MEDAN, Waspada.co.id – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumatera Utara (Sumut) telah mengirimkan Catatan Tahunan Kerusakan Lingkungan di Sumatera Utara beserta Kertas Kebijakan Hutan Batang Toru kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut.
Dokumen ini mengungkap kerusakan lingkungan yang semakin mengkhawatirkan akibat aktivitas industri, deforestasi, kriminalisasi pejuang lingkungan, dan lemahnya penegakan hukum lingkungan di Sumut.
Direktur Walhi Sumut Riada Purba berharap isu lingkungan menjadi topik utama dalam debat calon kepala daerah Sumut 2024 dan calon pemimpin yang terpilih kelak memiliki komitmen kuat untuk menjaga lingkungan yang Lestari.
Rianda mengatakan, sorotan Utama dalam Dokumen Walhi Sumut adalah soal perlindungan ekosistem Batang Toru, kawasan itu merupakan ekosistem esensial yang menjadi habitat spesies langka, termasuk Orangutan Tapanuli yang hanya ditemukan di kawasan ini.
“Batang Toru kaya akan keanekaragaman hayati dan sumber daya air yang mendukung keberlangsungan kehidupan di sekitar wilayah tersebut. Namun, hingga saat ini, belum ada kebijakan nasional yang memberikan perlindungan khusus terhadap ekosistem ini, sementara tekanan dari berbagai aktivitas seperti tambang dan pembangunan infrastruktur terus meningkat,” kata Rianda dalam keterangnnya, Rabu (6/11).
Rianda menyebutkan, Walhi mendorong perlunya percepatan pengusulan kebijakan khusus untuk perlindungan ekosistem Batang Toru. Rumitnya mekanisme birokrasi dalam pengusulan kebijakan, lambatnya pembaruan data terkait keanekaragaman hayati, serta belum adanya sinergi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi hambatan utama bagi terbitnya regulasi yang melindungi kawasan ini.
“Walhi mendesak agar Batang Toru diprioritaskan dalam agenda lingkungan daerah,” sebutnya.
Lebih lanjut, Rianda menyebutkan penegakan hukum lingkungan yang masih lemah masih menjadi problem meski terdapat Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).
“Penegakan hukum lingkungan di Sumatera Utara masih tergolong lemah. Walhi Sumut mengidentifikasi bahwa pelanggar lingkungan, termasuk pembalak hutan ilegal dan pengusaha yang merusak lingkungan, sering kali hanya mendapatkan sanksi ringan. Hukuman yang ringan tidak memberikan efek jera, sehingga aktivitas perusakan lingkungan terus berulang,” sebutnya.
Rianda mengatakan, Walhi bersama Pemprov Sumut, telah menginisiasi Tim Join Monitoring yang fokus pada pengawasan dan penegakan hukum di sektor kehutanan dan pertambangan, termasuk upaya pencabutan izin-izin tambang ilegal di kawasan hutan Sumut.
Selain itu, Walhi juga sedang mengupayakan pembentukan Tim Terpadu Penanggulangan dan Pemulihan Kawasan Hutan, dengan harapan bahwa langkah ini dapat memperkuat perlindungan hutan yang tersisa di Sumut.
Disisi lain, Rinda menyebutkan, catatan Walhi Sumut dalam tahun 2024, sudah ada 18 warga yang memperjuangkan lingkungan hidup telah menjadi korban kriminalisasi. Dalam konteks lingkungan hidup, kriminalisasi sering terjadi ketika pihak-pihak yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat, seperti aktivis, organisasi, atau masyarakat adat, dikenai tuduhan atau dakwaan pidana yang berupa pelanggaran hukum.
“Tuduhan ini sering kali dipaksakan atau tidak relevan dengan aktivitas mereka.
Di Kwala Serapuh, Samsul dan Samsir, yang merupakan penerima skema Pengakuan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (Kulin KK), mengalami intimidasi dari pihak pemilik sawit ilegal saat mempertahankan kawasan mangrove,” sebutnya.
“Mereka bahkan dikriminalisasi atas tuduhan penganiayaan setelah mengalami serangan dan intimidasi. Di Kwala Langkat, Ilham Mahmudi, Kepala Dusun, menghadapi tekanan serupa karena menolak konversi hutan mangrove menjadi perkebunan sawit,” sambungnya.
Lalu, di Labuhan Batu, lanjut Rianda, seorang guru bernama Tina Rambe juga dikriminalisasi karena menentang pembangunan pabrik kelapa sawit yang akan berdiri di tengah pemukiman warga.
Karena itu, Walhi menekankan bahwa kriminalisasi ini menghambat upaya masyarakat untuk mempertahankan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
“Kamu mendesak agar pemerintah memberikan perlindungan hukum kepada pejuang lingkungan,” tegasnya.
Selain itu, Rianda juga menyampaikan bahwa catatan Walhi Sumut sepanjang 2024, Sumut mengalami 40 bencana ekologis seperti banjir, longsor, dan kerusakan infrastruktur, yang memaksa lebih dari 1.000 warga mengungsi dan menghancurkan ratusan rumah serta fasilitas publik.
“Banyak dari bencana ini terjadi di wilayah hulu, di mana hutan telah banyak mengalami alih fungsi. Walhi menilai bahwa selain memperketat regulasi terkait alih fungsi hutan, pemerintah juga perlu meningkatkan kapasitas infrastruktur mitigasi dan peringatan dini, terutama di kawasan rawan bencana.
“Upaya ini penting agar bencana ekologis dapat dikurangi dan risiko yang dihadapi masyarakat dapat diminimalisir,” katanya.
Walhi Sumut juga menyoroti bahwa pemulihan fungsi lingkungan hidup harus mencakup penguatan ekonomi berbasis kerakyatan yang ramah lingkungan, dengan fokus pada pengelolaan wilayah kelola rakyat dan hutan adat, agroforestri, dan kedaulatan pangan.
Menurut Rianda, pendekatan ekonomi berkelanjutan ini, yang bebas dari eksploitasi berlebih atas sumber daya alam, dapat berperan penting dalam mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Dukungan terhadap komoditas berbasis hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan pertanian selaras alam menjadi jalan keluar yang dapat menjawab dua krisis utama: ketimpangan ekonomi dan krisis lingkungan.
“Dengan dikirimkannya catatan ini, Walhi Sumut berharap agar isu-isu lingkungan mendapat perhatian serius dalam debat kandidat Pilkada Sumut 2024. Walhi menilai bahwa pemilih berhak mengetahui sikap para calon kepala daerah terkait isu-isu lingkungan dan meminta komitmen mereka dalam mewujudkan kebijakan yang ramah lingkungan serta berkeadilan bagi masyarakat,” sebutnya.
Karena kata Rianda, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak konstitusional yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, sehingga Walhi menekankan pentingnya para calon kepala daerah untuk menunjukkan sikap proaktif dalam melindungi lingkungan hidup di Sumut.
“Walhi berharap pemilu kali ini menjadi titik awal perubahan menuju kebijakan yang lebih inklusif dan ramah lingkungan, di mana kepentingan masyarakat dan keberlanjutan alam menjadi prioritas utama,” pungkasnya. (wol/man)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post