JAKARTA, Waspada.co.id – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berpotensi menguat pada perdagangan hari ini, Senin (12/2), jelang periode Pilpres 2024 pada 14 Februari 2024.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan mata uang rupiah diprediksi fluktuatif tetapi berpotensi ditutup menguat di rentang Rp15.600 – Rp15.670 per dolar AS. Pada Rabu (7/2) rupiah ditutup menguat 0,60% atau 95 poin ke level Rp15.635 per dolar AS.
Sementara itu, indeks mata uang Negeri Paman Sam terpantau melemah 0,16% ke posisi 104,04 pada sore ini. Mayoritas mata uang Asia yang menguat terhadap dolar AS, yakni dolar Singapura naik 0,09%, yen Jepang naik 0,09%, dolar Hongkong menguat 0,03%, peso Filipina naik 0,42%, rupee India naik 0,12%, dan ringgit Malaysia naik 0,10%.
Sementara itu, mata uang Asia yang melemah di hadapan dolar AS pada sore ini yakni won Korea turun 0,02%, yuan China melemah 0,02%, dan dolar Taiwan melemah 0,08%. Ibrahim Assuaibi mengatakan, seiring dengan perekonomian AS berjalan sesuai ekspektasi, maka hal itu dapat membuka pintu bagi penurunan suku bunga The Fed.
Menurutnya, para pelaku pasar saat ini memperkirakan peluang pemotongan suku bunga The Fed sebesar 19,5% pada bulan Maret 2024 menurut FedWatch Tool milik CME Group, dibandingkan dengan peluang 68,1% pada awal tahun.
“Mereka juga kini memperkirakan pemotongan sekitar 117 basis poin pada akhir tahun 2024, dibandingkan dengan antisipasi sekitar 150 bps pada awal Januari,” ujar Ibrahim dalam riset Rabu, (7/2).
Lebih lanjut dia mengatakan, kekhawatiran pasar terhadap kesehatan ekonomi China masih terus berlanjut. Meskipun pihak berwenang China mengumumkan sejumlah langkah untuk mendukung pasar saham lokal pada minggu ini, mereka tidak berbuat banyak untuk mengatasi lambatnya pemulihan ekonomi di negara tersebut.
“Data inflasi China untuk bulan Januari akan dirilis pada hari Kamis [8/2]. Data tersebut juga muncul sebelum libur Tahun Baru Imlek selama seminggu,” katanya.
Dari sentimen dalam negeri, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023 ditutup di angka 5,05%. Angka ini meleset dari target pemerintah yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2023 di kisaran 5,31%. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pendorong pertumbuhan ekonomi ini masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 2,55% dari total pertumbuhan ekonomi sebesar 5,05%.
Meski demikian, konsumsi rumah tangga mengalami perlambatan dari 4,94% pada 2022 menjadi 4,82% di 2023. Momen Pemilu 2024 seharusnya bisa menjadi salah satu pendorong konsumsi rumah tangga. (wol/bisnis/ari/d1)
Discussion about this post