MEDAN, Waspada.co.id – Pengamat Politik dan Pemerintahan dari Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU), Sohibul Ansor Siregar menilai debat perdana pasangan calon wali kota dan wakil wali kota yang digelar KPU Medan, Jumat (8/11), paslon nomor urut 2, Ridha Dharmajaya dan Abdul Rani menjadi ‘pembeda’ bagi dua paslon lainnya.
Secara keseluruhan, Sohibul menilai bahwa ‘smash-smash’ tajam dan berani menyenggol nama Wali Kota Medan non aktif Bobby Afif Nasution yang dilakukan paslon Ridha-Rani menjadikan pasangan yang mengusung slogan Medan BERANI itu adalah pemenang debat perdana.
“Secara keseluruhan saya menilai berdasarkan tayangan yang saya saksikan adalah debat perdana dengan mengangkat tema kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah adalah milik paslon nomor urut 2, Ridha-Rani,” katanya.
Menurutnya, keunggulan Ridha-Rani dalam debat perdana tersebut lantaran paslon yang diusung PDI Perjuangan, Hanura, PPP, Gelora, Partai Ummat, PKN, Partai Buruh dan PBB itu sangat berani menyerang Wali Kota Medan sebelumnya yakni Bobby Nasution yang dinilai gagal sehingga membuat kondisi Kota Medan saat ini sangat memprihatinkan.
Pernyataan yang dilontarkan Ridha-Rani dengan menyebutkan masyarakat Medan saat ini dibiarkan w
menderita, rumah terendam banjir, sistem transportasi lumpuh dan infrastruktur tidak baik justru tidak disampaikan oleh kedua paslon nomor urut 1, Rico Waas dan Zakiyuddin Harahap dan paslon nomor urut 3, Hidayatullah dan Ahmad Yasyir Ridho Loebis.
“Bahkan yang saya petik adalah pernyataan Ridha-Rani yang menyebut Medan butuh pemimpin yang tak akan membiarkan rakyat menderita, bukan yang meninggalkan permasalahan besar karena ingin meraih kekuasaan lebih besar, menurut saya sangat tajam sekali,” sebutnya.
Pernyataan Ridha-Rani itu justru sangat berbanding jauh dari kedua paslon lainnya.
“Saya melihat, ada dilema yang begitu terasa tampak yang sepertinya sangat sulit disembunyikan oleh paslon nomor urut 1 dan nomor urut 3. Ketika mereka menginginkan dukungan pemilih Kota namun dengan tetap ingin memuji Bobby Afif Nasution,” katanya.
Disadari atau tidak, tampaknya pada awal penyampaian visi misi Rico Waas-Zakiyuddin Hafaahap menyampaikan penekanan kritik yang cukup pedas terhadap Wali Kota Medan dengan konsep pemerataannya.
“Yang saya tangkap dari penyampaian visi misi yang disampaikan Rico Waas dengan bilang pelayanan kesehatan bukan utuk si A atau si B, namun untuk semuanya. Pendidikan bukan utuk si A atau si B, namun untuk semuanya. Pelayanan kesejahteraan bukan hanya untuk si A atau si B, melainkan untuk semuanya adalah kritik yang cukup pedas disampaikan Rico Waas,” katanya.
Sementara itu, Sohibul menilai penyampaian visi misi paslon nomor urut 3, Hidayatullah tentu tak menghitung kemanfaatan data yang diungkapkannya tentang Medan.
Menurutnya, Hidayatullah yang mengatakan bahwa tahun lalu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Medan mencapai Rp 303 triliun dengan pendapatan perkapita Rp 120 juta pertahun, dan Rp 10 juta perbulan.
“Orang yang faham tentu mencibir, bahwa data agregat ini amat teoritis dan jauh dari kenyataan. Bahkan jika tanpa pemerintahan pun PDRB yang dia ungkapkan juga akan tumbuh sedemikian rupa,” katanya.
Berikutnya, dalam segmen memberi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan debat. Kedua paslon yaknk nomor urut 1 dan 3 berhenti sebatas reaksi-reaksi normatif belaka.
Hidayatullah kehabisan waktu karena seakan memerlukan penegasan untuk memuji-muji Bobby Afif Nasution,” katanya sembari bilang bahwa jika terus memuji-muji Bobby ia akan ditinggal pemilih. Karena itu, dalam bagian terakhir ia memaparkan kondisi buruk Medan saat ini dengan jumlah warga miskin cukup besar, 187 ribu jiwa.
Untuk itu, Sohibul menyaran agar pada debat berikutnya kedua paslon ini perlu memikirkan agar keterancaman nasib keterpilihan paslon sendiri tidak semakin besar hanya karena ingin melindungi Bobby Afif Nasution.
“Banyak keuntungan bagi Paslon nomor 2 jika pola yang ditempuh oleh paslon nomor 1 dan 3 tidak dirubah,” pungkasnya. (wol/ags)
Discussion about this post