PARLILITAN, Waspada.co.id – Awan kelabu menyelimuti Dusun Ambalo Desa Sion Sibulbulon Kecamatan Parlilitan, Kabupaten Humbang Hasundutan. Bukan karena hujan semata, melainkan kekhawatiran mendalam akan potensi bencana yang mengintai, banjir bandang yang dikhawatirkan akan menerjang wilayah itu dan situs bersejarah makam Pahlawan Nasional Raja Sisingamangaraja XII.
Kabar mengejutkan ini menyebar cepat, memantik keprihatinan luas dari masyarakat hingga pejabat daerah dan Pusat. Makam tokoh perjuangan Batak yang menjadi simbol perlawanan terhadap penjajahan kolonial Belanda, kini terancam rusak dugaan kuat akibat pembalakan yang membabi-buta dan liar di kawasan hulu Kecamatan Parliltan dan Kecamatan Tarabintang.
“Kemarin, tim saya sudah turun langsung ke Parlilitan. Hari ini saya akan menyusul, membawa drone untuk memetakan kerusakan yang terjadi, termasuk kerusakan jalan dan dampaknya terhadap masyarakat,” ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sumatera Utara, Yuliani Siregar, dengan nada tegas, Kamis (10/4) kemarin.

Yuliani menjelaskan, berdasarkan surat Direktorat Iuran dan Penatausahaan Hasil Hutan (Nomor: S.209/IPHH/HPL.4.1/B/3/2025), pemerintah daerah memiliki kewenangan penuh untuk mengendalikan aktivitas di lahan yang telah dibebaskan hak atas tanahnya.
“Saya tegaskan, ini kewenangan Pemda. Bukan pada Balai Pengelolaan Hutan Lestari. Pemda harus membatasi aktivitas pemanfaatan kayu yang melanggar aturan,” katanya lagi.
Rapat darurat yang digelar di ruang Sekretaris Daerah Humbahas pada, Kamis (10/4), pun menghasilkan keputusan penting: pembentukan tim khusus yang melibatkan aparat penegak hukum. Tim ini akan menyisir setiap dokumen legalitas lahan, mulai dari SKT hingga PHAT.
“Jika ditemukan pelanggaran administratif, kami tak segan memproses secara hukum. Ini bukan sekadar soal aturan, ini tentang keselamatan masyarakat dan kehormatan leluhur,” tegas Yuliani.
Bupati Humbahas, Oloan Paniaran Nababan, yang memimpin langsung rapat tersebut, menegaskan komitmen pemerintah daerah untuk melindungi lingkungan dan warisan budaya.
Langkah ini mendapat dukungan luas. Tokoh agama, camat, dan kepala desa yang hadir menyatakan solidaritas mereka untuk menjaga kelestarian hutan dan menghentikan pembalakan liar yang tidak bertanggung jawab.
Sementara itu, kekhawatiran masyarakat terus meningkat. Mereka tak hanya takut kehilangan sumber mata air dan akses jalan, tapi juga takut kehilangan jejak sejarah yang selama ini dijaga dengan penuh hormat.
Jika makam Sisingamangaraja XII saja bisa terancam, apalagi nasib desa-desa kecil di sekitarnya? Pertanyaan itu kini menggantung di langit kelabu Parlilitan fan Tarabintang menunggu jawaban dari tindakan nyata.
Sebelumnya, keprihatinan terhadap hancurnya hutan bukan hanya datang dari warga sekitar, tetapi juga dari HKBP sebagai lembaga gereja terbesar di Sumatera Utara.
“Atas nama umat HKBP, kami menolak segala bentuk perusakan hutan! Alam bukan hanya milik kita, tetapi juga warisan bagi anak cucu. Jika kita biarkan ini terjadi, kita sedang menggali kuburan sendiri,” ungkap Ephorus HKBP, Pdt. Dr. Victor Tinambunan, saat bertemu dengan Yuliani baru-baru ini. (wol/acm/d2)
Editor: Rizki Palepi
Discussion about this post