jika dalam kasus ini terdapat manipulasi dan konflik kepentingan. Hanya dua bulan sejak ia buat pengaduan, polisi menghentikan penyelidikannya. Tak hanya itu, Lydia dituding mempunyai motif dendam terhadap mantan suaminya. Ia juga diserang sebagai orang yang mempunyai gangguan kejiwaan.
Menanggapi kasus yang panjang ini Ketua Divisi Perempuan Anak dan Disabilitas LBH Makassar, Rezky Pratiwi meminta agar kasus ini diselidiki lebih jauh.
Menurut Rezky, sejak awal yang jadi masalah adalah anak-anak dalam kasus ini tidak didampingi orang tua atau pendamping lainnya saat di BAP. Sebelum penghentian penyidikan, pelapor juga tidak didampingi pengacara.
Dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), anak wajib didampingi orang tua dan pendamping bantuan hukum.
Kedua, pihaknya sudah pernah memberikan foto dan video terkait dugaan pencabulan terhadap anak-anak tersebut. Anak-anak ini, sebelumnya mengeluh sakit di area dubur dan vagina.
Ada juga hasil laporan psikolog anak yang menerangkan bahwa anak-anak bercerita soal kejadian kekerasan seksual yang dialami, yang melibatkan lebih dari satu orang. Bukti laporan psikolog itu juga sudah disetorkan ke polisi.
“Jadi tidak serta merta orang mengalami waham hanya dalam waktu 15 menit. Itu juga disampaikan, prosedur yang cacat itu juga disampaikan ke Polda, tapi semua argumentasi kami itu tidak ditindaklanjuti,” ujar Rezky seperti dikutip detik.
Terkait hasil asesmen yang dilakukan P2TP2A Kabupaten Luwu Timur, Resky menyatakan pihaknya menganggap itu tidak bisa dijadikan dasar penghentian penyidikan. Menurutnya, sejak awal ada maladministrasi dan kecenderungan keberpihakan petugas P2TP2A Luwu Timur terhadap terlapor, yang merupakan ASN, sehingga asesmen yang diberikan tidak objektif.
Menurut Resky, seharusnya P2TP2A Luwu Timur tidak mempertemukan pelapor dengan terlapor. Pelapor seharusnya dilindungi dahulu.
Resky menjelaskan pihaknya terus berupaya mengadvokasi kasus ini. Terakhir pihaknya sudah bersurat ke Mabes Polri agar bisa mengevaluasi dan membuka kembali kasus ini, meski menurutnya sampai saat ini belum ada kemajuan. (wol/bil/data3)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post