JAKARTA, Waspada.co.id – Usulan Presiden Prabowo Subianto agar pemilihan kepala daerah (Pilkada) cukup melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dikritik mantan capres 2024 Ganjar Pranowo. Ganjar menilai, pemilihan kepala daerah oleh DPRD bukan solusi untuk efisiensi, apalagi peningkatan kualitas demokrasi di Indonesia.
Politikus PDI Perjuangan tersebut mengatakan, perbaikan kualitas dalam pilkada justru akan fatal jika mengubah sistem pemilihan langsung dikembalikan ke model pemilihan tak langsung yang terbukti bertahun-tahun bobrok. “Ingat, sebelum Pilkada langsung, Indonesia pernah menggunakan sistem pilkada via (melalui) DPRD,” kata Ganjar dilansir dari laman republika, Jumat (13/12).
Pemilihan kepala daerah melalui DPRD adalah produk rezim Orde Baru di masa pemerintahan periode kedua Presiden Soeharto. Pemilihan kepala daerah melalui DPRD ketika itu, mengacu pada Undang-undang (UU) 5/1974 tentang Pemerintah Daerah (Pemda).
Namun pasca reformasi 1998, perbaikan semua hukum dan demokrasi melahirkan kepemiluan yang langsung melibatkan partisipasi masyarakat sebagai pemilih kepala daerah. Melalui UU 32/2004 tentang Pemda, mengharuskan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah atau pilkada.
“Semua perlu membaca ulang naskah akademis dan pembahasan UU terkait Pilkada, di mana sebelumnya pemilihan dilakukan di DPRD kemudian dirasa sangat tidak mencerminkan kehendak rakyat, dan jauh dari harapan rakyat yang menghendaki sosok kepemimpinan yang sesuai dengan kemauan rakyat,” begitu kata Ganjar.
Mantan gubernur Jawa Tengah (Jateng) itu mengatakan, salah satu alasan mengubah sistem pemilihan dengan menyerahkan secara langsung ke rakyat itu juga dipicu lantaran pemilihan melalui DPRD yang tak langsung, sarat praktik korupsi. Karena menurut Ganjar, pemilihan kepala daerah melalui DPRD kerap terjadi transaksional antara calon dan elite-elite partai.
Juga, dikatakan Ganjar, praktik jual-beli suara yang lebih rentan terjadi karena dilakukan tanpa melibatkan rakyat secara langsung. Ganjar yang juga pernah menjadi anggota Komisi II bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah serta Kepemiluan itu mengirimkan beberapa bundel dokumentasi informasi dari Kesekretariatan Kabinet 2014 yang menebalkan penilaian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tentang pelaksanaan pilkada melalui DPRD lebih buruk ketimbang pilkada yang digelar langsung.
Ketika ditanya pilkada melalui DPRD yang dinilai Presiden Prabowo untuk efisiensi dan mengatasi biaya politik yang tinggi, Ganjar juga menilai hal tersebut bukan persoalan. Pun juga bukan alasan yang baru. Pengembalian pemilihan gubernur dan wakil gubernur ke DPRD itu, kata Ganjar, sudah pernah juga disuarakan sejak lama dengan alasan-alasan yang sudah diantisipasi sejak berlakunya UU 32/2004 dan perubahan UU 12/2008, serta penguatan atas UU 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota.
Kata Ganjar, mengacu beleid-beleid tersebut, pilkada langsung justru memotong praktik biaya politik yang tinggi.
Seperti beban keuangan alat peraga kampanye yang tak lagi ditanggung oleh pasangan calon (paslon). Melainkan disediakan melalui anggaran penyelanggara pilkada. Pun lebih transparan karena adanya pembatasan-pembatasan dalam penerimaan sumbangan untuk kampanye para paslon.
Namun kata Ganjar, paling penting dalam pelaksanaan pilkada langsung itu, menjauhkan peran langsung dari otoritas-otoritas pemerintahan yang tak ada kaitannya dengan kepemiluan. Sebab itu, menurut Ganjar, pemerintahan Presiden Prabowo tak perlu untuk mengubah sistem pilkada langsung, kembali ke model pemilihan tak langsung melalui DPRD.
“Justru pemerintahan sekarang, seharusnya menjadikan agar sistem (pilkada) yang sekarang semakin mapan, tidak gonta-ganti, dengan mengedepankan prinsip penyelenggaraan pemilu yang benar-benar independen, menjauhkan aparatur negara yang tidak berwenang, dan menjaga integritas aparatur negara,” begitu sambung Ganjar.
“Begitu yang di luar cawe-cawe, maka rusaklah sistem yang sudah dibuat baik itu,” ujar Ganjar.
Presiden Prabowo Subianto, saat berpidato pada HUT Partai Golkar ke-60, Kamis (12/12/2024) melemparkan wacana untuk pemilihan kepala daerah dikembalikan kewenangannya ke DPRD. Kata Prabowo, model pilkada yang tak langsung itu lebih efisien ketimbang pelaksanaan pilkada langsung yang selama ini menurutnya memakan biaya tinggi. Presiden Prabowo memberikan beberapa referensi pelaksanaan kepala daerah di negara-negara demokrasi besar lainnya di kawasan Asia maupun Asia Tenggara.
“Mari kita berpikir, mari kita tanya, apa sistem ini, berapa puluh triliun habis dalam satu dua hari, dari negara, maupun dari tokoh-tokoh politik masing-masing. Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien. Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih, ya sudah, DPRD itulah yang milih gubernur, milih bupati,” begitu kata Presiden Prabowo.
Presiden Prabowo yang juga ketua umum Partai Gerindra itu mengajak ketua-ketua umum partai politik (parpol) lainnya yang hadir di gelaran HUT Golkar untuk setuju. Bahkan, kata Presiden Prabowo, kalau bisa langsung saja disetujui. “Ini sebetulnya begitu banyak ketua umum partai di sini sebenarnya bisa kita putuskan malam ini juga,” kata Prabowo. (wol/republika/mrz/d2)
Discussion about this post