MEDAN, Waspada.co.id – Puluhan massa yang tergabung dari Aliansi Masyarakat Anti Kriminalisasi (AMAK) menggeruduk Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), Kamis (30/5).
Dalam orasinya, massa menyoroti persoalan hukum di Kejaksaan Negeri (Kejari) Labuhanbatu Selatan (Labusel), yang dinilai ugal-ugalan dalam proses penegakan hukum yang tidak sesuai, sehingga menimbulkan banyak korban.
“Berdasarkan informasi serta hasil investigasi kami di lapangan Kejari Labuhanbatu Selatan diduga patuh dengan penguasa sehingga menimbulkan kebijakan yang merugikan sepihak,” kata Koordinator Aksi Rasyid Habibi Daulay.
Menurutnya, banyak kejanggalan proses penyelidikan dan penyidikan serta penetapan tersangka yang dilakukan oleh pihak Kejari Labusel. Kuat dugaan bahwa proses penanganannya sarat kolusi dengan penguasa setempat dan terkesan memaksakan hukuman pidana terhadap pihak yang dianggap lawan politik atau tidak searah dengan penguasa.
“Yang mana kasus tersebut diduga pesanan dari oknum pejabat Labusel. Hal ini terbukti bahwa kasus yang dipaksakannya penetapan tersangka atas kasus dugaan tindak pidana korupsi yang jelas-jelas sudah dikembalikan kerugian negaranya sesuai hasil audit temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” ungkapnya.
Disebutkannya, jika hal itu berlaku sama terhadap seluruh proyek, maka akan ada begitu banyak pengelola proyek yang akan masuk penjara.
“Ada begitu banyak proyek di
Labusel yang belum mengembalikan temuan hasil audit BPK RI, namun justru yang sudah mengembalikan temuanlah yang dipidanakan,” ujarnya.
Salah satu yang mereka soroti, terkait adanya dugaan penegakan hukum yang terkesan dipaksakan dan dikriminalisasi, yakni kasus dugaan korupsi pembangunan Puskesmas
Aek Batu serta dana hibah Karang Taruna tahun anggaran 2021.
Menurut mereka, para tersangka dalam kasus itu, adalah korban kriminalisasi yang dilakukan Kejari Labusel. Sebab, para tersangka sudah mengembalikan kerugian keuangan negara dan sudah sepatutnya dibebaskan.
“Segera bebaskan Saudara Nixon Mulia Silitonga, Rajadi Sijabat dan Andi Syahputera Nasution sebagai korban dari kriminalisasi kasus dugaan tindak pidana korupsi oleh Kejari Labusel karena telah mengembalikan kerugian negara sesuai hasil temuan audit BPK RI, namun tetap ditersangkakan dan ditahan terkait Pembangunan Puskesmas Aek Batu serta dana hibah Karang Taruna tahun anggaran 2021,” ungkapnya.
Dalam orasinya, mereka mendesakJaksa Agung agar segera menurunkan Jamwas untuk memeriksa Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kajatisu) dan Kajari Labusel yang dinilai sudah melanggar ketentuan undang-undang dalam menangani kasus dugaan
tindak pidana korupsi dengan upaya kriminalisasi.
“Segera copot Kepala Kejatisu dan Kepala Kejari Labusel karena dianggap gagal menjalankan tugasnya dengan tidak mengikuti aturan dalam menangani perkara dugaan tindak pidana korupsi sesuai perintah Jaksa Agung berdasarkan Nota Kesepahaman antara Kementerian Dalam Negeri dan Kejaksaan Republik Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia Nomor
1 Tahun 2023,” ujarnya.
Kemudian, mereka meminta presiden agar memerintahkan Mahkamah Agung menginstruksikan Ketua Pengadilan Negeri Labuhan Batu segera memproses gugatan praperadilan para tersangka dengan cepat tanpa ada terkesan adanya dugaan kerjasama
diantara ketua PN Labuhan Batu dan Kepala Kejari Labusel dengan mengulur waktu proses prapidnya karena pelimpahan kasusnya dipercepat ke Pengadilan Tipikor dengan tujuan menggugurkan proses prapid.
Dalam tuntutan lainnya, massa juga meminta Kejatisu dan Kejari Labusel melakukan perlakuan hukum yang sama dan tidak tebang pilih, dengan menyidik seluruh proyek yang telah diaudit BPK RI di Kabupaten Labusel, terhadap proyek yang sudah mengembalikan hasil temuan terutama terhadap proyek yang belum mengembalikan temuan.
Usai menyampaikan tuntutan, massa aksi meminta agar Kajatisu bisa hadir menemui mereka. Namun, massa akhirnya ditemui Elisabeth Panjaitan. Ia mengatakan, persoalan tersebut akan diteruskan ke pimpinan. (wol/ryp/d2)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post