MEDAN, Waspada.co.id – Sudah hampir 2 tahun lamanya, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) belum juga memproses mantan Bupati Samosir Rapidin Simbolon dalam kasus dugaan korupsi dana Covid-19.
Padahal, semenjak dilaporkannya Rapidin ke Kejati Sumut pada tahun 2022 lalu, banyak elemen masyarakat dan juga mahasiswa yang ikut mendesak agar Kejati Sumut segera memeriksa dan menangkap Rapidin Simbolon.
Apalagi, dari pertimbangan Mahkamah Agung (MA) pada kasasi terdakwa Jabiat Sagala (59) mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Samosir dengan Nomor putusan: 439 K/Pid.Sus/2023 pada halaman 61 huruf a dan b menyebutkan bahwa Rapidin Simbolon diduga menikmati dana Covid-19 saat menjabat sebagai Bupati Samosir periode 2016-2021.
Namun semua desakan dan laporan itu tidak digubris oleh Kejati Sumut. Terbukti, sampai saat ini Rapidin Simbolon belum juga diperiksa dan diproses hukum.
Mirisnya lagi, saat dikonfirmasi Waspada Online, Selasa (19/3), Kajati Sumut Idianto enggan berkomentar dan tidak mau menjelaskan sampai sejauh mana kasus korupsi yang menyebut-nyebut nama Rapidin Simbolon tersebut, hingga berita ini diterbitkan.
Sementara sebelumnya, kasus ini terkuak ketika Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Samosir Nonaktif, Drs Jabiat Sagala (59) secara resmi melaporkan mantan Bupati Samosir, Rapidin Simbolon ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), Selasa (30/8/2022) lalu.
Melalui penasehat hukumnya, Parulian Siregar SH MH, menjelaskan dasar laporan mereka adalah ketidakadilan kliennya harus ‘ditumbalkan’ oleh Rapidin Simbolon hingga diputus 1 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Medan, 18 Agustus 2022 lalu dan saat ini masih dalam proses banding di Pengadilan Tinggi (PT) Medan.
“Klien kami sangat keberatan kenapa hanya dia (Jabiat Sagala) saja yang menjadi tersangka dan diadili menjadi terdakwa, padahal kebijakan status Siaga Darurat Covid-19 itu adalah kewenangan mutlak bupati,” tegas Parulian.
Dijelaskan Parulian, dalam dakwaan jelas menyebutkan perkara ini merupakan kebijakan yang salah, karena status siaga darurat itu memang belum saatnya dilakukan sebab belum ada warga Kabupaten Samosir yang terpapar positif Covid-19.
“Ini kan jelas kewenangan Bupati Samosir Rapidin Simbolon pada saat itu sebagai kepala daerah dan klien kami patuh menjalan instruksi bupati, nah jadi kenapa bupati malah tidak menjadi tersangka dan berujung ke klien kami, kan sama saja namanya ini ditumbalkan,” tegas Parulian.
Selanjutnya, kasus dugaan korupsi inipun menjadi kuat ketika Mahkamah Agung (MA) dalam pertimbangan putusan kasasi terdakwa Jabiat Sagala (59) mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Samosir menyatakan Ketua PDIP Sumut Rapidin Simbolon terbukti memanfaatkan dan menikmati Dana Covid-19 saat menjabat sebagai Bupati Samosir periode 2016-2021.
Menindaklanjuti putusan MA tersebut, para penggiat anti korupsi di Indonesia khususnya Sumatera Utara (Sumut) mulai dari Mahasiswa, LSM, Praktisi Hukum membuat laporan pengaduan masyarakat (dumas) dan melaporkan Rapidin Simbolon ke Kejati Sumut dan ke KPK.
Salah satunya Aliansi Mahasiswa Sumatera Utara Bersatu yang sempat menggelar demo di kantor Kejati Sumut dengan membawa keranda mayat sebagai bentuk kekecewaan atas matinya penegak hukum di Kejati Sumut.
Bahkan para mahasiswa juga membakar ban dan membawa spanduk bertuliskan ‘Kajati Sumut Mandul Total Sama Rapidin’. (wol/ryp/d1)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post