MEDAN, Waspada.co.id – Stake holder Subholding PT PGN Tbk (PGAS) saat ini terkesan lagi bingung. Hal ini terkait Gunvor Singapore Pte Ltd pada November 2023 yang telah menolak jurus ‘force majeure’ yang diajukan PGAS untuk menghindari kerugian akibat gagal suplai LNG.
“Sehingga KPI (Key Performance Index) Direksi PGAS lagi diuji sejauh mana kemampuannya dalam menyelesaikan persoalan besar yang sedang dialaminya,” ungkap Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, dalam rilis yang diterima wartawan Minggu (18/2) di Medan.
Sebab, lanjut Yusri, jelas-jelas mereka sedang terancam diklaim kerugian oleh Gunvor. Klaim itu maksimal bisa mencapai USD 360 juta atau setara Rp 5,61 T. Data ini diungkapkan CGS-CIMB Sekuritas Indonesia, Bob Setiadi (Bloomberg Technoz, 13 Februari 2024).
Mungkin, lanjut Yusri, PGN tidak memiliki kuasa atas kargo LNG tersebut atau PGN cuma sebatas calo. LNG tersebut bersumber dari Petronas Bintulu dan dijual ke CNTIC China, sebagaimana dilansir Bisnis.com pada 12 Februari 2024.
“Padahal, selain kerugian triliunan warisan dari Direksi PGN, Hendy Priyo, Danny Praditya dan Dino Seno Widagdo yang sekarang di MIND ID dan Jobi Triananda Hasjim di Sucofindo, menurut LHP BPK RI yang telah dilaporkan ke KPK sejak April 2023, ada masalah lain yang paling utama yang akan segera dihadapi PGN, yakni jatuh tempo pinjaman pada pertengahan Mei 2024 sekitar USD 592 juta, terdiri dari Bond PGN sebesar USD 396 juta dan Bond Saka Energi sebesar USD 196 juta,” ungkap Yusri.
Tak hanya itu, lanjut Yusri, ada masalah lainnya, yakni gagalnya pengiriman LNG ke Gunvor sebagaimana tertuang pada MSPA (Master Sales Purchase Agreement) dan CN (Confirmation Notice) yang ditandatangani oleh kedua belah pihak di Jenewa pada 30 Juni 2022 lalu di Jenewa, Swiss.
“Kebijakan yang digunakan PGN terlihat dari langkah pernyataan ‘force majeure’ atas kargo LNG yang bukan milik PGN dengan harapan tuntutan Gunvor bisa dieliminasi. Sayangnya, Gunvor menolak jurus Force Majeure ini. Dampaknya, pastinya mereka akan mengajukan upaya hukum untuk mendapatkan apa yang sudah diperjanjikan. Langkah Gunvor ini membuat Direksi PGN melakukan improvisasi untuk menutup banyak masalah yang mendera keuangan PGN,” ulas Yusri.
Sayangnya, kata Yusri, jurus itu belum kelihatan sampai saat ini, terbukti dengan semakin bingungnya investor kecil dan besar di lantai bursa serta tidak adanya penjelasan resmi dari manajemen PGN atas apa yang sebenarnya telah dan sedang terjadi berikut dampaknya ke PGAS.
“Sebab, menurut informasi peroleh dari sumber kredibel, bahwa hasil rapat antara Dewan Komisaris dengan Dewan Direksi PGN pada 30 Desember 2023, kesimpulannya Komisaris menolak tawaran Direksi atas kargo LNG alternatif dari salah satu trader berasal dari Qatar dengan alasan jika terjadi kerugian sesaat dalam transaksi LNG akan berujung proses hukum oleh APH,” ungkap Yusri.
Untuk itu, kata Yusri, perlu kiranya menjadi perhatian dari EY, sebagai auditor publik yang telah ditunjuk RUPS PGN, untuk bisa memastikan dampak resiko transaksi LNG dengan Gunvor pada hasil audit laporan keuangan tahun buku 2023 nanti.
“Laporan hasil audit EY ini jelas sangat ditunggu para Bond holder PGAS dan Saka Energi yang akan jatuh tempo pada pertengahan Mei nanti,” katanya.
“Laporan hasil audit EY ini dipastikan akan mempengaruhi keputusan investasi dari para bond holder PGN maupun Saka Energi yang nilainya mencapai USD 592 juta atau setara Rp 9,235 T,” ungkap Yusri.
Sayangnya lagi, lanjut Yusri, setelah program liability management yang dilakukan PGN tahun 2023 lalu, belum ada lagi informasi tentang bagaimana sikap PGN dalam mengendalikan kinerja keuangan Perusahaan saat kedua Bond tersebut jatuh tempo. (wol/rls/ari/d2)
Discussion about this post