LANGSA, Waspada.co.id – Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72 Tahun 2024 tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil (DBH) Cukai Hasil Tembakau (CHT), yang kemudian diundangkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pada tanggal 18 oktober 2024, Berita Negara Republik Indonesia tahun 2024 Nomor 762, diatur bahwa ada tiga poin penggunaan DBH CHT oleh pemerintah daerah:
1. 50 persen Bidang Kesejahteraan Masyarakat
• Program Peningkatan Kualitas Bahan Baku
• Program Pembinaan Industri.
• Program Pembinaan Lingkungan Sosial
2. 10 persen Bidang Penegakan Hukum
• Program Pembinaan Industri
• Program Sosialisasi Ketentuan di Bidang Cukai
• Program Pemberantasan BKC Ilegal
3. 40 persen Bidang Kesehatan
• Program Pembinaan Lingkungan Sosial.
Peraturan tersebut menggantikan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 215/PMK.07 /2021 tentang Penggunaan Pemantauan dan Evaluasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1513.
Informasi tertulis dari Bea Cukai Langsa yang diterima, Jumat (22/11), Kepala Bidang Fasilitas Kepabeanan dan Cukai Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat jenderal Bea dan Cukai Aceh, Leni Rahmasari, menerangkan bahwa Dana Bagi Hasil (DBH) adalah bagian dari transfer ke daerah yang dialokasikan berdasarkan persentase atas pendapatan tertentu dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan kinerja tertentu, yang dibagikan kepada daerah penghasil dengan tujuan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pemerintah dan daerah, serta kepada daerah lain non penghasil, dalam rangka menanggulangi eksternalitas negatif atau meningkatkan pemerataan dalam satu wilayah.
“Dana Bagi Hasil cukai hasil tembakau merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah dalam menanggulangi eksternalitas negatif atau dampak kesehatan akibat konsumsi barang kena cukai hasil tembakau,” papar Leni Rahmasari.
Saat ini terdapat tiga jenis DBH perpajakan di Indonesia, di antaranya DBH Pajak Bumi dan Bangunan, DBH Pajak Penghasilan dan DBH CHT.
“Sesuai dengan amanah Undang Undang Nomor 39 tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai, bahwa DBH CHT digunakan untuk mendanai peningkatan kualitas bahan baku, pembinaan industri, pembinaan lingkungan sosial, sosialisasi ketentuan di bidang cukai, atau pemberantasan barang kena cukai ilegal,” jelas Leni.
Leni juga mengajak masyarakat untuk perangi rokok ilegal dan mengawal penerimaan cukai. Sebab penerimaan cukai dari hasil tembakau terdapat bagian yang dikembalikan kembali ke masyarakat yang besarnya telah ditentukan berdasarkan ketentuan yang berlaku melalui skema DBH CHT. Besar kecilnya DBH CHT tergantung dari penerimaan cukai hasil tembakau di daerah tersebut.
“Ada manfaat yang dapat diterima oleh masyarakat dari pengenaan cukai hasil tembakau, sehingga perlu kita kawal bersama terkait penerimaan cukai dari hasil tembakau,” ungkap Leni.
Pada kurun tiga tahun terakhir, Kanwil Bea Cukai Aceh berhasil menggagalkan upaya penyelundupan rokok ilegal ke wilayah Aceh.
“Jumlah penindakan rokok ilegal mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Kanwil Bea Cukai Aceh mencatat sebanyak 3.5 juta batang rokok ilegal digagalkan pada tahun 2022, kemudian tahun 2023 sebanyak 14,3 juta batang rokok ilegal, dan Januari sampai dengan Oktober 2024 sebanyak 21,5 juta batang rokok ilegal berhasil dicegah,” jelas Leni.
Upaya preventif dan represif, perlu terus dilakukan dalam memerangi rokok ilegal. Di samping penegakan hukum, juga perlu peran serta masyarakat dalam memerangi peredaran rokok ilegal di Indonesia. Banyaknya upaya penyelundupan rokok ilegal dapat terjadi salah satunya karena adanya permintaan konsumen di dalam negeri.
“Perlu upaya bersama dengan masyarakat untuk mengurangi rokok ilegal. Konsumsi rokok ilegal bukan hanya merusak kesehatan, akan tetapi juga sangat merugikan masyarakat karena tidak ada biaya eksternalitas yang dapat dimanfaatkan dari konsumsi rokok ilegal tersebut,” beber Leni.
Perlunya peran serta masyarakat dalam mendukung pemerintah memerangi peredaran rokok ilegal. Beberapa ciri rokok ilegal yang dapat dikenali oleh masyarakat di antaranya adalah rokok yang dilekati pita cukai palsu, tidak dilekati pita cukai, dilekati pita cukai yang bukan haknya atau salah personalisasi, dilekati pita cukai yang salah peruntukan, atau dilekati pita cukai bekas di peredaran atau tempat penjualan eceran.
“Mari bersama kita perangi rokok ilegal! Segera laporkan jika menemukan rokok ilegal ke Kantor Bea Cukai terdekat, serta tidak mengkonsumsi rokok ilegal!” pungkas Leni. (wol/rid/d1)
Editor: Rizki Palepi
Discussion about this post