JAKARTA, Waspada.co.id – Donald Trump kembali ke Gedung Putih setelah memenangi Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2024, mengalahkan lawannya dari Partai Demokrat, Kamala Harris.
Kemenangan Trump, yang diumumkannya dalam pidato kemenangan di Florida pada Selasa malam, didukung oleh keberhasilannya merebut kendali di tujuh negara bagian swing atau “purple states.” Negara-negara bagian ini dikenal sebagai penentu, di mana hasil akhirnya dapat berayun ke Partai Republik atau Demokrat.
Mengutip The Associated Pres (AP), Selasa (12/11) pukul 18.45 WIB, Trump meraup 312 elektoral dibandingkan Harris yang 226 elektoral.
Dilansir dari berbagai sumber, memenangkan negara bagian swing sangat krusial, karena kandidat presiden memerlukan setidaknya 270 suara elektoral untuk memastikan kemenangan. Dengan keberhasilannya di negara-negara bagian penting ini, Trump berhasil mengumpulkan jumlah suara elektoral yang dibutuhkan untuk kembali menduduki kursi kepresidenan.
Tujuh negara bagian swing memainkan peran vital dalam memastikan kemenangan Trump di pemilu kali ini, yakni Pennsylvania, Nevada, North Carolina, Georgia, Arizona, Michigan, dan Wisconsin.
Sistem Electoral College
Berbeda dengan pemilihan anggota DPR dan Senat AS yang dilakukan secara langsung, Pemilu AS berlaku sebaliknya. Pasal II Konstitusi AS menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden dipilih oleh sekelompok orang (electors) dari setiap negara bagian. Sistem ini dikenal dengan dewan elektoral (Electoral College).
Electoral college merupakan istilah bagi “pemilih” presiden dan wakilnya yang mewakili setiap negara bagian. Pemilihan oleh electoral college berlangsung setelah pemilihan publik (popular vote).
Pada dasarnya warga Amerika di hari Pemilu AS hari ini tidak memilih langsung calon presidennya melainkan sekadar memberikan suara kepada para “pemilih” tersebut. “Banyak pemilih tidak menyadari bahwa mereka sebenarnya tidak memberikan suara secara langsung untuk calon presiden,” kata Profesor dari Universitas New Mexico, Lonna Rae Atkeson, dikutip dari The Wire, Selasa, 3 November 2020.
Jumlah pemilih electoral college tergantung dari luas wilayah negara bagian dan populasinya. Dari 50 negara bagian serta Washington DC, total ada 538 pemilih. Seorang calon presiden harus meraih minimal 270 suara untuk menang.
Selain itu, Pemilu AS menganut paham ‘pemenang mengambil semua’. Sehingga seorang kandidat yang berhasil unggul, meski dengan selisih suara yang tipis, dalam popular vote di suatu negara bagian berhak atas seluruh pemilih electoral.
Contoh pasangan calon presiden A mendapatkan 8 juta suara di California. Sementara calon presiden B mendapat 7,5 juta suara. Maka calon presiden A berhak atas 55 orang pemilih yang akan maju ke electoral college.
Dikutip dari Aljazeera, dalam praktiknya para perwakilan ini akan setia untuk memilih calon presiden yang meraih suara terbanyak di negara bagiannya. Hal ini yang membuat 7,5 juta suara dalam contoh di atas tidak dianggap dan kerap menuai kritik.
Ketimbang mencoba untuk memenangkan suara terbanyak, para calon presiden berusaha keras meraih 270 suara electoral college dengan fokus ke negara-negara bagian dengan jumlah electoral votes besar. Oleh karena itu kandidat bisa menjadi Presiden Amerika Serikat dengan memenangkan sejumlah negara bagian krusial, meski memiliki popular vote yang lebih sedikit. (wol/tempo/ags/d2)
Discussion about this post