BANDA ACEH, Waspada.co.id – Tokoh Perempuan Aceh, Cut Linda, angkat bicara mengenai keterlibatan perempuan dalam bursa Pilkada. Ia menekankan agar kaum perempuan tidak masuk dalam bursa Pilkada karena dianggap bertentangan dengan ajaran Al Quran.
Menurutnya, dalam sejarah Islam, tokoh-tokoh perempuan seperti Khadijah, Aisyah, dan Fatimah adalah sosok yang berdiri di samping Rasulullah SAW dalam perjuangan menyebarkan Islam, namun mereka tidak pernah mendeklarasikan diri sebagai khalifah
Cut Linda menegaskan bahwa peran perempuan dalam sejarah Islam lebih kepada mendukung perjuangan tanpa mengambil alih posisi kepemimpinan. “Meskipun Khadijah, Aisyah, dan Fatimah memiliki peran penting, mereka tidak pernah mendeklarasikan diri sebagai pemimpin politik. Ini menunjukkan bahwa dalam konteks kepemimpinan, laki-laki yang seharusnya memimpin,” jelas Cut Linda, Minggu (21/7).
Ia juga menyerukan kepada partai-partai politik di Banda Aceh untuk tidak mengusung perempuan sebagai calon pemimpin dalam Pilkada. Menurutnya, memilih perempuan sebagai pemimpin melanggar ketentuan Al Quran. “Kami meminta kepada partai politik di Banda Aceh untuk tidak memilih perempuan yang ikut diusung sebagai pemimpin karena ini melanggar ketentuan Al Quran,” tambahnya.
Cut Linda percaya bahwa masih banyak laki-laki yang layak dan mampu memimpin Banda Aceh, sehingga keterlibatan perempuan dalam posisi tersebut tidak diperlukan. “Kami percaya bahwa masih banyak laki-laki yang layak dan mampu memimpin, sehingga tidak perlu melibatkan perempuan dalam posisi tersebut,” tegasnya.
Cut Linda menekankan pentingnya perempuan untuk tunduk kepada suami dan merelakan laki-laki untuk menjadi pemimpin. “Kami harap perempuan tunduk kepada suami, relakan yang jadi pemimpin kaum laki-laki,”
Cut Linda mengimbau kepada masyarakat Banda Aceh agar tidak salah memilih pemimpin. Ia mengajak warga untuk memilih pemimpin sesuai dengan arahan ulama dan ketentuan Al Quran. “Kami himbau kepada masyarakat Banda Aceh untuk tidak salah memilih pemimpin. Pilihlah pemimpin yang dianjurkan dalam Al Quran sesuai arahan ulama,” pungkasnya.
Penjelasan Ulama Kharismatik
Berbagai dalil di dalam Al Quran maupun hadist dan kita-kitab sebagaimana diuraikan oleh ulama karismatik Aceh Abu Mudi Samalanga semakin mempertegas bahwa kepemimpinan perempuan di dalam Islam haram hukumnya.
Ulama kharismatik Aceh, Syekh Tgk H. Hasanul Basri (Abu Mudi) telah menegaskan dalam penjelasannya bahwa, “Ureung Agam yang mengurus ureung inong (lelaki yang memimpin perempuan), “Arrijalun kawwamuna ‘alannisa’. Itu jelas-jelas merupakan ayat Al Quran. Bahkan sebagaimana dijelaskan Abu Mudi sebagai ulama yang harus kita pedoman bahwa juga ditulis di dalam kitab, syarat menjadi pemimpin adalah lelaki yang merdeka, berakal, sehat badan dan segalanya. Jadi, jangan sampai karena keinginan dan hasrat kekuasaan.
Abu Mudi juga sudah menerangkan seorang perempuan yang maju sebagai pemimpin (kepala daerah) saja itu sudah berbuat dosa. “Ureung inong meunyoe kageucalon ka dipeubeut desya. Perempuan yang mencalonkan diri sebagai pemimpin ka ijak peubeut desya, karena dipeubeut beut yang han sah dikerjakan. Dipileh cit le ureung nyan ureung pilih pi salah, dosa. Dilantik, ureung lantik desya. Setelah dilantik sah dia sudah jadi pemimpin, inan lom yang masalah (perempuan kalau mencalonkan diri sebagai pemimpin sudah berbuat dosa, karena perbuatan yang dilakukan tidak sah dalam hukum agama. Dipilih juga oleh orang yang memilih juga ikut melakukan kesalahan, dosa. Dilantik, orang yang melantik ikut berdosa. Setelah dilantik dan sah jadi pemimpin, itu lebih bermasalah lagi).” (wol/alastanews/pel)
Discussion about this post