MEDAN, Waspada.co.id – Dinas Pendidikan (Disdik) Sumatera Utara (Sumut) merespon terkait siswi SMA Negeri 8 Medan yang viral usai ayahnya, CI melaporkan dugaan pungutan liar (Pungli) oknum Kepala Sekolah (Kepsek).
Kepala Bidang (Kabid) SMA Disdik Sumut, M. Basir S. Hasibuan mengaku sudah mendapatkan informasi terkait permasalahan di SMAN 8 Medan dan langsung meminta klarifikasi terhadap Kepsek Rosmaida Asianna Purba Minggu siang, 23 Juni 2024.
“Menerima informasi Sabtu 22 Juni 2024, sore dari konfirmasi kawan-kawan media. Hari Minggu siang kita turun melakukan klarifikasi terhadap kepala sekolah,” ucap Basir, kepada wartawan di Kantor Disdik Sumut, Senin (24/6).
Basir mengatakan dalam analisis Disdik Sumut, ditemukan ada kekeliruan dari SMA Negeri 8 Medan, memutuskan MS tinggal kelas. Karena, seluruh kriteria dan persyaratan sudah terpenuhi selaku anak didik di sekolah tersebut.
“Satu sikap anak ini, baiknya sikapnya di raport. Yang kedua, kriterianya itu ketuntasan. Anak ini tuntas semua mata pelajarannya, tidak ada yang tidak (selesai secara pendidikan),” ungkapnya.
Basir menegaskan bahwa MS itu, bukan anak didik yang memiliki masalah, sehingga membuat pihak sekolah harus memutuskan anak terus tinggal kelas.
“Dan anak ini, termasuk bukan anak punya masalah dan anak yang dianggap gurunya bagus,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Basir menjelaskan, dalam persoalan ini sekolah beralasan absensi atau ketidakhadiran MS tanpa keterangan yang menjadi dasar dia tidak naik kelas. Karena kehadiran harus 90 persen selama satu tahun pada tahun ajaran pendidikan.
Aturan ini, kata Basir, sesuai dengan Permendikbud nomor 23 tahun 2016 tentang standar penilaian pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.
“Yang ketiga absen ketidakhadiran tanpa keterangan. Jadi memang dibuat mereka aturan absensi itu minimal 90 persen. Bahkan ada wartawan bertanya tapi pak 75 persen. Ya, makanya cari ke saya 75 persen itu di mana. Jadi antara satu sekolah dengan sekolah lain itu beda-beda,” jelas Basir.
“Makanya setelah buka Permendikbud 23/2016 di situ kriteria itu diserahkan ke sekolah untuk menetukannya. Walaupun sebelumnya di aturan sebelumnya disebut 75 persen. Dengan adanya Permendikbud 23 itu, maka kriteria itu sesungguhnya kriteria itu di sekolah. Kemudian, satu anak ini gak terpenuhi, itulah dia. Absensi dia lebih dari 10 persen karena minimal 90 persen kehadiran. Itulah yang diatur sekolah,” sebutnya.
Namun, Basir mengatakan bila digunakan pendekatan hati, hal tersebut tidak akan terjadi. Ia mengatakan dalam penelusuran ini, pihaknya akan mendalami keseluruhan, termasuk laporan disampaikan oleh orang tua siswi tersebut.
“Tapi kalau sebenernya pakai pendekatan hati, tidak harus seperti itu, makanya saya konfirmasi kemarin,” ucapnya.
Basir mengatakan dalam pemeriksaan Kepala Sekolah tersebut, terkait soal absen pihak sekolah memanggil orang tua siswi tersebut, tidak pernah mengingatkan soal absensi MS tersebut.
“Itu kelalaian (pihak SMAN 8 Medan) saya bilang. Yang kedua, kapan dipanggil? 11 Juni kemarin. Seharusnya, banyak kali absen nanti bisa dia enggak naik kelas. Artinya upaya yang dilakukan satuan pendidik dalam hal pembinaan itu tidak ada informasi ke orang tua dan ke anak kalau segini absennya maka dia tinggal kelas. Jadi dan baru itu diputuskan Kepsek dan Wakil ketika kenaikan kelas,” sebutnya.
Dengan itu, Basir mengungkapkan SMAN 8 Medan harus meninjau ulang keputusan membuat MS tinggal kelas. “Intinya, harus ditinjau ulang,” pungkasnya. (wol/man/d1)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post