Oleh Prof. Dr. Zainal Arifin
Pendahuluan
Waspada.co.id – Jika kuliah di al-Azhar Mesir maka akan ditemukan fakultas Ushuluddin Jurusan Dakwah atau Fakultas Dakwah Islamiyah, tanpa jurusan. Bedanya, untuk jurusan Dakwah di fakulatas Ushuluddin, mahasiswa asing boleh ikut kuliah di sini.
Sementara di fakultas Dakwah, didominasi oleh mahasiswa Mesir dengan syarat harus hapal Alquran dan selalu menggunakan jubah Azhar saat kuliah. Kelak jika tamat, mereka akan menjadi khatib tetap di seluruh masjid di Mesir, dan menjadi dai internasional dari al-Azhar untuk dunia.
Tak jauh berbeda dengan Univ. Islam di Madinah dan Mekkah. Fakultas Dakwah berisikan ilmu dakwah dan pembelajaran yang terkait dengan Dakwah, dengan harapan menjadi pendakwah Islam di Tengah Masyarakat muslim, di dalam ataupun di luar negeri. Jika univ Azhar membawa risalah Azhar yang Asyari dan moderat, maka Univ Islam Madinah membawa risalah salafi yang juga mulai moderat.
Fakultas Dakwah di UIN
Sejak penulis tamat dari Univ. Umm Darman Sudan tahun 1998, dan lulus PNS 2000, penulis ditempatkan di Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN SU. Fakultas ini unik, karena di fakultas Dakwah ditemukan semua yang berbau dakwah, seperti: Manajemen Dakwah, Bimbingan Penyuluhan Islam, Pengembangan Masyarakat Islam dan Komunikasi, dan Penyiaran Islam. Dari empat program studi ini, semua memiliki irisan dengan dakwah, tapi tidak ditemukan program studi dakwah dalam arti sesungguhnya.
Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) yang diharapkan dalam arti dakwah, ternyata tidak demikian. Komunikasi bukan dakwah, dan dakwah bukan komunikasi. Komunikasi itu bagian dari dakwah. Dakwah, di samping secara lisan, juga dilakukan secara tulisan dan hal. Komunikasi hanya terbatas pada dunia yang terlihat, sementara dakwah berorientasi dunia akhirat. Komunikasi di seluruh UIN lebih diminati, dibandingkan dengan dakwah yang Islam itu.
Alumni S1 FDK ini mendapatkan gelar S.Sos atau Sarjana Sosial, dan MSos untuk S2. Artinya FDK dengan KPInya memang bukan bidang agama dan alumninya tidak menyandang gelar S.Ag (sarjana Agama) atau M.Ag. Artinya FDK atau KPI secara khusus ini adalah masuk ranah ilmu umum atau ilmu sosial bukan masuk ke ranah ilmu agama. Atau KPI ini masuk ranah kemenristekdikti bukan Kemenag. Jika demikian adanya, benarlah bahwa FDK dan KPI ini berorientasi pada komunikasi konvensional bukan dakwah. Perubahan S.Ag menjadi S.Sos ini buah simalakama.
Penulis sebagai ketua program studi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), melihat dan mengamati bahwa Komunikasi dan Penyiaran Islam program Strata tiga atau doktor (KPI S3) ini sangat berorintasi pada komunikasi konvensional dan minus dakwah. Kalau pun ada irisan dalam kajian keislaman, maka Islam hanya bumbu penyedap dalam Komunikasi yang sedikit berbau Islam. Dalam evaluasi judul-judul disertasi yang dilakukan di akhir tahun 2024 lalu ditemukan para mahasiswa cenderung mengambil judul komunikasi; atau supaya terlihat Islam, sebagian mengambil judul komunikasi Islam. Tapi tidak ada satu mahasiswa di tahun 2024 yang mengambil judul dakwah Islam.
Kondisi ini sangat sesuai dengan kesimpulan penulis bahwa di KPI S3 semua ada, kecuali dakwah Islam. Tidak ada yang salah dan tidak ada yang perlu dipersalahkan. Inilah pasar. Namun ini miris. Dakwah yang merupakan pekerjaan para nabi yang paling mulia itu terlihat tidak menarik dan nyaris tidak diminati. Targetnya jelas, agar para dai atau juru dakwah tidak mendapatkan ilmu formal dari dunia pendidikan. Sehingga mereka yang berdakwah bukan mereka yang memiliki ilmu secara akademis dalam program studi dakwah.
Jika para dokter kesehatan di Indonesia dan dunia, tidak akan boleh praktik tanpa memiliki kompetensi gelar akademis dan profesi di bidang kesehatan atau kedokteran. Di dunia dakwah di Indonesia, semua boleh berdakwah, dan fakultas Dakwah sendiri tidak melahirkan program studi Dakwah yang khusus bertanggung jawab dengan dakwah ini. Sehingga ketika menteri Agama mencanangkan sertifikasi dai, dunia dakwah berada pada posisi menerima dan menolak. Berbeda dengan sertifikasi profesi guru dan dosen, hampir sebagian besar menerima dan menyambut baik. Kenapa? Karena prodi tarbiah dan pendidikan Islam menyalurkan guru di berbagai bidang secara profesional.
Penutup
Ke depan agar Dakwah menjadi tuan rumah di fakultas Dakwah, diharapkan: pertama, Membuka Prodi Dakwah: Perlu dilakukan upaya yang lebih serius untuk membuka dan mempromosikan prodi dakwah, dan menunjukkan relevansi studi dakwah dengan berbagai bidang kehidupan. Kedua, atau memposisikan KPI (Komunikasi dan Penyiaran Islam) sebagai posisi Dakwah dan Komunikasi dalam arti dua hal yang berbeda, tapi memiliki rasa 50%: 50%. Ketiga, Mengembangkan Kurikulum Prodi Dakwah yang Relevan: Kurikulum harus dirancang agar mampu menghasilkan lulusan yang harus menguasai ilmu agama secara khusus dan mendalam, di samping memiliki keterampilan komunikasi yang baik dan pemahaman yang mendalam tentang konteks sosial. Di sini peningkatan Kualitas dosen itu mutlak.
Pengajar di prodi dakwah harus memiliki kompetensi yang memadai, baik dalam bidang keilmuan maupun dalam hal menyampaikan materi. Keempat, Membangun Kerjasama dengan Lembaga Dakwah: Perguruan tinggi dapat menjalin kerjasama dengan lembaga dakwah untuk memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk terlibat langsung dalam kegiatan dakwah. Untuk membuktikan, bahwa dakwah memiliki lapangan kerja yang luas dan banyak serta tiada kata habis.
Kalian adalah sebaik-baik umat jika berdakwah. Jika dakwah hilang, maka hilanglah kebaikan di tengah-tengah kalian. Dakwah akhirnya menjadi profesi yang dibanggakan, karena ia profesi Nabi yang bergaji tinggi (surga dan kesejahteraan dunia). Wallahu alam. *Ka Prodi S3 KPI FDK UIN SU
Discussion about this post