MEDAN, Waspada.co.id – Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Jaringan Pendamping Kinerja Pemerintah (JPKP) Sumatera Utara, Kamis (12/12) lalu, menggelar aksi unjuk rasa di Kantor Mahkamah Agung (MA) RI, Badan Pengawas Mahkamah Agung (Bawas MA) RI, dan Komisi Yudisial (KY) di Jakarta.
Aksi mereka kala itu menuntut adanya dugaan ketidakprofesionalan dan dugaan keberpihakan oknum hakim Pengadilan Negeri Tanjung Balai, oknum Ketua Panitera Pengadilan Negeri Tanjung Balai, oknum hakim Pengadilan Tinggi Medan, oknum hakim Mahkamah Agung RI. Usai menyampaikan aspirasinya, massa pengunjuk rasa diterima langsung perwakilan Badan Pengawas Mahkamah Agung RI.
“Sebagaimana Perintah Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Balai Nomor: 2314/PAN. W2.U8/HT.04.10/8/2024 Perihal Pelaksanaan Sita Eksekusi Perdata Nomor : 8/Pdt.G/2023/PN Tjb, Nomor : 474/PDT/2023/PT.Mdn Jo Nomor : 736 K/ Pdt/2024 dan Nomor: 2314/PAN.W2.U8/HT.04.10/8/2024 Perihal Pelaksanaan Pencocokan (Constatering) Perkara Nomor: 8/Pdt.G/2023/PN Tjb, Nomor : 474/PDT/2023/PT.Mdn Jo Nomor : 736 K/ Pdt/2024 tertanggal 27 Agustus 2024 yang seharusnya tidak dapat dilaksanakan (Non Executable) karena diduga surat yang digunakan Pemohon Eksekusi Palsu, patut diduga adanya pemufakatan jahat dibalik ini semua,” ungkap Nicodemus Roger Nadeak, menceritakan kembali aksi yang mereka lakukan kala itu, di mana ia sebagai Koordinator Aksi JPKP Sumatera Utara, Selasa (17/13).
Nico menjelaskan, dalam tuntutannya JPKP juga mendesak Ketua Mahkamah Agung RI, Kepala Badan Pengawas Mahkamah Agung RI, Ketua Komisi Yudisial RI mengusut di mana di dalam gugatan Nomor : 8/Pdt.G/2023/PN.Tjb tanggal 7 Februari 2023 Penggugat merekayasa Surat dan mempergunakan surat palsu yang dibantu oleh oknum mantan Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Balai, sehingga seolah-olah lahan SHM No.74 dikuasai oleh dikuasai dan dikelola oleh Julianty S.E dan telah dibangun gudang sejak tahun 2019. Penggugat (Sutanto), padahal faktanya lahan Sertifikat Hak Milik No.74 saat itu sudah dimiliki. “Kami minta segera diusut,” sebut Nicodemus.
Tidak hanya itu, JPKP juga mendesak Ketua Mahkamah Agung RI, bapak Kepala Badan Pengawas Mahkamah Agung RI, Ketua Komisi Yudisial RI mengusut bahwa adanya keterangan palsu oleh Sutanto dan Tjin Tjin di mana dalam Gugatan Nomor: 8/Pdt.G/2023/PN.Tjb, pada dalil Gugatan Huruf “B, Poin Nomor 2 disebut bahwa berdasarkan Akte Pernyataan dan Pemberian Kuasa No.14 tanggal 31 Januari 2022 yang dibuat di hadapan pejabat notaris wilayah kerja Tanjung Balai, Sutanto telah memberi kuasa kepada So Huan untuk melaksanakan jual beli 2 (dua) bidang tanah SHM No.75 dan Sertifikat Hak Milik (SHM) No.74.
“Padahal faktanya Sertifikat Hak Milik (SHM) No.74 sejak tahun 2019 sudah menjadi hak milik atas nama Julianty S.E, untuk itu keterangan Sutanto dan Tjin Tjin tidak benar,” terangnya.
Nicodemus juga mengatakan, notaris yang dimaksud tidak pernah dihadirkan/bersaksi dan Akte Pernyataan dan Pemberian Kuasa No.14 tanggal 31 Januari 2022 tidak pernah ditunjukan/diperlihatkan di persidangan, karena akte yang dimaksud tidak pernah dibuat dan hanya rekayasa penggugat atau pemohon.
“Pada Gugatan Huruf C, Poin Nomor 2 disebut SHM No.74 yang diserahkan Tergugat I (So Huan) dan Tergugat II (Julianty) kepada Penggugat I (Sutanto) dan Penggugat II (Tjin Tjin) adalah keterangan tidak benar, di mana SHM No.74 diperoleh Sutanto dari BPN Kisaran dengan mempergunakan Surat Permohonan Pembatalan Sertifikat Hak Milik No.74 Desa Asahan Mati dengan tandatangan palsu atas nama Julianty, sehingga Julianty telah membuat Laporan Polisi Nomor : LP/B/1364/XI/2023/SPKT/POLDA SUMATERA UTARA, tanggal 14 November 2023. Atas nama Pelapor Julianty S.E. Dengan terlapor atas nama Tjin Tjin dan Sutanto alias Ahai Sutanto,” bebernya.
