RANTAUPRAPAT, Waspada.co.id – Kepala Desa Emplasmen Aek Nabara, Kecamatan Bilah Hulu, Labuhanbatu, Sardi, mengatakan siap menjadi yang pertama masuk sebagai desa anti korupsi. Namun, Sardi mengaku hal itu sangat sulit diwujudkan, karena banyaknya pengutipan yang menurutnya aneh dan tidak jelas.
“Ini ada lagi desa anti korupsi. Mau kali aku. Aku lah yang pertama-tama, yang banyakan persyaratan nya, gak mungkin kita ngikuti kayak gitu regulasinya, susahnya gak tanggung. Maunya kan dipermudah lah, tapi jangan ada pengutipan, ada aja pengeluaran yang aneh-aneh gak jelas,” ungkapnya ketika dikonfirmasi di kantornya, Rabu (31/7).
Menurut Sardi, tentang pengeluaran untuk membiayai pengutipan yang aneh-aneh dan tidak jelas itu, sudah bukan menjadi rahasia umum lagi. Sebab, kata Sardi, hal itu pastinya sudah didengar oleh banyak orang.
“Ye, kok gak tau. Gak usah pala ditanya aku, pasti pernah dengar,” jawabnya saat ditanya tentang pengutipan yang dia maksud.
Begitu juga ketika ditanyakan siapa pihak yang melakukan pengutipan, sehingga mengakibatkan ada pengeluaran dana desa yang tidak jelas itu, Sardi mengatakan yakin wartawan sudah pasti mengetahuinya.
“Yah, sudah tahulah itu. Aku makanya satu-satunya kades yang kurang banyak ada kawan kades. Karena gak pernah ikut. Gak mau ikut yang aneh-aneh,” katanya.
Kata Sardi, dia merupakan kepala desa yang paling banyak melakukan penyelamatan uang negara. Dia menyebut tidak pernah ikut kegiatan bimbingan teknis (bimtek) seperti ke Pulau Bali, Yogyakarta maupun ke Lombok.
“Paling banyak menyelamatkan uang desa ini aku. Bimtek pun gak pernah aku ikut, orang itu kemana coba, ke Bali, Yogya, Lombok. Semua kemana aku gak pernah ikut,” katanya.
Sardi merasa bahwa Bimtek ke tempat yang dia sebutkan itu merupakan agenda yang tidak penting. Menurutnya, pelaksanaan Bimtek cuma untuk jalan-jalan dan menghamburkan uang desa saja, tanpa ada manfaat yang diperoleh.
“Untuk apa kesana cuma jalan-jalan. Bukan ada ilmunya, Ilmunya cari aja disini bisa,” ucapnya.
Selain itu, Sardi juga mengeluhkan sulitnya mengurus pencairan Dana Desa (DD) yang bersumber APBN dan Alokasi Dana Desa (ADD) dari APBD Kabupaten yang merupakan sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa).
Bahkan, jelas Sardi, untuk ADD yang bersumber dari APBD Kabupaten saja, hingga saat ini tidak kunjung cair, dan belum diterima oleh pemerintah desa. Dia mengaku heran kenapa ADD belum dicairkan, padahal ini sudah memasuki bulan Agustus 2024.
“Ini heran, tahun-tahun sekarang ini agak susah kita. Kalau dulu gak, uda memang waktunya, bulan sekian keluar. Kalau sekarang itu syaratnya ada saja. Kadang ada perubahan apa kek, ADD sampai sekarang belum. Sudah setengah tahun belum dibagi,” jelasnya.
Sardi berpendapat, bahwa kesulitan dalam proses pencairan Alokasi Dana Desa (ADD) itu bukan berasal dari pemerintah pusat, melainkan dari pemerintah kabupaten. Dia mengeluh lambatnya proses pencairan anggaran dari kabupaten.
“Kita urusan gitu-gitu kabupaten itu. Kalau dari pusat kayaknya pasti sudah selesai. Memang kita heran. Mau menyelesaikan itu pasti ada aja yang harus diselesaikan. Sudah diselesaikan, nunggu lagi. Harus semua selesai baru dicairkan,” tutupnya. (wol/ndi)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post