MEDAN, Waspada.co.id – Ahli waris almarhum Nurdin Sarifuddin menyesalkan adanya pihak lain secara tidak patut menguasai lahan tanpa legalitas hingga mendirikan bangunan di lahan seluas 4.380 (M2) di Jalan Sei Belutu, Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal, Kota Medan.
Said Azhari SH selaku Kuasa Hukum keluarga almarhum Nurdin Sarifuddin mengatakan, ahli waris tidak pernah menandatangani akta pengoperan atau pelepasan hak, bahkan tidak menerima uang hasil jual beli tanah.
Segala transaksi dan pengoperan, pengalihan hak tidak memiliki legalitas, hanya merupakan rekayasa semata.
Said Azhari SH menuturkan kronologis sebidang tanah milik Nurdin Sarifuddin di Jalan Sei Belutu, Kelurahan Tanjung Rejo, Kecamatan Medan Sunggal dengan ukuran 73 meter x 60 meter = 4.380 meter persegi (m2) sesuai surat keterangan tanah nomor: 591.1/SKT/9/1991, ditandatangani Camat Medan Sunggal, Aslan Harahap dan Lurah Tanjung Rejo, Bangun Karo-karo.
Kemudian, pada tanggal 23 Mei 1993, Nurdin Sarifuddin meninggal dunia dibuktikan dengan surat kematian nomor: 474.31044/II/2017, dikeluarkan Kepala Desa Tanjung Gusta, Kecamatan Sunggal, Kawi Bowo.
Lalu pada tanggal 26 Maret 1994, istri pertama dan istri kedua, yaitu Farida Hutabarat dan Yohana menyerahkan warkah tanah kepada Notaris Martin Roestamy SH berupa surat asli pernyataan perjanjian tanggal 23 Maret 1959.
Surat asli penyerahan sebidang tanah garapan 14 Juli 1991 diketahui Camat Medan Sunggal pada 4 September 1991. Surat asli pernyataan 28 Agustus 1991 dari Tuan Kasim. Surat asli pernyataan tanggal 20 Agustus 1991 dari Tuan H Muhammad Sage. Surat asli pemberian hak 14 Maret 1953 dari Tuan Sofyan bin Sahwo Prawiro dan surat asli bukti PBB tahun 1993 a/n Nurdin Sarifuddin yang semua surat ini termaktub dalam SKT Nomor 591.1/SKT/9/1991.
“Tujuan penitipan warkah untuk membuat penetapan ahli waris almarhum Nurdin Sarifuddin tetapi Notaris Martin Roestamy diduga menyalahgunakan pengoperan tanah ahli waris alm Nurdin Sarifuddin kepada Ferry Satmoko Hutabarat dengan akta pengoperan No. 30, tanggal 26 Maret 1994,” kata Said Azhari SH kepada wartawan, Senin (17/6).
Selain itu, Notaris Martin Roestamy juga diduga memalsukan tanda tangan para ahli waris, Farida Hutabarat dan Yohana selaku ibu kandung para ahli waris dan sangat mudah untuk dibuktikan.
“Ahli waris tidak pernah membuat pengoperan hak kepada pihak manapun, termasuk menerima uang hasil jual beli tanah tersebut,” terangnya sembari menjelaskan bahwa pihaknya dihalangi mendirikan plank oleh pihak terduga suruhan mafia tanah di lokasi lahan Jalan Sei Belutu, Jumat (14/6) kemarin.
Namun anehnya, kata Said Azhari SH, pada 21 Maret ada surat kuasa Notaris Martin Roestamy dengan akta nomor 25 tentang kuasa ahli waris kepada Farida Hutabarat dan Yohana diduga cacat hukum karena penampakan dan penyerahan warkah baru terjadi pada tanggal 26 Maret 1994.
Dan tampak sekali akta notaris nomor 25 adalah rekayasa karena objek (warkah tanah) baru diserahkan tanggal 26 Maret 1994, untuk permohonan penetapan ahli waris dan di hari tersebut juga tanggal 26 Maret 1994, seolah-olah telah terjadi jual beli atau pengoperan hak dari ahli waris almarhum Nurdin Sarifuddin kepada Ferry Satmoko.
“Di sinilah letak niat jahat mereka (mens rea) dan berita acara penyerahan uang Ferry Satmoko kepada ahli waris sebanyak Rp657.000.000, tidak pernah terjadi, itu hanya rekayasa,” tegasnya.
Selain itu, Pengadilan Negeri Medan, telah mengabulkan penetapan dan permohonan ahli waris almarhum Nurdin Sarifuddin pada tanggal 25 Mei 1994, Nomor: 270/PDT/P/1994/PN-MDN. Bahwa ahli waris alamarhum Nurdin Sarifuddin dapat memanfaatkan tanah untuk kepentingan para ahli waris.
“Jadi, apapun transaksi menyangkut tanah tidak punya legalitas kecuali surat menyurat setelah penetapan ahli waris dari PN Medan Nomor: 270/PDT/P/1994/PN-MDN tanggal 25 Mei 1994,” sebutnya.
Dia menegaskan, bahwa jelas terang benderang bahwa tanah tersebut murni milik ahli waris almarhum Nurdin Sarifuddin dan jika ada yang mengaku-ngaku telah membeli dari Ibu Farida Hutabarat dan Ibu Yohana diduga bohong.
“Untuk melegalkan pengoperan hak, Ferry Satmoko atas nama Nurdin Sarifuddin mengagunkan tanah ke Sejahtera Bank Umum (SBU) sebagai agunan pendamping. Pengoperan ahli waris almarhum Nurdin Sarifuddin ke Ferry Satmoko diduga cacat hukum dan tidak ada akta jual beli, maka agunan di SBU masih atas nama almarhum Nurdin Sarifuddin, sesuai SKT Nomor: 591.1/SKT/9/1991,” terangnya.
Lebih lanjut, dijelaskan Said Azhari SH terkait adanya pendirian plank atas nama Alimin sertifikat hak milik (SHM) nomor 509, 510, 871 di lahan almarhum Nurdin Sarifuddin adalah upaya mengaburkan fakta karena lokasinya tidak tepat atau beda objek dan penguasaan fisik secara paksa adalah modus baru para mafia tanah.
“Kuat dugaan adanya kesepakatan jahat antara KPKNL dengan pihak lain yang mengambil warkah SKT Nomor: 591.1/SKT/9/1991. Seolah-olah tanah sudah mereka beli, padahal masih dalam agunan bank,” tandasnya.
Sementara, Mimi Herlina Nasution (56) istri Ferry Satmoko saat ditemui di lokasi membantah tudingan pihak ahli waris almarhum Nurdin Sarifuddin. Mimi Herlina Nasution mengaku secara sah telah membeli tanah milik almarhum Nurdin Sarifuddin pada tahun 1994.
“Sebenarnya mereka menuntut ibunya bukan kami. Sebab, kami sudah membeli secara sah jual beli pada tahun 1994 oleh bapak anak-anak saya,” kata Mimi Herlina Nasution, didampingi kuasa hukum Hans Silalahi dan Ramses Butar Butar, Jumat (14/6) sore. (wol/man/pel)
Discussion about this post