MEDAN, Waspada.co.id – Satu dekade lalu dan sebelumnya, terdapat anggapan bahwa aktivitas ‘go public’ menjadi aksi korporasi melalui proses yang panjang.
Hanya perusahaan-perusahaan skala besar yang memiliki akses pendanaan dari pasar modal, yaitu dengan cara menjual saham kepada publik atau biasa disebut dengan Initial Public Offering (IPO).
Sementara itu, perusahaan- perusahaan yang baru dibangun dan membutuhkan pendanaan belum tentu memiliki kesempatan yang sama. Padahal jika perusahaan yang baru didirikan atau perusahaan yang masih berskala aset kecil namun dengan bisnis yang berkembang dengan baik atau prospektif, dalam jangka panjang perusahaan tersebut dapat menjadi besar.
Kepala Kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Sumatera Utara, Muhammad Pintor Nasution, menuturkan IPO saham sebutnya ditawarkan di pasar perdana dengan menawarkan potensi keuntungan kepada publik dalam bentuk capital gain dan dividen yang dapat diperoleh seiring dengan perkembangan perusahaan setelah mendapat penguatan permodalan dari IPO.
“Dana hasil IPO bisa digunakan perusahaan untuk ekspansi usaha atau untuk modal kerja. Sedangkan melalui saham yang dibeli, masyarakat turut mendapatkan kesempatan untuk ikut memiliki perusahaan dengan prospek di masa depan. Pada akhirnya, masyarakat bisa mendapatkan keuntungan berupa dividen saham jika perusahaan menghasilkan laba,” tuturnya, Rabu (17/7).
Dikarenakan sejumlah potensi keuntungan ini, dan ditambah dengan maraknya kehadiran perusahaan startup/rintisan, serta pertumbuhan perusahaan kecil dan menengah yang mulai menguasai pasar di Indonesia, membuat BEI sebagai salah satu regulator pasar modal Indonesia berinisiatif memberi kesempatan bagi perusahaan rintisan untuk dapat mencatatkan sahamnya.
“Akses pendanaan bagi perusahaan rintisan pun bisa diperoleh dari IPO, sehingga gagasan pengembangan akan terwujud melalui pasar modal. Ide tersebut terealisasi pada tahun 2019,” ungkapnya.
Sebelumnya BEI hanya mengatur persyaratan masuk di Papan Utama menggunakan laba dan Aset berwujud bersih dan di Papan Pengembangan hanya menggunakan kriteria aset berwujud bersih. Namun seiring berkembangnya model bisnis perusahaan, kriteria ini tidak dapat digunakan seluruh perusahaan.
“Pada tahun 2017, OJK menerbitkan POJK yang mengklasifikasikan aset skala kecil yaitu perusahaan dengan aset sampai dengan Rp50 miliar dan perusahaan dengan aset menengah yaitu perusahaan dengan aset diatas Rp50 miliar sampai dengan Rp250 miliar,” jelasnya.
Sejalan dengan ini peraturan ini, BEI juga mengeluarkan papan baru yaitu papan akselerasi pada tahun 2019 untuk mengakomodasi perusahaan aset skala kecil dan menengah dengan memberikan kemudahan dari segi persyaratan pencatatan.
“Kehadiran Papan Akselerasi menjadi wujud keberpihakan BEI dalam mempersiapkan perusahaan kecil dan menengah untuk menjadi besar di pasar modal. Tentu saja hal mendapatkan sambutan baik dari pelaku pasar modal,” ungkapnya.
Namun, BEI juga menetapkan syarat bagi perusahaan yang mendapatkan akomodasi Papan Akselerasi harus prospektif dari sisi bisnis.
“Perusahaan Tercatat di Papan Akselerasi juga dapat dipromosikan ke Papan Pengembangan maupun Papan Utama sesuai dengan hasil evaluasi yang dilakukan oleh Bursa. Dengan mencatatkan sahamnya lewat Papan Pengembangan, perusahaan kecil dan menengah bakal memiliki keuntungan seperti meningkatkan reputasi perseroan, menambah nilai perusahaan, dan meningkatkan jaringan bisnis,” kata Pintor.
Selain itu, dengan menjadi perusahaan tercatat juga akan mendorong pengelolaan perusahaan menjadi lebih profesional, transparan, akuntabel, dan berpotensi mendapatkan pendanaan tanpa batas.
“Jika pergerakan harga saham-saham perusahaan di Papan Akselerasi ini masih naik turun, bukan berarti perusahaan dianggap tidak prospektif di masa depan. Melainkan karena karakteristiknya yang masih bertumbuh,” katanya.
Layaknya perusahaan yang baru dirintis, ada masa perusahaan masih mengembangkan pasar dan menciptakan produk dan layanan. Sehingga, naik dan turunnya harga saham-saham di perusahaan yang ada pada Papan Akselerasi tidak bisa dihindarkan dalam jangka waktu pendek. Investor tentunya memiliki preferensi dan kebijakannya masing-masing saat memilih saham di Papan Akselerasi ini.
Harga saham yang terbentuk di pasar sekunder mencerminkan penawaran dan permintaan (supply and demand) yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, sehingga pergerakannya fluktuatif berdasarkan besar penawaran dan permintaannya,”tandasnya. (wol/eko/d2)
Editor: Ari Tanjung
Discussion about this post