RANTAUPRAPAT, Waspada.co.id – Banyak persoalan yang muncul, mulai dari dugaan pembelian ebook ilegal, kualitas perangkat, serta adanya dua fitur yang belum selesai dikerjakan, seharusnya ‘membuka mata’ aparat penegak hukum untuk segera menyelidiki pengadaan spod baca digital senilai Rp816 juta yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU) Perpustakaan Labuhanbatu tahun anggaran 2024.
Hal itu disampaikan langsung oleh Koordinator Koalisi Independen Anti Mafia Terstruktur (KIAMaT) Bung Ishak, kepada wartawan, Senin (17/2) di Kota Rantauprapat.
Menurut Ishak, surat terbuka Tere Liye di akun Instagram tereliyewriter 26 Oktober 2024 lalu yang menuding aplikasi spod baca digital milik Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Labuhanbatu telah memposting ebook miliknya tanpa izin, yang selanjutnya dibagikan tokoh pemuda Muhammad Riduan, tidak ada kaitannya dengan politik.
Ishak menangkap poin penting dalam surat Tere Liye yang ditujukan kepada Dinas Perpustakaan Labuhanbatu itu, adalah dugaan pembelian ebook ilegal yang menggunakan uang negara.
“Tega sekali duit APBN/APBD dipakai buat beli ebook ilegal pula’. Begitu isi suratnya, dan itu merupakan poin penting yang saya tangkap. Jadi saya tidak sependapat jika ada yang menarik atau mengaitkan persoalan ini ke ranah politik Pilkada Labuhanbatu,” katanya.
Menanggapi pernyataan penyedia PT Maxima Indietech Media (MIM) melalui Humas, yang mengatakan ebook Tere Liye tidak pernah masuk dalam aplikasi dan hanya digunakan sebagai prototype untuk menggaungkan spod baca digital, Ishak mengaku meragukan kebenarannya.
Alasannya, sambung Ishak, dalam suratnya Tere Liye jelas menyebut ebook miliknya diposting di aplikasi tanpa izin, dan meminta agar ebook itu segera dihapus. Bahkan, sampai saat ini surat itu belum dihapus dari akun Instagram tereliyewriter.
“Saya tetap berpegang pada surat Tere Liye yang mengatakan bahwa ebook miliknya diposting tanpa izin, alias maling alias ilegal, dan dia minta agar ebook itu segera dihapus. Sampai sekarang suratnya belum dihapus,” katanya.
Ishak berpendapat, jika memang tudingan Tere Liye tidak benar, seharusnya Dinas Perpustakaan Labuhanbatu melakukan upaya hukum. Sebab, tudingan di dalam surat tersebut telah mencoreng citra Pemkab Labuhanbatu.
“Jika memang tudingan itu tidak benar, seharusnya lakukan upaya hukum, karena tudingan itu telah mencoreng citra Pemkab Labuhanbatu,” kata Ishak.
Tentang pernyataan Humas PT MIM, yang menggaungkan spod baca digital di tengah masyarakat, Ishak menilai pernyataan itu tidak berbanding lurus dengan kenyataan atau hasilnya. Sebab, sood baca digital yang diresmikan 23 September 2024 lalu, sampai saat ini hanya digunakan 2025 pengguna.
Padahal, ungkap Ishak, perangkat spod baca itu sudah disebar di 72 titik yaitu di SMP se-Kabupaten Labuhanbatu, di beberapa kantor instansi pemerintah dan pusat-pusat perbelanjaan di Kota Rantauprapat.
“Katanya mau menggaungkan spod baca digital. Jumlah peserta didik di SMP saja itu sudah puluhan ribu orang. Lalu kenapa pengguna spod baca itu hanya 2025,” ungkapnya.
Ishak juga menyoroti soal perangkat spod baca yang sudah mulai rusak, padahal baru sebulan dipajang di Swalayan Berastagi Rantauprapat. Ishak menduga, pembuatan perangkat spod baca tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang telah ditentukan.
“Kalau satu bulan sudah mulai rusak, ya mungkin saja pembuatan perangkat itu diduga tidak sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan,” jelasnya.
Terakhir Ishak menyoal adanya dua fitur di aplikasi spod baca digital yang tidak bisa digunakan karena belum selesai dikerjakan. Ishak berpendapat, jika memang fitur itu tidak termasuk dalam kontrak pengadaan, maka seharusnya fitur tersebut tidak muncul di aplikasi.
“Harus digaris bawahi, fitur PodPad dan fitur Komunitas itu ada di dalam aplikasi, tapi tidak bisa digunakan. Kalau memang dua fitur itu tidak ada dalam kontrak sebagaimana kata Bu Faoma selaku PPTK, kenapa dua fitur itu ada di aplikasi,” ucapnya.
Ishak menegaskan, pengadaan spod baca digital itu pantas diselidiki oleh aparat penegak hukum sekaligus memeriksa pejabat terkait serta penyedia. Sebab, proyek literasi yang katanya bertujuan meningkatkan minat baca untuk mencerdaskan anak bangsa, justru ternoda dengan dugaan pembelian ebook ilegal dan persoalan kualitas yang berpotensi atau patut diduga merugikan keuangan negara.
“Persoalan yang terjadi pada pengadaan spod baca digital itu patut diduga merugikan keuangan negara. Aparat penegak hukum jangan tutup mata. Proyek ini layak untuk diselidiki. Periksa itu pejabat terkait seperti kepala dinas, PPTK serta penyedianya,” tegas Ishak.
Sementara itu, wartawan telah dua kali meminta konfirmasi dari Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Labuhanbatu, Asnita Rehulina, melalui pesan WhatsApp.
Namun berbeda dengan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Faoma Dachi, yang selalu respon menyahuti konfirmasi wartawan, Kadis Perpustakaan Labuhanbatu itu tidak menanggapi konfirmasi yang dilayangkan.(wol/ndi/d2)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post