JAKARTA, Waspada.co.id – Sebanyak 78 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah meminta maaf secara terbuka karena terbukti melakukan pungutan liar atau pungli di Rutan KPK. Permohonan maaf ini merupakan sanksi berat yang dijatuhkan oleh Dewan Pengawas atau Dewas KPK
Eksekusi permohonan maaf secara langsung dan terbuka dilakukan 78 pegawai itu pada Senin, 26 Februari 2024, di Gedung Juang KPK. Mereka menyampaikan permintaan maaf itu di depan pimpinan, anggota Dewas KPK, hingga Sekretaris Jenderal KPK.
Dalam pernyataannya, mereka mengaku bersalah atas pelanggaran etika yang dilakukan dan berkomitmen untuk tidak mengulanginya.
“Dengan ini saya menyampaikan permintaan maaf kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dan/atau Insan KPK atas pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku yang telah saya lakukan, berupa menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangan yang dimiliki termasuk menyalahgunakan pengaruh sebagai Insan Komisi baik dalam pelaksanaan tugas, maupun kepentingan Pribadi dan/atau golongan,” kata salah satu perwakilan pegawai terperiksa, yang diikuti oleh seluruh terperiksa.
Kasus pungutan liar ini diungkap oleh anggota dewan pengawas (dewas) KPK, Albertina Ho, pada 11 Januari 2024. Albertina menyatakan temuan itu telah disampaikan oleh pimpinan KPK sejak 16 Mei 2023 lalu untuk ditindaklanjuti unsur pidananya. Jumlah pungli yang dilakukan para pegawai ini mencapai Rp 6,14 miliar, terhitung sejak Desember 2021 hingga Maret 2022.
Dewas KPK telah memeriksa 90 orang pegawai KPK yang terbukti melakukan pelanggaran etik berupa melakukan pungli di rutan KPK. Dari hasil pemeriksaan, sebanyak 78 pegawai disanksi minta maaf secara terbuka. Sementara, 12 lainnya diserahkan ke Sekjen KPK karena pelanggaran etik dilakukan sebelum Dewas KPK terbentuk.
Sekretaris Jenderal KPK Cahya H. Harefa menyatakan prihatin dengan pelanggaran yang terjadi. Dia berpesan agar kejadian ini seharusnya menjadi peringatan bagi petugas KPK untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab mereka, Ia berharap, petugas dapat menghindari segala bentuk penyimpangan, menjaga integritas organisasi KPK, dan selalu menjaga kewaspadaan terhadap diri sendiri.
“Saya selaku insan KPK, merasa prihatin dan berduka karena sebagai dari insan KPK dijatuhi hukuman etik sebagai akibat dari perbuatan yang menyimpang dari nilai-nilai KPK, yaitu integritas, sinergi, keadilan, profesionalisme, dan kepemimpinan,” ucap Cahya dalam sambutan di Gedung Juang KPK pada Senin, 26 Februari 2024.
Tanggapan Pakar Hukum
Sanksi berupa permintaan maaf yang diberikan pada pegawai KPK yang terlibat pungli pun menuai kritik dari beberapa pihak. Ahli Hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai hukuman ini tidak adil. Pasalnya, pungli merupakan tindakan pidana atau kejahatan, sehingga sekecil apapun kerugiannya perkara pungli di rutan KPK ini harus dibawa ke peradilan pidana.
“Oknum KPK itu merupakan orang yang mengurusi lembaga pemberantasan korupsi, jadi tidak pantas oknum-oknum koruptor ini masih bercokok di KPK,” kata dia. “Seharusnya mereka dipecat,” ujarnya kepada Tempo.co, Selasa, 27 Februari 2024.
Sementara, Ketua Indonesia Memanggil Lima Tujuh atau IM57+, M. Praswad Nugraha, juga mengkritik keputusan sanksi permintaan maaf kepada 78 pegawai KPK yang terlibat pungli. Dia menilai hukuman tersebut tidak adil bagi masyarakat. Menurutnya, proses pidana seharusnya dipertimbangkan lebih lanjut untuk memberikan hukuman kepada pegawai KPK yang terlibat dalam pungli.
“Putusan Dewas KPK ini menunjukkan bahwa adanya korupsi yang terjadi di dalamnya,” kata Praswad dalam keterangan tertulisnya, dikutip Tempo, Jumat, 16 Februari 2024.
Di sisi lain, Koordinator Indonesia Corruption Watch atau ICW Agus Sunaryanto juga memberikan tanggapan terkait kasus pungli rutan KPK. Kasus pungli yang melibatkan pegawai KPK, kata dia, telah menurunkan kepercayaan publik pada lembaga antirasuah tersebut.
Selain dari kasus pungli ini, juga ada kasus Firli Bahuri yang menjadi tersangka korupsi dan juga kasus Alexander Marwata dan Nurul Gufron yang dilaporkan ke dewan pengawas.
Senada dengan yang lain, Eks Penyidik Senior KPK, Novel Baswedan, mengatakan masalah pungutan liar di Rutan KPK telah menjadi topik pembicaraan sebelum Dewas mengumumkan hasil temuannya.
Novel mengklaim informasi mengenai praktik pungutan liar sudah tersebar luas, dengan jumlah uang yang terkumpul mencapai jumlah yang besar.
Meskipun Dewas KPK kemudian mengumumkan temuannya, Novel menegaskan penyidik KPK yang pertama kali mengungkapkan kasus ini, dan Dewas KPK tidak mengambil langkah serius dalam menindaklanjuti laporan tersebut. Dalam cuitannya di akun X miliknya, Novel juga menanyakan kenapa penetapan tersangkanya begitu lama, bahkan hampir dua tahun.
“Setelah hampir 2 tahun sejak mengetahui+periksa etik, dipertanyakan banyak pihal, kini KPK baru akan lakukan penyidikan terhadap korupsi d Rutan KPK. Bila kasus sederhana begini perlu waktu hampir 2 tahu, bagaimana terhadap kasus yang agak sulit ya?” tulisnya di akun X @nazaqistsha pada Selasa, 20 Februari 2024. (wol/tempo/pel/d1)
Discussion about this post