JAKARTA, Waspada.co.id – Film dokumenter “Dirty Vote”, yang mengungkap dugaan kecurangan dalam pemilu 2024, telah mencapai lebih dari 15,4 juta tontonan di YouTube sejak diluncurkannya pada Minggu (11/2/2024).
Karya Dandhy Dwi Laksono ini mendapat perhatian luas, termasuk potongan video yang tersebar di TikTok dan media sosial lainnya, menyulut emosi publik terhadap dugaan penyimpangan dalam proses demokrasi.
Melansir Inilah.com pada Selasa (13/2/2024) pagi, film ini telah ditonton sebanyak 15.443.616 kali di tiga akun YouTube, yakni akun resmi “Dirty Vote” (6,7 juta), PSHK (6,4 juta), dan Refly Harun (2,4 juta).
Film dokumenter ini, yang dikemas dalam format eksplanatori, menampilkan analisis dari tiga ahli hukum tata negara – Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari – yang mendalami bagaimana kekuasaan telah digunakan untuk memengaruhi hasil pemilu, menabrak batasan demokrasi yang seharusnya.
Dalam film tersebut, ketiga ahli memberikan penjelasan yang didukung oleh fakta dan data, menguraikan bentuk-bentuk kecurangan dan analisis hukum yang berkaitan.
Bivitri Susanti menyatakan bahwa film ini adalah rekaman sejarah tentang demokrasi yang rusak, di mana kekuasaan disalahgunakan oleh mereka yang dipilih melalui demokrasi itu sendiri.
“Sederhananya, film ini tentang bagaimana pemilu dilaksanakan, bukan sekadar hasil penghitungan suara, dan tentang penyalahgunaan kekuasaan yang melanggar hukum dalam negara demokratis,” ujar Bivitri.
Feri Amsari menekankan bahwa pemilu seharusnya mencerminkan cinta tanah air, dan membiarkan kecurangan hanya akan merusak bangsa.
“Rezim yang diulas dalam film ini lupa batas kekuasaan. Sebaik-baiknya kekuasaan adalah yang bekerja untuk rakyat, meskipun masa berkuasanya pendek,” kata Feri.
Dandhy berharap “Dirty Vote” menjadi bahan refleksi dalam masa tenang pemilu, mengedukasi publik dan mendorong diskusi. Film ini merupakan hasil kolaborasi antar CSO dan dibiayai melalui crowdfunding serta sumbangan dari berbagai individu dan lembaga, kata Joni Aswira, Ketua Umum SIEJ dan produser film ini.
“Dirty Vote” juga digarap dalam waktu yang sangat singkat, kurang dari dua minggu, yang menunjukkan urgensi dan pentingnya pesannya. Film ini merupakan kolaborasi 20 lembaga, termasuk AJI, Greenpeace Indonesia, dan ICW, yang semuanya berkontribusi pada riset kecurangan pemilu.
“Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres. Tapi hari ini, saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara,” kata Dandhy, menegaskan pentingnya perspektif warga dalam menanggapi konten film tersebut. (wol/inilah/pel/d1)
Discussion about this post