JAKARTA, Waspada.co.id – Kuasa hukum Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto, Febri Diansyah, menilai surat dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak konsisten dalam menguraikan peristiwa suap pergantian antar waktu (PAW) di KPU.
Febri menjelaskan bahwa dalam dakwaan sebelumnya terhadap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan kawan-kawan, yang telah berkekuatan hukum tetap, disebutkan bahwa sumber uang suap Rp400 juta berasal dari Harun Masiku.
Namun, dalam surat dakwaan terhadap Hasto, sumber uang suap tersebut justru disebut berasal dari Hasto.
“Pada dakwaan tadi kita dengar, itu diubah. Diubah sedemikian rupa sehingga seolah-olah Rp400 juta itu berasal dari Pak Hasto,” ujar Febri usai sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (14/3).
Febri mempertanyakan perubahan narasi dalam dakwaan yang dibuat oleh jaksa. Ia pun meragukan kredibilitas surat dakwaan tersebut.
“Bagaimana mungkin KPK yang sama, lembaga yang sama, membuat dua dakwaan dengan fakta uraian yang bertolak belakang?” ucapnya.
Sebelumnya, Hasto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa perintangan penyidikan, sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Jaksa menyebut Hasto berperan dalam memerintahkan Harun Masiku untuk menenggelamkan ponselnya saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2020 serta memerintahkan Kusnadi untuk membuang ponselnya.
Selain itu, Hasto juga didakwa terlibat dalam pemberian suap kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Suap tersebut diberikan bersama-sama oleh advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio.
Suap senilai Rp600 juta itu diberikan sebagai bentuk kesepakatan agar Harun Masiku dapat ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 melalui mekanisme PAW.
Menurut jaksa, perbuatan Hasto merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP. (wol/inilah/man/d2)
Discussion about this post