MEDAN, Waspada.co.id – Calon walikota Medan, Prof. Dr dr. Ridha Dharmajaya Sp.BS (K) hadir di Kantor salah satu media cetak yang berlokasi di Jalan Wahid Hasyim Medan, Selasa (17/9) pagi.
Dibonceng dengan sepeda motor, Prof Ridha hadir sebagai bintang tamu Podcast bertajuk Jumpa Tengah.
Membahas perihal politik jelang kontestasi Pilkada Kota Medan, dalam acara podcast yang dipandu langsung Pimpinan Redaksi, Iin Solihin, Prof Ridha menjawab sejumlah pertanyaan yang disampaikan kepadanya.
Perihal alasan dirinya memilih terjun ke dunia politik dan menyalonkan diri sebagai walikota di tengah kehidupan yang telah mapan hingga berani mengambil resiko kehilangan jabatan profesi yang mentereng.
“Kerjaan udah oke kali, gaji pun pasti lumayan, tapi kenapa memutuskan untuk melompat ke politik?” tanya Iin.
Prof Ridha pun menjawabnya dari dua sisi berbeda yakni sisi pribadi dan orang banyak.
“Ada dua sisi. Pertama dari sisi pribadi dan orang banyak. Saya melihat kalau melakukan operasi kita angkat tumornya, maka keluarganya akan bahagia. Setelah itu saya ingin membuat yang lebih besar,” katanya.
Jika selama ini dirinya hanya membuat senang dan tersenyum sebuah keluarga yang berhasil diselamatkan di meja operasi dirinya mulai berfikir bagaimana bisa menolong dalam lingkup yang besar. Sehingga pengabdian tidak hanya di rumah sakit tapi sebuah kota,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu Prof Ridha juga menguraikan filosofi nasi panas di atas meja makan tiap keluarga kota Medan saat ditanya perihal program yang akan dilakukan bersama pasangannya Abdul Rani.
“Ada hal-hal yang harus diselesaikan secara emergency. Masalah masyarakat miskin kota dan ketidak berdayaan masyarakatnya. Kondisi nasional juga menunjukkan tanda-tanda tidak terlalu baik. Jika tahun ini hutang Indonesia tak terbayar maka hutang kita akan terus bertambah bunganya. Saya khawatir terjadi konflik sosial. Rakyat yang miskin semakin miskin. Sementara masalah perut adalah hal yang paling dasar dan harus terpenuhi,” ujarnya.
Sehingga sambung Prof Ridha, dirinya dan juga Abdul Rani harus memastikan ada nasi panas di atas meja makan warga kota Medan.
“Jadi filosofi nasi panas ini, ada suami yang mampu membeli beras, ada ibu yang memasak, dan ada anak yang bisa menikmati nasinya. Sehingga terbangun struktur keluarga yang baik di sini. Bagaimana masyarakat mau baik kalau struktur keluarganya tak baik. Inilah hal pertama kali yang akan kita lakukan,’ sebutnya.
Disinggung cara menjaga komunikasi lima tahun ke depan agar bisa terus selaras dengan Abdul Rani, merujuk beberapa pengalaman sebelumnya di mana kepala daerah dan wakilnya kerap jalan sendiri-sendiri, Prof Ridha menjawab dengan lugas.
“Selama ini komunikasi sangat baik ya. Walaupun belum lama kenal, kita jalan aja, bahwa semua program itu adalah program bersama. Dia bisa mengisi apa yang tidak bisa saya tangani. Gak ribet lah karena pekerjaan akan banyak betul. Saya mana bisa sendiri. Saling ngerti aja,” ungkapnya.
Sebelum mengakhiri, Prof Ridha juga sempat ditanya perihal strateginya membentengi agar tidak terjebak Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
“Itu perlunya Rani yang punya pengalaman di parlemen dan paham dengan birokrasi. Kita juga punya tim yang akan mengingatkan kita tentang pekerjaan yang layak atau tidak. Prinsipnya kita bekerja untuk kepentingan orang banyak. Kita libatkan para ahli, dan setiap keputusan merujuk peraturan perundangan. Nah, kalau layak baru kita kerjaan,” terang Prof Ridha.
Bagi Prof Ridha menjadikan Kota Medan sebagai contoh dan menjadi salah satu kota terbaik di Indonesia adalah cita-cita yang ingin diwujudkannya bersama Rani lima tahun ke depan nantinya. (wol/rls/ags/d2)
Discussion about this post