*Prof. Zainal Airifn
Waspada.co.id – Dalam sebuah artikel ditemukan pendapat bahwa diversifikasi program studi di Fakultas Dakwah untuk memenuhi kebutuhan dakwah yang semakin kompleks dan kontekstual. Menurut penulis ini adalah bukti kekeliruan tentang hakikat sesuatu itu ada pada jati dirInya. Hal ini mempertegas bahwa fakultas dakwah tidak fokus dengan dakwah. Semua ada kecuali dakwah.
Pendekatan Lintas Disiplin: Dakwah yang efektif membutuhkan pendekatan lintas disiplin, menggabungkan ilmu agama dengan ilmu sosial. Benar semua ilmu menggunakan lintas disiplin. Tapi bukan berarti kehilangan jati diri sebagai ilmu utama yang harus fokus menjadi lokus dan titik sentral.
Di Universitas Hebrew of Jerusalem, atau di Tel Aviv University di Israel yang membuka program studi Islam dan Timur Tengah, tetap berpegang syarat utama masuk harus menguasai bahasa Arab, sebagai bahasa kitab suci umat Islam: Alquran dan Hadis. Walau di dalamnya diajarkan tentang Islam dan kondisi negara-negara Islam kekinian. Yang tidak menguasai bahasa Arab, harus ikut matrikulasi.
Relevansi Digital: Dakwah harus memanfaatkan teknologi digital dan media sosial untuk menjangkau audiens yang lebih luas. Benar, tapi tanpa ilmu agama dan ilmu dakwah serta bahasa Arab yang benar dakwah digital hanya akan membingungkan umat. Karena akan banyak yang berkata tanpa ilmu.
Fleksibilitas Pendekatan: Dakwah harus adaptif terhadap perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat global. Segala bentuk pendekatan dilakukan dalam dakwah, tapi inti utama dakwah mengajak ke jalan Islam yang benar tetap memerlukan ilmu agama dan ilmu dakwah. Sebagaimana seseorang tidak cukup hanya berbekal semangat menolong lalu membedah orang, tanpa ilmu bedah yang dipelajari di fakultas Kedokteran.
Profesionalisme Dai: Kompetensi dai tidak hanya ditentukan oleh gelar akademis, tetapi juga oleh pengalaman dan keterampilan. Tanpa gelar akademis, ilmu pengetahuan akan rusak. Gelar akademis adalah sesuatu yang utama. Jika dokter kesehatan boleh diangkat dari alumni fakultas dakwah yang berpengalaman dan memiliki ketrampilan mengobati, maka dunia kedokteran akan rusak. Akan banyak manusia yang berfatwa di luar bidang ahlinya.
Harapan vs Kenyataan: Memang ada jarak antara harapan dan kenyataan. Tidak semua lulusan Fakultas Dakwah akan menjadi dai secara penuh waktu, tapi sedihnya, mereka juga tidak menjadi dai di separuh waktu. Pengalaman penulis yang menjadi mengajar di FDK, menyimpulkan bahwa alumni fakultas Dakwah paling sedikit terjun ke dunia dakwah dalam arti ceramah dan dalam arti yang lebih luas, bergerak di bidang yang terkait dengan dakwah.
“Bahwa input di Fakultas Dakwah di UIN, termasuk UIN Semarang, yang tidak berlatar belakang agama tapi umum, sangat berat menerima bekal agama yang luas, sehingga memungkinkan lulusan FDK berkontribusi dalam berbagai bidang yang relevan dengan nilai-nilai Islam,” kata salah seorang calon guru besar, saat penulis uji di ujian kompetensi di Semarang baru-baru ini.
Bagaimana lulusan SMA yang tidak bisa membaca Alquran, kuliah di FDK, tamat akan bisa menyampaikan pesan dakwah dengan baik dan benar. Dalam pembelajaran kekinian yang mengejar metode penelitian, scopus adalah hal yang lebih penting, bagaimana isi dakwah dikuasai dengan baik dan benar?
Definisi Dai: Siapa sebenarnya seorang dai? Apakah harus seorang yang berceramah di atas mimbar? Atau bisa juga seorang profesional yang mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam pekerjaannya sehari-hari? Definisi dai perlu diperluas. Benar, dai itu artinya sangat luas, tapi tidak menghilangkan potensi dai utama sebagai penceramah di atas mimbar, pengisi khutbah jumat yang handal. Jika lahan utama ini diberikan terbuka kepada siapa saja yang mau, rusaklah nilai dakwah. Untuk itu sertifikasi dai menjadi penting, agar tidak berceramah dengan semangat ilmu yang dangkal. Setiap ilmu ada orangnya.
Peran Fakultas Dakwah: Fakultas Dakwah memiliki peran penting dalam membentuk karakter dan wawasan para lulusannya, namun secara empiris di lapangan tidak bisa menjamin bahwa semua lulusan akan memilih jalur dakwah secara penuh waktu atau bahkan separuh waktu. Itu karena fakultas dakwah tidak menyiapkan bekal dakwah secara khusus untuk alumninya, bagaikan di Timur Tengah. Di FDK semua bisa menjadi, kecuali menjadi dai. Berbeda dengan fakultas kedokteran, fakultas pendidikan atau fakultas teknik. Alumninya disiapkan sesuai dengan keahliannya, walau tidak semua. Di FDK semua ada, kecuali dakwah. Sayang hal ini ditolerir atas dasar lintas ilmu. Padahal di pendidikan, walau ada lintas ilmu, tetap saja, fakultas pendidikan alumninya dominan menjadi guru.
Tantangan Dakwah Modern: Fakultas Dakwah perlu mempersiapkan lulusannya untuk menghadapi tantangan kebodohan para dai tentang ilmu agama yang merupakan sumber dakwah. Adapun Dakwah di era modern yang menghadapi tantangan yang kompleks, seperti pluralisme, globalisasi, dan perkembangan teknologi adalah bumbu yang bisa diantisipasi dengan benar jika ilmu agamanya benar. Tanpa ilmu agama, dakwah hanya kebanyakan teori dan alat, tanpa isi yang benar.
Pertanyaan yang lebih penting: Bagaimana kita dapat meningkatkan kualitas lulusan Fakultas Dakwah agar lebih siap menghadapi tantangan dakwah di era modern dengan ilmu agama yang dianggap tidak penting? Bagaimana peran alumni Fakultas Dakwah dalam mengembangkan almamater dan memperkuat jaringan dakwah? Bagaimana Fakultas Dakwah dapat menjalin kerjasama dengan lembaga-lembaga lain, baik pemerintah maupun swasta, untuk memperkuat dakwah? Bagaimana teknologi digital dapat dimanfaatkan secara efektif untuk mendukung kegiatan dakwah? Apakah kurikulum di Fakultas Dakwah sudah relevan dengan kebutuhan zaman? Evaluasi dan pembaruan kurikulum secara berkala sangat penting.
Kesimpulan:
Harapannya, artikel ini memberikan perspektif yang menarik dan membuka ruang untuk diskusi lebih lanjut mengenai peran Fakultas Dakwah dalam konteks dunia modern. Meskipun ada jarak antara harapan dan kenyataan, Fakultas Dakwah dipertanyakan apakah sudah memiliki potensi besar untuk mencetak lulusan yang berkualitas di bidang dakwah dan berkontribusi dalam membangun masyarakat yang lebih baik? Tanpa ilmu agama, dakwah hanya kenangan dan angan-angan.
*Ka Prodi S3 KPI FDK
Discussion about this post