MEDAN, Waspada.co.id – Kalau dikenang masa lalu, apa yang terjadi itu hanya mengingatkan luka dan menjadi memori bagi masyarakat yang menjadi korban PTT (Pegawai Tak Tetap) Honorer di Pemkab Simalungun, Provinsi Sumatera Utara.
Hal itu dikatakan Ketua DPP Garda Indonesia Raya Provinsi Sumatera Utara (Garira), SP Tambak SH, saat ditemui dan memberikan padangannya terkait kinerja Bupati Simalungun terdahulu, Jumat (18/10) di Medan.
Menjawab pertanyaan nasib honorer di Kabupaten Simalungun sebelum kepemimpinan Radiapoh Hasiholan Sinaga SH MH, yakni pada tahun 2017-2018 lalu, Ketua Garira menjelaskan, dari catatan Ketua Forum Guru Honorer Simalungun (FGHS) Ganda A. Silalahi SPd, pada Oktober 2018 silam melakukan unjuk rasa di Kantor Bupati Simalungun dan di Kantor DPRD Simalungun untuk menuntut hak honorer.
Unjuk rasa itu terdiri dari para guru, Pegawai Dinas Kesehatan dan Satpol PP Kabupaten Simalungun. Tuntutan mereka adalah menolak Surat Edaran Kepala Dinas Kesehatan dan Dinas Pendidikan tertanggal 29 Juni 2018 tentang penurunan gaji tenaga honorer. Gaji Rp2 juta turun menjadi Rp1 juta.
Dalam tuntutan pada demo tersebut, peserta unjuk rasa meminta agar Pemkab Simalungun membayarkan Honor Guru dan Pendidikan dari bulan Juli hingga Desember 2016.
Massa juga meminta agar Surat Keputusan PTT ditandatangani oleh Bupati Simalungun saat itu JR Saragih bukan Kepala Dinas Kesehatan atau Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Simalungun.
Bukan hanya itu saja, sebelumnya pada April 2017, Forum Guru Honorer Simalungun melakukan unjuk rasa di depan Kantor DPRD Provinsi Sumatera Utara dengan spanduk yang bertuliskan “Honorer Dipecat di Simalungun, Kami Diperlakukan Tidak Manusiawi.”
Mereka meneriakkan kepada senator di DPRD Sumut bahwa lebih dari 700 Guru Honorer telah dipecat oleh Bupati Simalungun JR Saragih. Pemecatan itu dinilai tidak realistis, karena sekolah tempat mereka mengajar masih kekurangan tenaga guru.
Pada unjuk rasa di depan Kantor DPRD Sumut, mereka meminta DPRD Sumut untuk memanggil Bupati Simalungun JR Saragih, ungkap Dewan Pimpinan Daerah Posko Perjuangan Rakyat (Pospera), Liston Hutajulu.
Pada masa itu, Pemerintah Kabupaten Simalungun merekrut guru Honorer sebanyak 700 orang lebih namun diterlantarkan dan gaji mereka selama 6 bulan tak dibayarkan.
Jon Rai Purba saat itu menjelaskan APBD Simalungun 2017 sebanyak Rp83 miliar dan jika dihitung gaji honorer bisa dibayarkan.
Forum Guru Honorer Simalungun pada tahun 2013 telah membuat laporan ke Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Utara, DPRD Sumut dan Gubernur Sumatera Utara tentang dipecatnya guru Honorer Simalungun hanya melalui Surat Edaran.
Ketua DPP Garda Indonesia Raya Provinsi Sumatera Utara SP Tambak SH mengatakan lagi, saat itu nasib guru Honorer sebanyak 700 lebih diperkirakan menganggur dari pada harus membayar lagi untuk “Adminnya”.(wol/azr/pel)
Discussion about this post