SINABANG, Waspada.co.id – Kemarin tegas kini landay. Setidaknya begitulah persepsi publik yang dialamatkan ke Pemerintah Kabupaten Simeulue yang dipimpin Pj Reza Fahlevi terkait persoalan PT Raja Marga (PT RM).
Bukan tanpa alasan, pasalnya hingga sekarang kasus dugaan perambahan hutan ilegal alias tanpa izin yang dilakukan PT RM untuk dijadikan lahan perkebunan kelapa sawit tak kunjung tuntas.
Pemda di kabupaten kepulauan Aceh itu, seolah tak lagi ‘bertaring’ menindaklanjuti kasus yang membelit corporate milik swasta tersebut.
Padahal sebelumnya, terlihat garang. Bahkan sempat mengambil langkah tegas dengan menghentikan sementara aktivitas PT RM. Pemberhentian itu tertuang dalam Surat Keputusan Bupati Simeulue tanggal 5 Agustus 2024 lalu, bernomor: 500/1752/2024.
Faktanya sekarang, alih-alih klimaks bergulir hingga peradilan hukum, justru yang tampak berbanding terbalik. Pemerintahan Reza Falevi sekarang terkesan ‘melempem’ dan tak lagi tegas seperti di awal.
Tak heran, saat ini gema kritikan dari berbagai elemen terus berkumandang menyoroti Pemkab Simeulue. Tak terkecuali datang dari Ahmad Hidayat salah seorang warga Simeulue sekaligus Aktivis Mahasiswa.
Melalui keterangan pers tertulis yang diterima Waspada Online, ia menilai pemerintahan Pj Reza Fahlevi tak serius menyelesaikan persoalan perambahan hutan di Simeulue. Dugaannya, ada permainan di balik kasus PT RM hingga berjalan tanpa progres, terkesan ‘masuk angin’.
Terlebih kata pria yang akrab disapa Wak Rimbah ini, ihwal trendingnya kasus PT RM tak lepas dari keputusan pemerintah Simeulue sendiri.
“Kan Pj bupati sendiri yang menghentikan aktivitas PT Raja Marga karena tanpa izin. Dan bukankah tidak memiliki izin itu berati sudah ada unsur pelanggaran hukum. Kok sekarang diam, ada apa?“ tanya Wak Rimbah.
Setali tiga uang, putra asli Simeulue yang dikenal vokal ini juga mempertanyakan tanggung jawab DPRK Simeulue terhadap lambannya penyelesaian sengkarut lahan PT RM.
Apalagi, lembaga wakil rakyat itu, pernah mengeluarkan rekomendasi hasil pansus yang diparipurnakan tahun 2024 lalu. Katanya, rekomendasi itu juga telah dilayangkan ke Pemerintah Simeulue, Pemerintah Aceh, DPR Aceh, kementrian terkait hingga institusi penegak hukum.
“Yang jadi pertanyaan, sudah sejauh mana tindak lanjut dari rekomendasi itu? DPRK jangan bungkam. Kalau pun mereka (anggota DPRK-red) beralasan baru menjabat, tapi rekomendasi adalah keputusan lembaga. Harapan saya, anggota DPRK yang duduk sekarang menjaga integritas dan terus mengawal kasus ini,” tandasnya.
Wak Rimbah menegaskan, akan melakukan aksi turun ke jalan jika persoalan dugaan perambahan hutan yang digarap PT RM di Kabupaten Simeulue tidak berujung pada kepastian hukum.
Itu sebabnya, ia dan sejumlah aktivis mahasiswa dari berbagai kampus asal Simeulue sedang melakukan koordinasi dengan berbagai tokoh masyarakat dan lintas generasi, di Simeulue, maupun di Banda Aceh.
“Setelah koordinasi, selanjutnya kami akan bergerak bersama menggelar demo. Baik itu di Simeulue maupun di Banda Aceh. Tujuannya, agar kasus dugaan penyerobotan hutan oleh PT Raja Marga ini tuntas dan memiliki kepastian hukum,“ tutup Wak Rimbah.
Terpisah, Ketua DPRK Simeulue Rasmanudin H Rahamin yang dikonfirmasi Waspada Online (Group Harian Waspada) tak menampik animo publik untuk mengusut kasus PT RM kian bergemuruh. Ia juga memaklumi salah satu sorotan publik menyasar ke DPRK Simeulue.
Namun ia memastikan, lembaganya tetap konsisten bakal menindaklanjuti kasus PT RM. Itu sebabnya, dalam waktu dekat dewan Simeulue melalui Komisi B akan memanggil PT RM guna memintai keterangan.
“Suratnya akan segera kita sampaikan ke PT Raja Marga. Dan pemanggilan ini sesuai dengan hasil rapat Bamus kita,” ujar Rasman kepada awak media beberapa waktu lalu.
Disinggung soal rekomendasi dewan pasca paripurna yang tersiar kabar sampai sekarang belum juga dilabuhkan ke Aparat Penegak Hukum, ia mengatakan, pihaknya tak mesti membuat laporan. Sebab, rekomendasi putusan paripurna bersifat terbuka.
“Setahu saya tidak mesti, karena hasil rekomendasi itu disampaikan terbuka dan dihadiri semua pihak,“ imbuh Rasmanudin.
Sementara itu, Pj Bupati Simeulue yang ditemui wartawan, Sabtu (4/1), mengatakan tidak memiliki dasar mengambil langkah tegas terhadap PT RM. Dalihnya, Karena perusahaan tadi belum memiliki lahan dan tak melakukan pembukaan lahan sawit secara ilegal.
Menyangkut tudingan ke PT RM, ungkap Reza, merupakan milik perorangan yang diperoleh dari jual beli warga.
“Mereka (PT Raja Marga-red) saja tidak memiliki lahan dan belum memiliki HGU. Jadi apa yang mau kita tindak. Itukan punya si Fuadil,” ujar Reza Fahlevi.
Ditanya kembali tentang surat pemberhentian aktivitas PT RM tempo lalu, ia mengaku efek terpengaruh opini, dan akhirnya menyahuti desakan publik.
“Saya tergiring opini dan desakan publik, tapi setelah kita panggil PT RM dan kita mintai penjelasan, ternyata mereka belum memiliki lahan,” kata Reza lagi.
Walau begitu, ia menegaskan pemerintahannya mendukung investasi dan akan membuka peluang di Kabupaten Simeulue, sesuai arahan yang diterimanya selaku penjabat kepala daerah untuk memudahkan investasi.
Sebab itu, izin HGU yang diajukan PT RM saat ini ke Pemerintah Simeulue akan dikabulkannya, sepanjang memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Kita Setujui, asal sesuai aturan yang berlaku. Soal dari mana lahannya, jangan tanya ke saya, bisa saja dibeli PT Raja Marga dari Fuadil, mana tahu kita, namanya bisnis. Yang jelas investasi penting untuk kemajuan suatu daerah,” katanya. (wol/ind)
Editor AGUS UTAMA
Discussion about this post