MEDAN, Waspada.co.id – Pro Kontra kebijakan penerapan parkir berlangganan atau disebut parkir barcode kian menjadi polemik ditengah masyarakat Kota Medan.
Pasalnya, dalam menerapkan kebijakan ini, petugas Dishub, terkesan ‘memaksa’ warga yang memiliki kendaraan roda 4 dan roda 2 membeli barcode.
Besaran tarif retribusi parkir berlangganan Kota Medan yakni Rp90.000/tahun kendaraan roda dua dan Rp130.000/tahun kendaraan roda empat serta Rp170.000/tahun kendaraan truk/bus.
Dishub Kota Medan, tidak segan-segan berdebat dengan masyarakat, untuk membeli stiker barcode parkir berlangganan, hingga adu mulut dan adu fisik kepada pengendara bermotor itu.
Aksi Dishub Kota Medan, sudah berulang kali viral di media sosial dan mendapatkan hujatan dari netizen. Namun, Wali Kota Medan Bobby Nasution tetap mempertahankan kebijakan yang dinilai tidak sesuai.
Dari amatan wartawan, masyarakat sudah memiliki striker barcode di kendaraannya juga diminta uang parkir secara tunai.
Merespon hal tersebut, Praktisi Hukum Sumut, Asrul Azwar Siagian SH MH CRA, menilai bahwa perwal ini, tidak matang. Sehingga berdampak dengan permasalahan yang ditimbulkan di tengah masyarakat.
“Kita melihat perwal ini, tidak matang, artinya kalau kita bicara dari proses penerbitan peraturan itu tidak boleh dia kalau tidak terlegalisasi. Kalau peraturan itu datang dari eksekutif maka legislatif-lah yang mengeksekusinya,” kata Asrul kepada wartawan, di Medan, Selasa (13/8).
Asrul mengatakan Perwal parkir berlangganan ini juga tidak ada persetujuan dari DPRD Kota Medan terhadap peraturan. Sehingga kalau dibahas dan bicara dari sisi administrasinya, ini cacat hukum atau cacat administrasi
“Dan itu efeknya batal demi hukum, tapi faktanya pelaksanannaya sangat bertentangan dengan masyarakat, banyak yang komplain di tengah masyarakat. Jadi saran kita sebagai praktisi hukum, ya kalau misalnya salah, dibatalkan perwal itu,” kata Asrul.
Asrul mengatakan kebijakan ini terkesan asal-asalan tanpa ada kajian secara akademis hingga sosialisasi secara matang. Sebelumnya, sudah ada e-parking belum selesai penerapan dengan baik, sudah muncul kebijakan parkir berlangganan.
“Eksekutif sehingga begitu diterapkan sangat bertentangan dengan kemauan masyarakat. Makanya, kita melihat banyak terjadi ribut dilapangan pada saat aturan tersebut di aktualisasikan kepada masyarakat, kita melihat penegakannya mencerminkan Abouse of Power, secara administarasi,” sebutnya.
Asrul juga mempertanyakan, alasan Wali Kota Medan tetap dipertahankan
kebijakan yang menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat. Seharusnya, distop terlebih dahulu. Buat peraturan daerah (Perda) secara baik dengan dilakukan kajian publik di tengah masyarakat dan baru dilakukan realisasi.
“Bukan suka-suka eksekutif aja buat peraturan, dilaksanakan, bisa dikatakan perwal ini Abouse Of Power, secara administarasi. Itu bisa di tinjau ulang, lebih tegasnya, dibatalkan, itulah menurut kita,” ungkapnya.
Asrul mengungkapkan masyarakat memiliki hak untuk melakukan gugatan class action di Pengadilan mengenai kebijakan penerapan parkiran berlangganan itu, ke Pengadilan.
“Setidaknya nanti akan ada gugatan class action untuk pembatalan itu. Karena memang jadi polemik kan bang, yang lucunya orang dari luar kota datang ke Medan, baru satu hari wajib bayar setahun,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ombudsman RI Perwakilan Sumut juga menyoroti kebijakan parkir berlangganan yang diterapkan Bobby Nasution tersebut. Pihak Ombudsman menangani penerapan kebijakan parkir berlangganan yang sudah diterapkan, sejak 1 Juli 2024, lalu.
Pjs Kepala Ombudsman Sumut, James Marihot Panggabean mengatakan hasil pemeriksaan ditemukan, bahwa Dinas Perhubungan Kota Medan sebagai penyelenggara parkir berlangganan berdasarkan Peraturan Wali Kota Nomor 26 Tahun 2024 masih berproses dalam penyusunan pedoman teknis pelaksanaan peraturan tersebut.
“Disamping itu, berdasarkan hasil pemeriksaan Ombudsman, bahwa aplikasi yang digunakan oleh Dinas Perhubungan Kota Medan dalam penerapan parkir berlangganan masih berproses untuk didaftarkan ke Kementerian Kominfo RI,” kata James, Senin (22/7) lalu.
James menyampaikan bahwa, Perwal nomor 26 Tahun 2024 ditetapkan tanggal 26 Juni 2024 dan diterapkan ke Masyarakat per 1 Juli 2024. Ombudsman juga menemukan bahwa tahapan sosialisasi Perwal itu belum dilaksanakan.
“Sebagaimana kami pernah mengundang Wali Kota di tanggal 28 Juni 2024, namun pak Wali Kota tidak hadir karena kesibukan beliau agar menunda pelaksanaan kebijakan tersebut,” ungkapnya.
Atas hal tersebut, lanjut James, Ombudsman menganjurkan Inspektur Kota Medan dan Kepala Dinas Perhubungan untuk melakukan sosialisasi atas Perwal tersebut dengan baik ke masyarakat.
“Terlebih Peraturan Wali Kota tersebut belum termuat dalam JDIH Pemerintah Kota Medan, meskipun tadi telah disampaikan Inspektur bahwa sedang berproses dimuat di JDIH Pemko Medan,” ungkapnya.
“Kami juga memberikan masukan terkait pelaksanaan sosialisasi dilakukan pada satu titik keramaian tempat parkir seiring penataan pedoman teknis dan regulasi terkait penerapan parkir berlangganan. sebagaimana Kepala Dinas Perhubungan Kota Medan menyampaikan bahwa sampai saat ini masih tahap sosialisasi,” kata James. (wol/man/d2)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post