MEDAN, Waspada.co.id – Terdakwa Syamsul Chaniago alias Syamsul, didakwa melakukan penipuan dan penggelapan senilai Rp700 juta, dengan modus menjanjikan pekerjaan proyek di Kampus Universitas Islam Negeri Sumut (UINSU).
Dari dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) Sri Yanti Panjaitan, dijelaskan, awal mula kasus ini saksi korban bernama Mhd Zulfan Tanjung bersama dengan Abdullah Harahap alias Asrul (belum tertangkap), terdakwa Syamsu datang ke kantor saksi korban H. Ricky Winardi Azwir di Jalan Syailendra No.20 Kel. Petisah Hulu Kecamatan Medan Baru Kota Medan.
Ia lalu bercerita bahwa di Kampus Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) ada pengerjaan beberapa jenis proyek, dan dari beberapa proyek sudah sedang dikerjakannya, sebagian masih sedang di proses.
“Selanjutnya terdakwa mengatakan kepada saksi korban bahwa ada Proyek pembangunan Pagar di Desa Sena Kab. Deli Serdang milik Kampus Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, yang katanya nilai proyeknya sebesar Rp40.000.000.000, dan ada lagi katanya proyek lainnya sehingga nilai proyek seluruhnya sebesar Rp60.000.000.000, dan untuk mendapatkan proyek besar ini perlu ada teman untuk kerjasama modal, dan terdakwa juga mengatakan, kalau saksi korban mau, pasti proyek tersebut akan kita dapatkan karena adik kandungnya adalah Rektor UINSU dan kalau kita yang kerjakan maka hasilnya sangat menguntungkan,” ujarnya.
Dari keterangan terdakwa dan Abdullah Harahap saksi korban merasa yakin akan memperoleh pengerjaan proyek dari terdakwa dan Abdullah Harahap, maka saksi korban setuju untuk ikut memberi modal.
“Kemudian Abdullah Harahap meminta saksi korban agar menyerahkan sebahagian dulu untuk dipakainya yaitu sebesar Rp250.000.000 karena saksi korban juga ingin memperoleh hasil yang dikatakan terdakwa dan Abdullah Harahap, makanya saksi korban mau ikut sehingga saat itu juga pada tanggal 19 Januari 2021 sekira pukul 19.00 Wib, saksi korban menyerahkan mata uang Dolar Singapore sebanyak 23 lembar yang setara nilai rupiah sebesar Rp250.000.000,” ucap JPU.
Saksi korban lalu menyerahkan kepada Abdullah Harahap namun yang terima adalah terdakwa dan selanjutnya saksi korban membuat tanda terima uang di dalam Kwitansi bermaterai 6000.
Setelah itu ditanda tangani oleh terdakwa dan Abdullah Harahap, selaku penerima dan juga ditanda tangani oleh saksi Mhd Zulfan Tanjung sebagai saksi, lalu saksi korban mengirimkan WhatsApp yang mengatakan bahwa hasil penukaran dari 23 embar Dolar Singapore tersebut tidak senilai Rp250.000.000, dan masih kurang sebesar Rp4.000.000.
“Pada 26 Januari 2021 sekira pukul 19.00 Wib, terdakwa bersama dengan saksi Mhd Zulfan Tanjung dan Abdullah Harahap datang lagi ke kantor saksi korban kemudian meminta lagi uang sebesar Rp250.000.000, yang kata Abdullah Harahap saat itu untuk keperluan Rektor UINSU, lalu saksi serahkan juga dengan Mata uang Dolar Singapore sebanyak 23 lembar dengan nilai sebesar Rp250.000.000,” ujarnya.
Lalu pada April 2022 sekira pukul 21.00 WIB saksi korban menghubungi Abdullah Harahap untuk menanyakan sudah bagaimana proses proyek yang ditawarkan tersebut dan Abdullah Harahap mengatakan masih sedang dalam proses.
“Hingga setahun lebih saksi korban menunggu namun proyek tersebut belum didapatkan lalu pada bulan April 2022 saksi korban dihubungi oleh Abdullah Harahap bahwa pihak kampus UINSU sudah akan memberikan proyek namun harus menambah biayana lagi sebesar Rp200.000.000,” kata JPU.
Lalu, permintaan tersebut saksi korban berikan juga dengan 2 kali penyerahan yaitu Rp150.000.000 dan Rp50.000.000, setelah uang tersebut saksi korban serahkan namun sampai sekarang proyek yang dijanjikan oleh terdakwa dan Abdullah Harahap tersebut tidak ada dan uang saksi korban juga tidak dikembalikan.
“Bahwa atas kejadian tersebut saksi korban mengalami kerugian sebesar Rp700.000.000. Perbuatan ia terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana melanggar Pasal 378 KUHPidana dan Pasal 372 KUHPidana. (wol/ryp/d2)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post