JAKARTA, Waspada.co.id – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menggeledah dua unit apartemen di kawasan Rasuna Said, Jakarta. Identitas pemilik apartemen tersebut tidak diungkapkan. Penggeledahan dilakukan untuk mencari alat bukti terkait dugaan korupsi investasi fiktif di PT Taspen.
“KPK melakukan serangkaian tindakan penyidikan berupa penggeledahan pada 2 (dua) unit apartemen di Kawasan Rasuna Said, Jakarta,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, dalam keterangan tertulisnya dilansir dari laman inilah, Sabtu (11/1).
Tessa menyampaikan bahwa dalam penggeledahan tersebut, tim penyidik menemukan dan menyita sejumlah barang bukti, termasuk uang tunai dalam berbagai mata uang asing yang jika dirupiahkan bernilai sekitar Rp300 juta.
“Hasil penggeledahan tersebut, KPK telah melakukan penyitaan berupa uang tunai dalam mata uang asing (USD, SGD, Poundsterling, Won, dan Bath) yang apabila dirupiahkan sekitar senilai Rp300 juta,” jelas Tessa.
Selain uang tunai, tim penyidik juga menyita sejumlah tas mewah, dokumen-dokumen terkait kepemilikan aset, serta barang bukti elektronik yang diduga memiliki kaitan dengan kasus ini.
“Bagi pihak-pihak yang tidak bersikap kooperatif, tentu KPK akan mengambil segala tindakan yang patut dan terukur sesuai dengan undang-undang agar pemulihan kerugian negara dapat maksimal,” tegas Tessa.
Sebelumnya, KPK resmi menahan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Taspen, Antonius N.S Kosasih (ANSK), atas dugaan korupsi investasi fiktif. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK untuk keperluan penyidikan lebih lanjut.
“KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada tersangka ANSK untuk 20 hari pertama terhitung sejak 8 Januari hingga 27 Januari 2025. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang Gedung KPK Merah Putih,” ujar Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (8/1).
Selain ANSK, KPK juga menetapkan tersangka lain, yakni Ekiawan Heri Primaryanto (EHP), mantan Direktur Utama PT Insight Investments Management (PT IIM). Namun, EHP belum ditahan karena tidak hadir dalam pemeriksaan penyidik pada hari yang sama.
Asep menjelaskan bahwa kasus ini bermula pada 2016, saat PT Taspen menginvestasikan Rp200 miliar dalam Sukuk Ijarah TSP Food II (SIAISA02) yang diterbitkan PT Tiga Pilar Sejahtera Food (TPSF) Tbk. Namun, pada 2018, instrumen tersebut dinyatakan gagal bayar dan tidak layak investasi.
Pada Januari 2019, setelah ANSK diangkat sebagai Direktur Investasi PT Taspen, ia terlibat dalam pengambilan keputusan terkait skema penyelamatan investasi. Salah satu kebijakannya adalah mengarahkan konversi Sukuk menjadi reksa dana RD I-Next G2 yang dikelola PT IIM.
Pada Mei 2019, PT Taspen menempatkan dana sebesar Rp1 triliun dalam reksa dana RD I-Next G2. Kebijakan tersebut melanggar aturan internal yang mengharuskan penanganan Sukuk bermasalah dilakukan dengan strategi “Hold and Average Down” (menahan untuk tidak memperjualbelikan dan menjual di bawah harga perolehan).
Akibat investasi ini, negara dirugikan sebesar Rp191,64 miliar ditambah kerugian bunga sebesar Rp28,78 miliar. Sementara itu, sejumlah pihak mendapatkan keuntungan dari skema tersebut, antara lain:
- PT IIM sekurang-kurangnya sebesar Rp78 miliar (Insight Investment Management).
- PT VSI sekurang-kurangnya sebesar Rp2,2 miliar (Valbury Sekuritas Indonesia).
- PT PS sekurang-kurangnya sebesar Rp102 juta (Pacific Sekuritas).
- PT SM sekurang-kurangnya sebesar Rp44 juta (Sinarmas).
Selain itu, sejumlah pihak lain yang terafiliasi dengan Kosasih dan Ekiawan juga diduga menerima keuntungan dari kasus ini.
KPK memastikan akan terus mendalami kasus ini untuk memulihkan kerugian negara serta menindak tegas pihak-pihak yang terlibat, termasuk mengembangkan kasus ini ke tindak pidana pencucian uang (TPPU) maupun penetapan tersangka korporasi. (wol/inilah/mrz/d1)
Discussion about this post