JAKARTA, Waspada.co.id – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidangan gugatan dugaan kebocoran data Daftar Pemilih Tetap (DPT), Rabu (28/2).
Sidang digelar dengan awalan pembacaan tuntutan oleh pengadu Rico Nurfriansyah Ali dengan nomor perkara 4-PKE-DKPP/I/2024 di ruang sidang di kantor DKPP, Jakarta Pusat, Rabu (28/2/2024).
Adapun para teradu yang diadukan yakni Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari dan anggota KPU RI Mochammad Afifuddin, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Yulianto Sudrajat, Idham Holik, dan August Mellaz.
Dalam persidangan, Rico menyatakan bahwa ada 3 tuntutan yang diharapkan akan dikabulkan oleh pihak Majelis DKPP.
“Satu, menerima dan mengabulkan pengaduan pengadu untuk seluruhnya. Dua, menyatakan teradu melanggar kode etik,” kata Rico dalam tuntutannya yang ia bacakan secara daring.
Tak hanya itu, Rico meminta pengabulan petitumnya untuk memberikan sanksi pemberhentian kepada pihak teradu yakni KPU RI.
“Memberikan sanksi berupa pemberhentian tetap kepada teradu; apabila majelis kehormatan penyelenggara punya pendapat lain mohon seadil-adilnya,” jelasnya.
Dalam pokok perkaranya, Rico turut menjelaskan bahwa temuan kebocoran data DPT sudah sangat jelas terlihat melalui beberapa pemberitaan yang beredar, termasuk pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bahwa data DPT yang bocor oleh peretas Jimbo adalah benar.
Rico menyebut bahwa KPU telah melanggar dua pasal, pertama Undang-undang nomor 27 tahun 2022 tentang perlindungan data pribadi, pasal 39 ayat 1 soal perlidungan data pribadi
“Kedua, Pasal 46 ayat 1 bunyinya dalam hal terjadi kegagalan data pribadi, pengendali data wajib memberitahu secara tertulis paling lambat 3 X 24 jam pada subjek data pribadi dan lembaga,” jelasnya.
“Saudara teradu patut diduga kuat melanggar prinsip akuntabel sesuai ketentuan pasal 6 ayat 2 huruf b, serta prinsip profesional yang diatur dalam pasal 6 ayat 3 huruf f peraturan DKPP nomor 2 tahun 2017 tentang kode etik dan pedoman penyelenggara pemilu,” pungkasnya.
KPAI menyoroti sikap sekolah SMA Binus Serpong yang tidak memberikan respon positif karena pada tanggal 22 Februari 2024 pihaknya mengawasi proses pemanggilan saksi dan memastikan anak-anak sudah mendapatkan pendampingan dari orang tua/ wali murid, Balai Permasyarakatan (BAPAS), dan psikolog.
“Kepala Sekolah Binus Serpong, agar membuka diri dan memberikan informasi yang sebenar-sebenarnya dan menerima masukan dari berbagai pihak serta mempertimbangkan hak pendidikan anak yang terlibat, dan memastikan kerjasam antara sekolah, orang tua/wali murid dan dinas pendidikan untuk memantau aktivitas siswa di media sosial dan memantau keterlibatan siswa dalam kelompok-kelompok atau gank,” ujarnya. (wol/bloomberg/pel/d2)
Discussion about this post