JAKARTA, Waspada.co.id – PDI Perjuangan menuding adanya peran kekuasaan dalam memperalat, dan mencatut nama-nama para kader Banteng Moncong Putih terkait pengajuan gugatan keabsahan perpanjangan kepengurusan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
PDI Perjuangan sudah menerima permintaan maaf kader-kadernya tersebut. Tetapi menegaskan akan melawan pihak-pihak yang memanfaatkan ‘kepolosan’ para kader untuk melawan otoritas partai.
Ketua DPP PDI Perjuangan bidang Reformasi Sistem Hukum Nasional, Ronny Talapessy, mengatakan kepengurusan partainya menyambut baik penjelasan terbuka dari lima kader yang dijebak, dan digunakan untuk menggugat keabsahan kepengurusan Megawati tersebut.
“DPP Perjuangan menyambut baik langkah lima kader yang mengakui kesalahan, dan kelalaian itu, dan akan mencabut gugatan tersebut. Tetapi PDIP juga memperingatkan pihak-pihak penguasa yang berada di balik penjebakan kader untuk melayangkan gugatan tersebut, untuk jangan main-main lagi,” kata Ronny dilansir dari laman republika, Kamis (12/9).
Dikatakan olehnya, terhadap lima kader tersebut, PDI Perjuangan pastinya akan memberikan perlindungan hukum. Pun juga pendampingan untuk segera mencabut gugatan di PTUN tersebut.
Namun tidak cukup sampai di situ. Ronny menegaskan partainya bakal mengambil tindakan hukum terhadap orang-orang yang memanfaatkan para kadernya tersebut. “Kita akan melakukan upaya hukum terhadap siapapun yang mengganggu kedaulatan PDI Perjuangan,” ujar Ronny.
Ronny curiga, upaya-upaya untuk melemahkan partainya dari internal tersebut, masih terus berlanjut. “Tentunya kami memperingatkan kepada para pihak yang mencoba untuk mengganggu PDI Perjuangan yang menghalalkan segala cara, memanfaatkan orang kecil, kader kami yang tidak mengerti hukum untuk mengganggu PDI Perjuangan, mengganggu kedaulatan PDI Perjuangan, dalam hal ini kami sampaikan bahwa kami siap berhadapan untuk pihak-pihak yang mencoba mengganggu kedaulatan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,” katanya.
Sebelumnya, sejumlah orang yang mengatasnamakan kader PDI Perjuangan melayangkan gugatan ke PTUN Jakarta, Selasa (10/9) lalu. Para kader Banteng Moncong Putih itu menggugat Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang mengesahkan kepengurusan DPP PDI Perjuangan 2019-2024.
Dalam gugatannya, para penggugat itu mempersoalkan keputusan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang memperpanjang masa kepemimpinannya sampai 2025 mendatang.
Menurut para penggugat, perpanjangan masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri tersebut, bertentangan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PDI Perjuangan.
Karena mengacu dasar hukum dan aturan internal tersebut, masa kepemimpinan ketua umum hanya selama lima tahun dari 2019 sampai 2024. Dan perpanjangan kepemimpinan Megawati sampai 2025 tersebut, dinilai tak sah karena dilakukan tanpa melalui kongres partai. Akan tetapi, lima kader PDI Perjuangan yang mengajukan gugatan tersebut, menyampaikan akan mencabut gugatan tersebut.
Lima kader asal Jakarta Barat (Jakbar) itu, Jairi, Djupri, Manto, Sujoko, dan Suwari mengaku ditipu oleh seorang pengacara, dengan imbalan Rp 300 ribu agar menandatangani kertas kosong yang digunakan sebagai pemberian kuasa untuk menggugat. Jairi, salah-satu dari lima kader tersebut pada Rabu (11/9/2024) menyampaikan, sudah memohon maaf terbuka kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Permintaan maaf tersebut, kata Jairi juga disampaikan kepada seluruh kader Banteng Moncong Putih se-Indonesia.
“Saya mewakili teman-teman saya, meminta maaf kepada Ketua Umum PDI Perjuangan Ibu Hajjah Megawati Soekarnoputri, beserta seluruh keluarga besar PDIP seluruh Indonesia,” kata Jairi dalam siaran pers PDI Perjuangan yang diterima wartawan, Rabu (11/9) malam. Permohonan maaf tersebut, Jairi sampaikan dalam konferensi pers di Cengkareng, Jakbar. Hadir pula dalam permintaan maaf terbuka tersebut, Djupri, Manto, Sujoko, dan Suwari yang disebut-sebut sebagai kader yang melayangkan gugatan.
Jairi menerangkan, bersama empat rekannya sesama kader, tak mengetahui perihal gugatan tersebut. Karena diceritakan dia, bersama-sama rekannya itu, pun juga merupakan korban dari penipuan dan penjebakan. Jairi menceritakan awal-mula penjebakan, dan penipuan tersebut pada saat bertemu dengan seorang pengacara.
“Saya bersama empat teman saya (Djupri, Manto, Sujoko, dan Suwari) bertemu dengan Anggiat BM Manalu (pengacara) di sebuah posko tim pemenangan,” kata Jairi.
Dari pertemuan tersebut, kata Jairi, pengacara tersebut membahas, dan meminta dukungan perihal penegakan demokrasi. Jairi, bersama empat temannya itu, mengaku sepakat tentang penegakan demokrasi. Pun Jairi, bersama-sama empat rekannya itu, setuju untuk mendukung demokrasi yang dibahas itu.
“Karena sepakat dengan demokrasi, kami bersedia memberikan dukungan. Ketika memberikan dukungan, diberikan kertas putih kosong untuk tanda tangan. Dan kertas putih kosong (yang ditandatangani) tersebut, belakangan dijadikan sebagai surat kuasa gugatan untuk menggugat SK DPP PDIP,” begitu kata Jairi.
Setelah memberikan tanda tangan di kertas putih kosong tersebut, si pengacara itu, kata Jairi, memberikan uang ratusan ribu. “Setelah itu kami diberikan imbalan Rp300 ribu,” begitu kata Jairi.
Menurut Jairi, saat bertemu dengan pengacara itu, memang tak ada membahas apapun selain menyoal demokrasi. Bahkan, kata dia, tak ada pembicaraan apapun mengenai partai politik (parpol). Pun juga tak ada pembahasan soal gugat-menggugat, apalagi terhadap PDI Perjuangan. Serta tak ada pembicaraan mengenai pemberian-penerimaan kuasa hukum.
Sebab itu, kata Jairi, atas pernyataan maaf kelima kader tersebut, juga akan memastikan mencabut kuasa terhadap pengacara tersebut. Pun juga akan mencabut gugatan di PTUN Jakarta itu.
“Makanya malam ini juga, kita buat surat pencabutan gugatan yang mengatasnamakan kami. Dan kami tidak memberikan kuasa kepada siapapun termasuk ke Anggiat BM Manalu. Kami tidak pernah memberikan kuasa. Makanya kami akan cabut tuntutan tersebut. Kami tidak menuntut atau menggugat SK DPP PDIP. Kami dalam posisi dijebak,” begitu kata Jairi.
“Dan sekali lagi, kami meminta maaf kepada ketua umum kami, Ibu Hajjah Megawati Soekarnoputri, beserta seluruh keluarga besar PDIP,” kata Jairi menambahkan. (wol/republika/mrz/d2)
Discussion about this post