JAKARTA, Waspada.co.id – Ketua Badan Legislasi (Baleg) Supratman Andi Agtas mengatakan, DPR telah menugaskan Baleg untuk membahas rancangan undang-undang (RUU) tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Salah satu norma yang akan diatur adalah pemilihan gubernur Jakarta.
Diketahui, dalam Pasal 10 Ayat 2 draf RUU DKJ dijelaskan, gubernur dan wakil gubernur Jakarta ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD.
“Ini (gubernur ditunjuk presiden) baru usul inisiatif DPR, kan pemerintah gimana sikapnya kan temen-teman udah tahu kalau pemerintah nggak setuju. Kan kita akan lihat bahwa nanti DPR akan mempertahankan argumentasinya terkait dengan itu dan kita belum tahu perkembangan dengan fraksi-fraksi yang lain,” ujar Supratman di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta.
Seperti diketahui, UU IKN dengan penyusunan RUU DKJ dapat menimbulkan masalah baru. Sebab dalam Pasal 41 Ayat 2 UU IKN, peraturan perundang-undangan yang mencabut status ibu kota negara dari Jakarta harus disahkan dua tahun setelah pengesahan UU IKN.
UU IKN pertama kali disahkan pada 15 Februari 2022, yang artinya RUU DKJ seharusnya disahkan setidaknya sebelum 15 Februari 2024. Jika tidak, Indonesia secara hukum memiliki dua ibu kota negara yang diatur dalam UU IKN dan UU DKI Jakarta.
“Tentu harus ada kekhususan yang lain, oleh karena itu akan kita bicarakan lagi dengan pemerintah. Saya sudah berkomunikasi dengan Mendagri sebelum ini, nah kita mungkin kalau bukan besok, lusa, kita akan raker bersama dengan pemerintah,” ujar Supratman.
Sebelumnya, Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi menjelaskan maksud pemilihan gubernur Jakarta yang diatur dalam RUU DKJ. Menurutnya, penunjukan oleh Presiden tak menghilangkan demokrasi sepenuhnya.
Dijelaskan, pemilihan gubernur oleh presiden menjembatani keinginan politik antara yang menginginkan kekhususan di Jakarta. Termasuk yang paling utama itu dalam sistem pemerintahannya.
Bahkan awalnya ada pandangan, gubernur Jakarta dipilih langsung oleh presiden tanpa meminta pendapat DPRD. Namun ada yang mengingatkan, Pasal 18a Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang menjelaskan bahwa kepala daerah otonom harus dipilih oleh rakyat.
“Pemilihan tidak langsung juga bermakna demokrasi, jadi ketika DPRD mengusulkan yaitu proses demokrasinya di situ. Sehingga tidak semuanya hilang begitu saja,” ujar Baidowi.
Di samping itu, ia juga menyinggung pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta pada 2017. Kontestasi tersebut dipandang memiliki biaya yang besar.
“Lebih baik anggaran yang besar itu digunakan untuk kesejahteraan rakyat, untuk pembangunan. Karena dengan status non-ibu kota itu nanti situasinya pasti berbeda,” ujar politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu. (wol/republika/ari/d1)
Discussion about this post