SIBUHUAN, Waspada.co.id – Puluhan massa yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Desa (AMD) menggelar unjuk rasa di depan Pengadilan Negeri Sibuhuan, Kabupaten Padanglawas.
Unjuk rasa itu dilakukan bertujuan untuk meminta PN Sibuhuan segera menahan terdakwa Sekkeus yang didakwa melakukan tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan meminta agar dihukum lebih tinggi dari tuntutan jaksa.
Namun para demonstran menjadi heran dan terkejut atas tanggapan Ketua PN Sibuhuan yang menyatakan kalau sidang pembacaan putusan sudah selesai dilaksanakan pada 20 Maret 2024 lalu bersamaan Pembacaan putusan bersamaan dihari yang sama dengan pembacaan tanggapan jaksa atas pledoi Terdakwa.
Karena itu, Kordinator aksi Paul J J Tambunan mengatakan kalau korban KDRT sangat tidak mendapatkan rasa keadilan dalam kasus yang dialaminya. Apalagi, terdakwa tidak pernah ditahan semenjak kasus ini ditangani kepolisian, kejaksaan hingga ke pengadilan Negeri Sibuhuan.
“Dengan tidak ditahannya terdakwa yang telah diduga melakukan tindakan kekerasan dalam Rumah Tangga dan diancam dengan Pasal 44 ayat 1 dengan ancaman Pidana paling lama 5 Tahun jelas telah mengangkangi pasal 21 ayat 4 KUHAP,” tegasnya.
“Padahal saat ini status korban juga sebagai Tersangka di Polres Padang Lawas dengan tuduhan Pasal 44 ayat 4 UU PKDRT dengan ancaman 4 bulan dan berkas penyidikannya sudah 6 kali dikembalikan jaksa kepada penyidik,” tambah Paul.
Selain itu, kata koordinator aksi Paul J J Tambunan, pembacaan putusan yang digelar pada 20 Maret lalu terkesan dipaksakan. Apalagi, korban berinisial JM tidak diberitahukan sama sekali oleh jaksa penuntut umum maupun majelis hakim yang menyidangkan perkara tersebut.
“Pembacaan putusan ini terkesan dipaksakan, apa lagi putusan yang dibacakan hanya menghukum Terdakwa dengan pidana penjara bersyarat Pidana penjara waktu tertentu 6 bulan,” tegasnya kepada Waspada Online, Sabtu (23/3).
Paul kembali menilai putusan ini tidak memberikan keadilan bagi korban KDRT dan pembacaan putusan dalam perkara ini terkesan terburu-buru dan seperti dadakan.
Karena itu, para massa aksi meminta agar Komisi Yudisial RI, Ketua Mahkamah Agung RI, Wakil Ketua MA RI Bidang Yudisial, Wakil Ketua Mahkamah Agung RI Bidang Non Yudisial, Kepala Badan Pengawasan Mahkamah Agung RI, dan Pengadilan Tinggi agar memeriksa Hakim yang menyidangkan perkara ini.
“Kita meminta agar hakim yang memeriksa perkara segera diperiksa karena vonis ini sangat janggal dan tidak memberikan rasa keadilan bagi korban,” pungkasnya.
Sementara, saat dikonfirmasi Waspada Online, Ketua Majelis Hakim Dharma Putra Simbolon yang juga merupakan wakil Ketua PN Sibuhuan tidak menjawab konfirmasi sampai berita ini diterbitkan. (wol/ryp/d1)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post