MEDAN, Waspada.co.id – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015, Bambang Widjojanto menyoroti terkait dengan netralitas aparatur sipil negara (ASN) disetiap penyelenggaraan Pemilu, termasuk di Pilkada serentak tahun 2024.
Bambang mengatakan ada tiga hal yang bakalan terjadi di Pilkada serentak tahun ini. Tidak tutup mungkin juga akan terjadi di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sumut tahun 2024 ini.
“Netralitas, politik uang, yang ketiga adalah kriminalisasi. Di semua Pemilu khusunya di Pilkada ada tiga hal yang terjadi dan ini dapat dipastikan di Sumut kemungkinan juga akan terjadi,” ucap Bambang kepada wartawan di Medan, Rabu (25/9).
Bambang menjelaskan ASN dibagi tiga, yakni ASN pegawai negeri, ASN penyelenggara, ASN aparat hukum. Ketiga ini, sangat berpotensi diduga akan terlibat bergerak dalam memenangkan salah satu paslon, yang menjadi peserta di Pilkada.
“Jadi netralitas dulu kita bahas, Ini kita lagi riset soal itu, misalnya di Sumut, penjabat itu ada yang mepromosikan, bisa saja bohir bisa juga jaringan, yang punya kepentingan-kepentingan terhadap organisasinya (atau kelompok),” ungkapnya.
Dia menambahkan, untuk Pilkada Sumut sudah ada ditempatkan ASN dijadikan Penjabat (Pj) Kepala Daerah, untuk menjalankan roda pemerintahan dan juga untuk memenangkan salah satu paslon.
“Ketika kemudian dia didukung dengan promosi itu, diakan harus membalas itu. Sehinga dia melakukan pengendalian terhadap unsur-unsur dinas. Pj itu, dipromosikan, sehingga kemudian dia bekerja untuk itu,” jelasnya.
Bambang mengungkapkan bahwa di konteks, bohir-bohir ini, adalah orang-orang yang hari ini, masih menjabat dan punya akses pada kekuasaan di Pemerintah Pusat.
“Dalam kasus Sumut ada yang khas, suka atau tidak suka, Bobby itu punya relasi dengan pak Jokowi atau pemerintah pusat. Itu fakta, sehingga kemudian bisa terjadi sinyalemen bahwa penempatan-penempatan Pj itu juga berkaitan dengan itu,” ungkapnya.
“Bohir-bohir yang selama ini jadi bagain relasi kekuaasan itu, dia menopang itu,” sambungnya.
Yang kedua, lanjut Bambang, bakal melekat di Pilkada adalah politik uang, yang menjadi sasaran kelompok dengan kondisi keuangan menengah bawah.
“Kedua itu, adalah politik uang, kenapa tadi kita bicara (Kelempok menengah kebawah), karena disitu, ditempat tempat itu akan diserbu politik uang,” jelas Bambang, yang juga melakukan riset tentang fenomena terjadi di Pemilu dan di Pilkada.
Yang ketiga, Bambang mengatakan Pilkada bakal terjadi kriminalisasi, bagi lawan politik. Sehingga, hal tersebut sangat membahayakan jalannya demokrasi di Pilkada nantinya, bila terjadi.
“Unsur-unsur desa, yang gak mau, akan dapat tekanan, jadi tadinya itu netralitas, bisa berubah jadi kriminalitas. Jadi ini berhubungan, gak bisa dipisahkan. Yang paling mengerikan itu adalah, jangan sampai penegak hukum bermain juga,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Bambang mengungkapkan dalam analisis hukumnya, bila ASN di penegak hukum sudah diduga bermain di Pilkada ini. Yang harus dilakukan melaporkan hal tersebut, kepada pihak terkait dan wewenang.
“Tidak ada pilihan lain, maka langkah yang dilakukan, harus menggunakan instrumen-instrumen yang ada di kepolisian, ada kompolnas dan propam,” pungkasnya. (wol/man/d1)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post