KUTACANE, Waspada.co.id – Pesta demokrasi kembali digelar di seluruh Tanah Air, untuk kali ini dilaksanakan Pilkada serentak di seluruh Provinsi dan Kabupaten, namun Pilkada Aceh Tenggara, terus saja diwarnai dengan black campaign dari berbagai media sosial.
Pesta demokrasi bukanlah hal yang baru dilaksanakan, khusus di Aceh Tenggara, pemilihan kepala daerah (Pilkada), black campaign terus-menerus jadi andalan pembusukan isu terhadap pasangan calon.
Menurut pengamat, penyebaran black campaign melalui akun media sosial, terjadi sejak Pilkada 2017.
Yang mana, saat itu Pilkada Aceh Tenggara ditangarai dengan dua pasangan calon yang mengusung tema LANJUTKAN dan PERUBAHAN. Pasangan LANJUTKAN yang dinakhodai oleh Ali Basrah dan Denny Febrian Roza (ABDI), sedangkan PERUBAHAN ditangarai oleh Raidin dan Bukhari (RABU), mampu mengungguli dari pasangan LANJUTKAN.
Pada saat itu, black campaign menjurus kepada isu SARA yang dikapitalisasi dan dimanipulasi oleh akun-akun palsu di media sosial Facebook dan Twitter, sehingga pasangan RABU, mampu menoreh kemenangan.
Untuk Pilkada 2024 ini, berbeda dengan jumlah pasangan, tiga pasangan calon yaitu yang masing-masing mengusung tema PERBAIKAN, LANJUTKAN dan GANCIHEN (Gantian). Ketiganya mendapat pandangan yang berbeda dari warga pemilih.
Pasangan PERBAIKAN yang dinahkodai oleh Salim Fakhry-Heri Al-Hilal (SAH) dengan nomor urut 1 (Satu) mendapat sedikit kritikan, lebih banyak mendapat pujian karena sering hadir ditengah-tengah masyarakat dan kerap kali memberi bantuan kepada masyarakat.
Sedangkan, pasangan LANJUTKAN yang diusung Raidin-Sahrizal (RASA) nomor urut 2 (Dua), lebih dominan mendapat kritikan, seakan-akan calon Bupati dari petahana ini dikritik dengan masa kepemimpinannya.
Sementara, pasangan GANCIHEN yang digiring oleh Pandi Sikel-Khairul Abdi (PADI) dengan nomor urut 3 (Tiga). Pasangan ini, lebih nyaman dari kritikan di media sosial.
Menurut salah satu pegiat yang getol sebagai pengamat politik di Aceh Tenggara, Muhammad Saleh Selian, mengatakan Pilkada Aceh Tenggara yang diwarnai dengan black campaign untuk kali ini, lebih menjurus terhadap isu yang santer-santer saja.
Artinya, kata dia, isu black campaign yang dibangun oleh akun-akun palsu di media sosial, lebih diwarnai dengan fakta-fakta sebenarnya.
Menurutnya, meski disebarkan melalui akun-akun medsos yang tidak bertanggungjawab, tetapi bisa benar adanya.
Malah, kata dia, penyebaran isu black campaign di Pilkada kali ini, bukan sengaja diciptakan untuk menjelekkan salah satu pasangan calon, namun sebagai informasi kritikan yang ingin memajukan pembangunan daerah.
“Isu black campaign di Pilkada kali ini, tidak hanya menjurus kepada salah satu pasangan calon, tetapi ketiga pasangan calonnya, masing-masing mendapat kritikan,” katanya, Minggu (20/10).
Untuk itu, menurutnya, menyikapi isu black campaign yang dibangun oleh akun-akun palsu di media sosial, janganlah jadi tolak ukur dalam menentukan hak masyarakat dalam memilih.
“Saya yakin warganet saat ini telah cerdas dalam menyikapinya,” kata aktivis tersebut. (wol/sur/d2)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post