Waspada.co.id – Hasad memiliki dua pengertian. Ada pengertian versi jumhur sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Musthafa Al-‘Adawi, hasad adalah menginginkan hilangnya nikmat yang ada pada orang lain.
Ada juga pengertian hasad sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Taimiyah rahimahullah, hasad adalah membenci dan tidak suka terhadap keadaan baik yang ada pada orang yang dihasad.
Hasad adalah sifat jelek karena kebencian yang disebabkan oleh kurang berimannya kita kepada takdir Allah dan tidak setuju pada pembagian karunia Allah. Ada juga sebabnya karena cinta dunia, takut disaingi, takut diejek oleh orang lain, dan lemahnya iman.
Bagaimana cara mengatasi agar diri kita tidak benci pada nikmat orang atau hasad? Seperti yang dikutip dari Rumaysho.com, yakni:
Pertama: Ilmu dan iman, yaitu dengan mengetahui bahwa hasad itu akan berdampak jelek pada diri sendiri di dunia dan akhirat
Di antara dampak jelek dari hasad adalah:
- Orang yang hasad berarti menentang takdir Allah.
- Orang yang hasad itu mirip dengan orang musyrik. Orang musyrik itu bersedih kala ada yang memperoleh kebaikan. Akan tetapi jika memperoleh bencana, malah bergembira.
- Orang yang hasad itu menjadi bala tentara setan.
- Orang yang hasad itu memecah bela kaum muslimin.
- Kebaikan orang yang hasad akan hilang.
- Orang yang hasad akan terus berada dalam keadaan sedih.
- Orang yang hasad itu sebenarnya menginginkan sendiri pada dirinya bencana.
- Orang yang hasad menyebabkan turunnya musibah karena setiap musibah itu disebabkan karena dosa.
- Orang yang hasad tidak disukai manusia.
Kedua: Mengingat akibat hasad yang berdampak jelek di dunia maupun di akhirat
Syaikh Musthafa Al-‘Adawi hafizhahullah berkata, “Ketahuilah bahwa orang yang didengki (dihasadi) akan mendapatkan kebaikan dari orang yang hasad. Kebaikan dari orang yang hasad akan diambil dan akan diberi pada orang yang dihasadi. Apalagi sampai ada ghibah dan menjelekkan.” (Fiqh Al-Hasad, hlm. 47)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ لِأَخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا, فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لِأَخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ, فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ
“Barangsiapa yang berbuat zalim pada saudaranya, maka hendaknya dia meminta kehalalan padanya, karena kelak di akhirat tiada lagi dinar maupun dirham sebelum kebaikannya diambil untuk saudaranya (yang dia zalimi). Bila tidak memiliki kebaikan maka kejelekan saudaranya (yang dia zalimi) akan diberikan padanya.” (HR. Bukhari, no. 6534)
Ketiga: Selalu bersyukur dengan yang sedikit
Dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ لَمْ يَشْكُرِ الْقَلِيلَ لَمْ يَشْكُرِ الْكَثِيرَ
“Barang siapa yang tidak mensyukuri yang sedikit, maka ia tidak akan mampu mensyukuri sesuatu yang banyak.” (HR. Ahmad, 4: 278. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 667)
Keempat: Selalu memandang orang yang di bawahnya dalam masalah dunia
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا نَظَرَ أَحَدُكُمْ إِلَى مَنْ فُضِّلَ عَلَيْهِ فِى الْمَالِ وَالْخَلْقِ ، فَلْيَنْظُرْ إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْهُ
“Jika salah seorang di antara kalian melihat orang lain diberi kelebihan harta dan fisik [atau kenikmatan dunia lainnya], maka lihatlah kepada orang yang berada di bawahnya.” (HR. Bukhari, no. 6490; Muslim, no. 2963)
Dalam hadits lain disebutkan,
انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ وَلاَ تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لاَ تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ
“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu. Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Muslim, no. 2963)
Kelima: Banyak mendoakan kebaikan pada orang yang mendapatkan nikmat karena jika mendoakannya, kita akan dapat yang semisalnya
Dari Ummu Darda’ radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Doa seorang muslim kepada saudaranya ketika saudaranya tidak mengetahuinya adalah doa yang mustajab (terkabulkan). Di sisinya ada malaikat (yang bertugas mengaminkan doanya kepada saudarany). Ketika dia berdoa kebaikan kepada saudaranya, malaikat tersebut berkata: Aamiin, engkau akan mendapatkan yang semisal dengannya.” (HR. Muslim, no. 2733)
Keenam: Melakukan yang bertolak belakang dengan niatan hasad
Di antara kiat untuk menghilangkan hasad sebagaimana disarankan oleh Syaikh Musthafa Al-‘Adawi adalah orang yang hasad melakukan hal yang bertolak belakang dengan niatan hasadnya. Hal ini tentu saja akan menghilangkan hasad dari dirinya.
Contoh yang dimaksud Syaikh Musthafa Al-‘Adawi adalah ketika kita tidak suka pada seseorang karena ia punya barang baru, berilah hadiah kepadanya agar hasad dari diri kita hilang. Yang paling minimal yang dilakukan adalah mendoakan yang punya barang baru tersebut kebaikan dan keberkahan. (rumaysho/mrz/d1)
Discussion about this post