Temuan Pansus DPRK Simelue
SINABANG, Waspada.co.id – Pemerintah tengah gencar menyerukan pencegahan dan pemberantasan pelaku perambahan hutan secara ilegal.
Di Kabupaten Simeulue, Provinsi Aceh justru pembalakan hutan ilegal terang-terangan dilakukan sebuah perusahaan milik swasta.
PT Raja Marga (PT RM) disebut-sebut tengah menjadi sorotan karena ditengarai melakukan perambahan hutan diduga untuk lokasi perkebunan kelapa sawit tanpa mengantongi dokumen resmi dari instansi berwenang.
Hal itu terkuak saat Lembaga Dewan Simeulue mendapati informasi dan kemudian menggelar Pansus. Hasilnya, ditemukan bukti hamparan hutan yang gundul di sejumlah desa pada empat kecamatan.
Yaitu, Desa Lauke Kecamatan Simeulue Tengah, Desa Buluh Hadek Kecamatan Teluk Dalam, Desa Miteum Kecamatan Simeulue Barat dan Desa Pasir Tinggi Kecamatan Teupah Selatan. Estimasi keseluruhan mencapai seribuan hektare.
“Setelah Pansus, lalu kita tanya ke sejumlah dinas terkait, ternyata benar, pembukaan lahan PT Raja Marga ini tidak satupun memiliki izin. Ini luar biasa dan tidak bisa ditolerir,” ujar Ketua Pansus DPRK Simeulue, Hansipar.
Itu sebabnya, dugaan aktivitas culas PT Raja Marga ramai memantik reaksi dari berbagai kalangan. Mulai dari tokoh masyarakat, LSM YARA, hingga aktivis lingkungan seperti Walhi.
Bahkan Pemerintah Simeulue diketahui juga mengambil langkah tegas dengan menghentikan sementara aktivitas PT Raja Marga.
Pemberhentian itu tertuang dalam Surat Keputusan Bupati Simeulue nomor: 500/1752/2024, tanggal 5 Agustus lalu yang ditandatangani Pj Teuku Reza Falevi.
Tak berselang lama, DPRK Simeulue pun melayangkan surat ke PT Raja Marga guna memintai keterangan atas sengkarut lahan tadi.
Tapi, PT Raja Marga malah mangkir dari undangan resmi lembaga wakil rakyat Simeulue yang semula digelar pada Senin lalu (19/8). Karena tak hadir, DPRK kembali menyurati.
Setelah surat kedua, baru PT Raja Marga memenuhi permintaan keterangan tersebut, Rabu (21/8). Di sini, PT Raja Marga melalui perwakilannya pun mengakui dan tak menampik pembukaan lahan yang dilakukan tanpa memiliki izin resmi.
“Mereka (PT Raja Marga-red) sendiri mengakui aktivitas pembukaan lahan dilakukan dengan tidak ada izin. Saya pikir ini sudah jelas pelanggaran hukumnya,” ucap Hansipar kepada wartawan usai pertemuan.
Nah, menindaklanjuti persoalan tersebut, Ketua Komisi B DPRK Simeulue ini, dalam waktu dekat lembaganya akan menyampaikan rekomendasi.
Tak main-main, rekomendasi itu ditujukan ke Menteri Kehutanan, Menteri ATR/BPN, Mabes Polri Kejagung, Polda Aceh, Kejati Aceh, Gubernur Aceh, Bupati, Kapolres dan Kejari Simeulue.
Tujuannya, agar perkara perambahan hutan Simeulue mendapat atensi khusus dari Pemerintah Aceh dan Pusat termasuk sikap tegas dari institusi penegak hukum.
“Intinya, kita minta kasus perambahan hutan ini diproses secara hukum sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” imbuh Hansipar.
Hanya saja, ia tak mengurai alasan dilabuhkan hingga ke jenjang lebih tinggi. Tapi dari sirat, boleh jadi, karena pihaknya mengedus praktik back up (beking) di belakang PT Raja Marga.
Entah benar atau tidak, namun buntut perambahan hutan dengan cara ‘haram’ oleh PT Raja Marga, ditimpali Ihya Ulumuddin yang juga Anggota DPRK Simeulue, telah berdampak pada rusaknya ekosistem.
Terlebih, alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan secara ilegal bertentangan dengan UU Nomor: 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan perusakan hutan.
“Ganjarannya termaktub dalam pasal 83 ayat 1 huruf b. Disebutkan, pelaku perusak hutan dapat dipidana hingga 15 tahun penjara dan denda maksimum Rp100 miliar,” kata Ihya.
Selain itu, menduduki kawasan hutan dengan cara tidak sah juga dikatakan bertentangan dengan Undang-Undang RI Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Jo Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta PP nomor 23 tahun 2021.
“Karenanya, kasus PT Raja Marga ini harus dilidik, agar tidak menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum,” tegas Ihya Ulumuddin, Kamis (22/8).
Sementara itu, langkah DPRK dan sikap tegas Pemerintah Simeulue mendapat apresiasi masyarakat. Di antaranya datang dari Johan Jallah. Putra asli Simeulue yang juga Caleg DPRK terpilih periode 2024-2029 ini menyatakan dukungan.
Hal itu diutarakan sebagai bentuk keprihatinan terhadap nasib hutan Simeulue yang mulai diekspansi menjadi ‘ladang rupiah’.
Ia menilai PT Raja Marga terkesan semaunya dan seolah kebal hukum. Padahal, sebut Johan, masyarakat lokal sendiri kerap bermasalah jika melakukan penebangan kayu di kawasan hutan tanpa izin.
“Jadi selaku masyarakat, saya mendukung sepenuhnya ketegasan DPRK dan Pemerintah Simeulue. Karena ini bukan hanya merugikan masyarakat, tapi juga merugikan negara,” ungkapnya.
Sayang, perwakilan PT Raja Marga Fuadli Baihaki yang coba dikonfirmasi pewarta Waspada Online (Waspada Group), Jumat (23/8) tak berhasil tersambung.
Begitupun pertanyaan yang diajukan melalui pesan WhatsApp juga tak ada balasan. (wol/ind/d1)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post