Muara Batangtoru, Waspada.co.id – PT Agincourt Resources (PTAR) secara bertahap sepanjang kuartal I/2024 siap melepas 1.000 tukik (anak penyu) di Pantai Barat Muara Opu, Kecamatan Muara Batangtoru, Kabupaten Tapanuli Selatan.
Pengelola Tambang Emas Martabe ini menggandeng Lembaga Ovata Indonesia dalam menjalankan program berjangka panjang yang akan mencakup observasi penyu melalui penyediaan fasilitas konservasi, pembentukan tim patrol, tim perawatan telur dan tukik, pengamanan area, penjaga Pantai serta pengembangan riset konservasi pesisir.
Deputy General Manager Operations PT Agincourt Resources, Wira Dharma Putra, mengatakan perusahaan komit mengikuti dan menjalankan kaidah pertambangan yang baik (Good Mining Practice) sesuai peraturan yang berlaku dari sisi pengelolaan lingkungan dan keanekaragaman hayati. PTAR kerap menggandeng sejumlah perguruan tinggi dan peneliti terkemuka untuk mewujudkan konservasi yang optimal dan merumuskan pengelolaan keanekaragaman hayati.
“Penglepasan tukik ini diharapkan dapat menjadi langkah penting dalam menjaga keanekaragaman hayati laut dan mendukung pelestarian lingkungan di wilayah sekitar operasional perusahaan. Kami sangat bangga dapat berkolaborasi dengan Lembaga Ovata Indonesia serta bersama dengan masyarakat dan komunitas pecinta alam Tapanuli Selatan berkontribusi melestarikan lingkungan,” kata Wira.
“Perlindungan penyu adalah salah satu prioritas kami saat ini karena secara ekologis sangat bermanfaat bagi keseimbangan alam dan kehidupan manusia. Dalam hal ini, penyu bisa dikatakan sebagai dokter laut,” ujar Wira lagi.
“Dengan banyaknya keberadaan penyu di laut, maka akan sehatlah habitat laut karena penyu dapat menjaga keseimbangan mata rantai ekosistem terumbu karang dan amat vital bagi ketersediaan ikan laut. Oleh karena itu, ke depan kami berencana mendukung kegiatan konservasi penyu di Pantai Barat Muara Opu,” lanjutnya.
Aktivis Lembaga Ovata Indonesia, Erwinsyah Siregar, mengapresiasi komitmen PTAR dalam melestarikan ekosistem pesisir dan ekosistem laut, utamanya penyu yang masuk kategori fauna dilindungi serta masuk daftar merah IUCN (International Union for Conservation of Nature) dan Appendix I CITES yang berarti keberadaannya terancam punah.
Selain ancaman dari hewan predator dan perburuan oleh manusia, siklus kawin penyu yang lambat juga menjadi tantangan dalam upaya konservasi reptil purba ini. Penyu baru bisa kawin dan bertelur saat memasuki usia 20-30 tahun.
“PTAR telah menjadi agen terdepan dalam upaya konservasi penyu dan ke depan dapat mendukung Pantai Muara Opu menjadi salah satu pusat penangkaran penyu di Sumatera Utara,” kata Erwinsyah.
Pantai Barat Muara Opu merupakan pantai peneluran penyu Samudera Hindia karena lima dari enam jenis penyu di Indonesia berada di lokasi tersebut, yakni Penyu belimbing (Dermochelys Coriacea), Penyu sisik (Eretmochelys Imbricata), Penyu hijau (Chelonia Mydas), Penyu lekang (Lepidochelys Olivacea), dan Penyu tempayan (Caretta Caretta).
Dalam mengelola keanekaragaman hayati, upaya yang telah dilakukan PTAR antara lain mengedukasi atau sosialisasi program konservasi kepada masyarakat serta riset komposisi dan keanekaragaman flora fauna di area pengembangan Tambang Emas Martabe. Selain itu, PTAR konservasi di laut dan pesisir dengan berkontribusi dalam restorasi hutan mangrove di Teluk Pandan.
Apresiasi kepada PTAR turut disampaikan Sekretaris Daerah Tapanuli Selatan Sofyan Adil Siregar. Menurutnya, kegiatan ini dapat mendorong sektor pariwisata di Tapanuli Selatan. (wol/aa/d1)
Editor: AUSTIN TUMENGKOL
Discussion about this post