JAKARTA, Jabar.waspada.co.id – Sejumlah kalangan mendorong agar pengusutan hukum kasus kematian Joshua Hutabarat atau Brigadir J ditindaklanjuti dengan penyidikan lanjutan oleh kejaksaan.
Selain pengembalian berkali-kali oleh kejaksaan, penyidikan lanjutan ini diperlukan karena pembunuhan tersebut dinilai oleh Komnas HAM sebagai extrajudicial killing.
Ketua Komisi Kejaksaan, Barita Simanjuntak, mengaku setuju jika kasus pembunuhan terhadap Joshua ditindaklanjuti dengan penyidikan lanjutan oleh kejaksaan. Berkas perkara ini sudah bolak balik dari kejaksaan ke kepolisian.
“Berkali-kali dinilai tidak lengkap. Ini artinya ada masalah sedari awal penyidikan,” katanya, Sabtu (24/9).
Ke depan, Barita berharap agar ketika kepolisian memulai penyidikan, bukan sekadar mengirim SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan). Tetapi, juga berkomunikasi dan berkordinasi secara intensif.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menekankan secara hukum kejahatan ini merupakan pelanggaran HAM yang berat.
Usman meminta, Komnas HAM perlu mengoptimalkan wewenangnya dalam penyelidikan pro justitia atas kasus pembunuhan Joshua.
“Komnas HAM menyimpulkan bahwa kematian Joshua adalah extrajudicial killing. Itu artinya pembunuhan di luar putusan pengadilan. Dan extrajudicial killing tergolong pelanggaran HAM yang berat menurut UU No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM,” pintanya.
Namun kenyataanya, Komnas HAM tidak menggunakan penyidikan itu. Hal itu sempat disayangkan beberapa pihak.
Bahkan, mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS), Soleman Ponto, menegaskan pembunuhan Joshua merupakan pembunuhan di luar perintah pengadilan.
“Sebab ada pembunuhan, di luar perintah pengadilan, yaitu hukuman mati. Jika ada anggota kepolisian menembak seseorang hingga mati, atau jika seorang tentara menembak, maka kasus tersebut harus dibawa ke pengadilan. Sah tidaknya tindakan itu akan diputuskan oleh pengadilan,” pungkasnya. (wol/lvz/republika/d1)
Editor: SASTROY BANGUN
Discussion about this post