JPKP juga menuding adanya dugaan mafia tanah mafia hukum dalam kasus ini. “Kami juga minta kepada pihak terkait mengusut dugaan adanya mafia tanah, mafia hukum, mafia peradilan atas perampasan hak milik Ibu Julianty yang dilakukan penggugat/pemohon dengan menggunakan tanda tangan palsu mengajukan permohonan pembatalan pemecahan Sertifikat Hak Milik (SHM) No.74 ke Kantor Pertanahan ATR/BPN Kabupaten Asahan, yang seakan-akan ditanda tangani oleh Ibu Julianty, di mana atas dasar tersebut Kantor Pertanahan ATR/BPN menyerahkan Sertifikat Hak Milik (SHM) No.74 tersebut kepada penggugat/pemohon eksekusi,” terangnya.
Kemudian Sertifikat Hak Milik (SHM) No: 74 tersebut digunakan menjadi dasar gugatan di Pengadilan Negeri Tanjung Balai, sehingga terbitlah putusan Pengadilan Negeri Tanjung Balai Nomor : 8/Pdt. G/2023/PN Tjb, Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor : 474/PDT/2023/PT.Mdn Jo Mahkamah Agung RI Nomor : 736 K/ Pdt/2024.
Selanjutnya Julianty melaporkan hal ini ke Dit Reskrimum Kepolisian Daerah Sumatera Utara dengan Laporan Polisi Nomor : LP/B/1188/X/2023/Polda Sumatera Utara, tanggal 5 Oktober 2023, berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan Nomor : B/1854/IX/2024/Ditreskrimum pada poin c Penyidik telah melakukan Uji Laboratorium Forensik terhadap Surat Permohonan Pembatalan SHM No.74 Desa Asahan Mati yang dibuat tertanggal 07 September 2022 non identik/ tanda tangan berbeda (palsu) dan berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan Laboratorium Kriminalistik No. Lab: 4363/DTF/2024, tertanggal 2 Agustus 2024 menyimpulkan bahwa tanda tangan pelapor an Julianty pada Surat Permohonan Pembatalan SHM No.74 Desa Asahan Mati yang dibuat tertanggal 7 September 2022 adalah Non Identik atau merupakan tanda tangan yang berbeda.
Kemudian selanjutnya sesuai dengan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) Dit. Reskrimum Polda Sumatera Utara Nomor : B/2189/XI/2024/Ditreskrimum berdasarkan rujukan poin a. Laporan Polisi Nomor : LP/B/1188/X/2023/Polda Sumatera Utara, tanggal 5 Oktober 2023, sehubungan dengan perkara dugaan tindak pidana pemalsuan surat dan poin c. Surat Perintah Penyidikan Nomor Sp- Sidik/167/IV/2024/Ditreskrimum, tanggal 24 April 2024. Berdasarkan rujukan tersebut bahwa Ditreskrimum Polda Sumatera Utara menetapkan atas nama Sutanto alias Ahai dalam hal ini sebagai penggugat/ pemohon eksekusi ditetapkan sebagai tersangka sesuai dengan Surat Keputusan NomorSP.Status/349/XI/2024/Ditreskrimum.
Lebih lanjut Nico menjelaskan, pada aksi damai itu JPKP juga meminta Ketua Mahkamah Agung mengusut sampai tuntas atas pelaksanaan eksekusi tanggal 5 Desember 2024 Pukul 14.00 WIB di objek perkara tendensi dipaksakan oleh oknum mafia melalui Panitera Pengadilan Negeri Tanjung Balai, sembari memerintahkan objek eksekusi dihancurkan. Patut diduga eksekusi tersebut telah dikondisikan secara terorganisir dan adanya pemufakatan jahat untuk melakukan perampasan hak milik Ibu Julianty.
“Kami juga meminta segera mengevaluasi kinerja dan segera mencopot Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Balai, mantan Ketua Pengadilan Negeri Tanjung Balai yang saat ini menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri Kabupaten Asahan, para hakim yang menangani perkara ini, Ketua Panitera Pengadilan Tanjung Balai karena diduga tidak profesional dalam menangani perkara ini dan diduga adanya oknum mafia yang memaksakan eksekusi tersebut dan diduga dalil gugatan direkayasa dan diduga telah terkondisi,” pintanya.
JPKP Sunut juga menyampaikan akan melakukan aksi serupa dengan masa aksi lebih banyak lagi, jika permasalahan ini tak mendapat respon. “Kami akan melakukan aksi lebih besar lagi jika persoalan ini tidak direspon. Kita juga akan menggelar aksi besar-besaran di Istana Negara,” pungkasnya penuh keyakinan. (wol/mrz/d1)
Editor: Rizki Palepi
Discussion about this post