Waspada.co.id – Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) disimpulkan sebagai satu hal perbuatan yang diperbuat seseorang maupun beberapa terhadap orang lain, perbuatan tersebut mengakibatkan korban menderita secara fisik baik itu seksual maupun psikologis termasuk pula ancaman tindakan esekutif yang melampaui batas, pemaksaan, perampasan kebebasan dengan semena-mena ataupun tindakan kekerasan ekonomi yang terjadi dalam ranah rumah tangga.
KDRT ternyata juga mempunyai pengaruh yang sangat rentan akan korban salah satunya mempunyai dampak bagi kesehatan metal. Kesehatan mental adalah suasana seseorang ketika terlindungi dari beragam bentuk gejala gangguan mental yang dapat dikatakan sehat secara mental iyalah dimana seorang individu dapat menjalani kehidupannya secara normal terkhusus saat mengalami suatu masalah yang akan dialami selama hidup individu tersebut, salah satunya dapat ditandai dengan kemampuan individu dalam mengatasi stress.
Oleh sebab itu upaya pemerintah untuk membantu korban KDRT sebagaimana yang tertuang dalam pasal 2 ayat (2) peraturan pemerintah Nomor 4 Tahun 2006 tentang penyelenggaraan dan kerja sama pemulihan korban kekerasan dalam rumah tanga. Pasal ini menjelaskan, pemerintah memiliki beberapa fasilitas yang dapat diberikan oleh lembaga pemerintah diantaranya mencakup ruang pelayanan khusus di jajaran kepolisian, tenaga ahli profesioanal, pusat pelayanan rumah aman, serta saran prasarana lain demi pemulihan korban.
Anak yang menyaksikan kekerasan berpikir sama dengan cara mendidik orang tuanya karena mereka merasa telah terbisa akan kekerasan orang tua kepada anak. Sewaktu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, anak juga beresiko dianiaya. Belajar terhadap penganiayan istri juga mengungkapkan bahwa hampir 25% dari anak mereka juga terkena penganiayan fisik, dan separuhnya terkena penganiayan verbal saat beradadi kamar yang sama. Oleh kerana itu anak-anak yang tinggal dalam ruang lingkup keluarga yang mengalami KDRT memiliki resiko yang tinggi sehingga mengalami penelantaran anak, menjadi korban penganiayan secara langsung dan juga resiko untuk kehilangan orang tua yang bertindak sebagai suri tauladan mereka.
Anak sering kali mengaku dan merasa lelah dengan peristiwa yang terjadi di rumah yang di sebabkan oleh pertengkaran orang tua. Gambaran orang tua yang memiliki tugas menjaga dan merawat anak dengan penuh perhatian didapatkan oleh anak-anak yang terdapat kekerasan dalam rumah tangga. Anak-anak yang menangkap kegagalan pola perilaku orang dewasa yang tidak seharusnya dilakukan dan menciptakan kemampuan otak untuk menyimpan di alam bawah sadar mereka.
Ketika peristiwa yang dialami oleh seorang anak disebabkan oleh kekerasan rumah tangga yang berdampak pada perkembangan mental anak, menjelaskan bahwasanya dampak negatif dari kekerasan rumah tangga ini mempunyai pandangan sama dalam bentuk trauma mental untuk anak-anak yang pada akhirnya menimbulkan proses yang keliru terhadap kekerasan, dan beranggapan bahwasanya satu-satunya cara mengangani permasalahan adalah kekerasan. Oleh sebab itu saat anak yang terkena kekerasan tumbuh dewasa memiliki rasa bahwa orang tuanya bukanlah orang tua yang baik. Beberapa anak yang terkena kekerasan rumah tangga merasa takut, lelah dan bosan dalam menghadapi kondisi dalam keluarganya setiap waktu.
Anak yang menyaksikan kekerasan berpikir sama dengan cara mendidik orang tuanya karena mereka merasa telah terbisa akan kekerasan orang tua kepada anak. Sewaktu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, anak juga beresiko dianiaya. Belajar terhadap penganiayan istri juga mengungkapkan bahwa hampir 25% dari anak mereka juga terkenapenganiayan fisik, dan separuhnya terkena penganiayan verbal saat beradadi kamar yang sama. Oleh kerana itu anak-anak yang tinggal dalam ruang lingkup keluarga yang mengalami KDRT memiliki resiko yang tinggi sehingga mengalami penelantaran anak, menjadi korban penganiayan secara langsung dan juga resiko untuk kehilangan orang tua yang bertindak sebagai suri tauladan mereka.
Saya rasa, perbedaan sikap anak-anak yang menjadi korban tidak langsung dari KDRT ini dikarenakan anak yang seharusnya mendapatkan hak-haknya, justru harus kehilangan masa kecil mereka karena adanya KDRT. Masa kecil yang seharusnya jadi usia emas anak untuk berkembang dan mengeksplor diri lebih luas malah meninggalkan trauma dan mempengaruhi cara mereka berpikir dan bersikap. Anak-anak ini biasanya kehilangan semangat untuk belajar dan cenderung suka memberontak sebagai dampak psikologis yang mereka dapatkan dari KDRT baik yang mereka lihat atau rasakan secara langsung.
Mirisnya, hal ini tidak hanya mempengaruhi masa kecil mereka tapi juga berdampak jangka panjang hingga mereka dewasa. Anak-anak dalam lingkup keluarga KDRT sebenarnya membutuhkan perhatian lebih, khususnya saat pembelajaran di dalam kelas. Mereka akan merasa lebih semangat saat kita mengapresiasi hal-hal kecil yang berhasil mereka lakukan. Membentak atau tindakan implusif lain yang cenderung kasar hanya akan membuat mereka semakin jauh dan sulit terjangkau.
*Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN
Discussion about this post