MEDAN, Waspada.co.id – Geliat literasi itu tentu harus diikuti pula dengan penyediaan bahan bacaan bermutu. Mulai dari proses menulis, menyunting (editing), hingga buku tersebut layak diterbitkan.
Demikian disampaikan Kepala Balai Bahasa Provinsi Sumatera Utara, Hidayat Widiyanto, M.Hum. pada kegiatan Uji Keterbacaan Buku Cerita Anak Dwibahasa yang diselenggarakan di Hotel Four Points Medan, 22-23 Oktober 2024.
Selain untuk menyosialisasikan dan menguji tingkat keterbacaan buku bacaan literasi yang telah disusun Balai Provinsi Sumatera Utara, kegiatan ini juga bertujuan untuk memperkuat buku tersebut dari aspek materi, tampilan/grafika, susunan kalimat, penerapan kaidah Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia dan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dan penyajian gambar atau ilustrasi.
“Uji keterbacaan ini sangat penting untuk memperkuat buku sebelum sampai ke masyarakat dan dibaca anak-anak Indonesia, khususnya anak-anak Sumatera Utara,” jelas Hidayat.
“Sejak 2022, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah melaksanakan program Pencetakan dan Pengiriman Buku Pengayaan Pendukung Gerakan Literasi Nasional (GLN). Tahun 2024 sasaran penerima buku adalah 35.785 sekolah dasar (SD) di 38 provinsi,” tambahnya.
Adapun buku yang diujikan adalah 85 buku cerita anak bergambar dengan sasaran pembaca adalah siswa PAUD (prabaca 2), SD kelas 1 (pembaca dini), SD kelas 2 dan 3 (pembaca awal), dan SD kelas 4, 5, dan 6 (pembaca semenjana) . Buku bergambar hasil Bimtek Penulisan dan Penerjemahan Cerita Anak Sumatera Utara tahun 2024 ini ditulis dalam dua bahasa, bahasa Indonesia dan bahasa daerah (Melayu, Nias, Karo, Batak Toba, Angkola-Mandailing, Pesisir Tapteng, Simalungun, dan Pakpak).
Naskah cerita berbasis STEAM (Science, Technology, Engineering, Mathematics) dengan ragam tema seputar alam dan lingkungan, ekonomi kreatif, matematika, sains, dan pengembangan diri (pencegahan kekerasan terhadap anak, kesehatan mental anak, dan kepedulian akan anak berkebutuhan khusus).
Peserta uji keterbacaan ini berjumlah 70 orang yang berasal dari perwakilan guru, orang tua siswa, dan siswa. Peserta dibagi menjadi tiga kelompok yang terdiri dari kelompok guru, orang tua, dan siswa. Setiap peserta membaca buku yang dibagikan panitia.
Setelah membaca, peserta mengisi angket/instrumen uji keterbacaan berdasarkan pandangannya terhadap buku yang dibaca. Masukan dari para peserta akan menjadi bahan evaluasi untuk penyempurnaan bahan bacaan bermutu. (wol/Ari/d1)
Discussion about this post