JAKARTA, Waspada.co.id – Tim Hukum Nasional (THN) Timnas Anies-Muhaimin (AMIN) menyampaikan telah menyiapkan lurah hingga aparatur sipil negara atau ASN sebagai saksi untuk memberikan keterangan dalam persidangan sengketa Pemilu 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Namun demikian, Tim Hukum Timnas AMIN belum membeberkan terkait identitas saksi lurah dan ASN yang dimaksud.
Wakil Tim Hukum Timnas Amin, Sugito Atmo Prawiro, memastikan bahwa pihaknya akan membuktikan adanya kecurangan dalam kontestasi Pilpres 2024.
Karena itu, Sugito menambahkan, pihaknya menuntut agar dilakukan pemilu ulang tanpa melibatkan anak Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta.
“Saksi di antaranya ada masyarakat biasa, lurah, ada beberapa ASN. Saksi sudah dikumpulkan,” kata Sugito dikutip dari Tribunnews.com pada Sabtu (23/3).
Sugito mengeklaim bahwa Tim Hukum AMIN sebetulnya memiliki banyak saksi yang dapat dihadirkan dalam persidangan sengketa pilpres di MK.
Namun, mereka tak bisa dihadirkan semua untuk memberikan keterangan karena terbentur oleh batas jumlah maksimal soal saksi yang boleh diajukan ke MK.
Karena itu, kata dia, nantinya Tim AMIN akan memilah saksi-saksi mana saja yang patut untuk dibawa ke MK untuk didengarkan keterangannya.
“Banyak, banyak. Cuma di MK dibatasi paling maksimal bisa delapan sampai 10 orang, karena waktunya terbatas kan. Dua minggu setelah itu harus putus,” kata Sugito.
Seperti diketahui, Timnas AMIN telah mengajukan gugatan terhadap hasil Pilpres 2024 ke MK pada Kamis (21/3).
Permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan telah terdaftar dengan nomor: 01-01/AP3-PRES/Pan.MK/03/2024.
Ketua Timnas AMIN Ari Yusuf Amir mengatakan bundel permohonan yang terdiri atas ratusan halaman itu memuat sejumlah pelanggaran seperti keterlibatan aparat dan pengerahan kepala desa dalam Pilpres 2024.
Ari juga mengatakan, salah satu permohonan dalam gugatan yakni pemungutan suara pilpres diulang tanpa keikutsertaan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Menurut Ari, hal ini untuk menghindari adanya cawe-cawe Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
“Banyak sekali di dalam sini, tentang bagaimana keterlibatan aparat, menggunakan anggaran negara, permainan kepala desa, pengaturan angka-angka, kita jelaskan dalam permohonan kita,” kata Ari di Gedung MK, Jakarta, Kamis (21/3). (wol/kompast/ryp/d1)
Discussion about this post