JAYAPURA, Waspada.co.id – Ada kesepakatan antara pemimpin kelompok separatis bersenjata Papua Merdeka di Papua Pegunungan, Egianus Kogeya dengan tokoh masyarakat di Nduga, Edison Gwijangge dalam pembebasan sandera Kapten Philip Mark Mehrtens. Ketua Departemen Keadilan dan Perdamaian Sinode Gereja Kingmi Papua, Yones Douw mengatakan, kesepakatan dalam pembebasan pilot Susi Air tersebut, salah satunya adalah komitmen untuk memperbaiki situasi sosial, keamanan, dan keadaan masyarakat asli Papua di wilayah Nduga.
Yones menilai, pembebasan Kapten Philip oleh Egianus merupakan keputusan yang baik bagi masyarakat di Nduga. “Pembebasan itu baik. Dan dilakukan dengan cara-cara yang baik,” begitu kata Yones saat dihubungi republika dari Jakarta, Senin (23/9).
Kata Yones, tanda baik saat dilakukan pembebasan tersebut, adalah dengan Egianus bersama-sama Edison melakukan pesta adat sebelum melepas pilot berkebangsaan Selandia Baru itu. “Sebelum pembebasan, ada bakar batu di Kampung Yuguru bersama-sama masyarakat. Kalau mereka masak-masak, berarti itu tanda yang baik,” kata Yones.
Yones mengungkapkan, Edison memang tokoh kunci dalam pembebasan Kapten Philip. Edison adalah tokoh masyarakat di Nduga. “Yang mereka itu satu suku. Bapak Edison dengan Panglima Egianus itu, mereka satu keluarga memang, satu suku mereka,” ujar Yones. Edison, selain tokoh masyarakat, juga mantan Bupati Nduga. Sejak Kapten Philip disandera pada 7 Februari 2023, pihak keamanan Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Polri, kata Yones, memang menjadikan Edison sebagai salah-satu fasilitator untuk berkomunikasi dengan kelompok bersenjata yang berbasis di Nduga.
Kata Yones, peran Edison sebagai juru pembebasan Kapten Philip berhasil meyakinkan Egianus sejak awal Agustus 2024. Ketika itu, kata Yones, Egianus sendiri yang menyampaikan akan membebaskan pilot Susi Air itu dengan alasan kemanusian. Akan tetapi, kata Yones, pembebasan tersebut terganjal karena kelompok bersenjata itu kesulitan mendapat jaminan keamanan untuk membawa Kapten Philip turun gunung. Egianus adalah panglima perang sayap bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) di wilayah Nduga-Derakma.
TPNPB-OPM, kata Yones, ketika itu pun setuju dengan alasan kemanusian saat Egianus memutuskan melepas Kapten Philip. “Tetapi Panglima Egianus ketika itu tidak mengetahui pilot akan diserahkan kepada pihak siapa,” kata Yones. Rencana pembebasan pada awal Agustus 2024 ketika itu, pun semakin rumit lantaran adanya saling curiga pihak keamanan Indonesia dengan separatis bersenjata Papua Merdeka terkait kejadian pembunuhan pilot Glen Malcolm Conning di Distrik Alama, Papua Tengah. Kata Yones, pada pertengahan September 2024, Edison dengan Egianus kembali mengkomunikasikan untuk melepaskan Kapten Philip.
Sementara TPNPB-OPM, kata Yones, menyiapkan proposal pembebasan tersebut. “Proposal TPNPB itu dikeluarkan 17 September (2024). Dan Bapak Edison mengambil kesempatan itu untuk bertemu dengan Panglima Egianus agar menyerahkan pilot (Kapten Philip),” begitu kata Yones. Dari perjumpaan tersebut, kata Yones, terealisasi dengan Egianus yang mengantarkan Edison untuk menemui Kapten Philip di Kampung Yuguru. Dan selanjutnya, Egianus melepaskan Kapten Philip ke tangan Edison pada, Sabtu (21/9) pagi. “Mereka menjemput pilot di Kampung Yuguru. Dan mereka melakukan upacara adat bakar batu sebelum melepaskan,” kata Yones.
Karena itu, kata Yones, tak tepat jika pemberitaan tentang Kapten Philip tersebut sebagai pembebasan. Karena menurut dia, Egianus sendiri yang mengambil keputusan atas dasar kemanusian untuk melepaskan Kapten Philip. Dan Egianus percaya dengan menitipkan Kapten Philip kepada Edison yang merupakan kerabat kesukuan.
“Jadi perlu dicatat, bahwa itu bukan pihak TNI atau Polri yang membebaskan. Pihak TNI atau Polri tidak pernah berhasil membebaskan pilot. Tetapi Panglima Egianus yang melepaskan pilot dengan alasan kemanusiannya. Dan Bapak Edison sangat berjasa meyakinkan Panglima Egianus untuk melepas pilot,” kata Yones.
Selanjutnya, kata Yones, setelah Egianus melepaskan Kapten Philip, Edison pun meminta agar Pasukan Gabungan TNI-Polri dalam Operasi Damai Cartenz melakukan penjemputan. “Bapak Edison yang menelefon Satgas Damai Cartenz untuk minta dijemput di Kampung Yuguru. Kemudian mereka (Edison dan Kapten Philip) diantar ke Timika menggunakan helikopter. Hanya Bapak Edison dan pilot (Kapten Philip) yang ada di helikopter ke Timika,” kata Yones. Yones meyakini, sepertinya memang ada beberapa janji yang disampaikan Edison kepada Egianus. Akan tetapi, janji tersebut bukan pemberian uang seperti yang dituduhkan oleh TPNPB-OPM.
“Kalau itu pemberian, tentu saja pasti ada yang diberikan Bapak Edison kepada Panglima Egianus. Karena ada pesta bakar batu toh. Pasti ada diberikan. Tetapi, kalau itu dikatakan uang, kita tidak punya buktinya,” ujar Yones. Namun begitu, dari kalangan aktivis gereja di Papua meyakini, keputusan Egianus membebaskan Kapten Philip, karena alasan kemanusian.
Yones meyakini, Egianus punya misi untuk masyarakatnya dalam usaha membebaskan Kapten Philip. “Karena dengan pilot bebas, semoga tidak ada lagi operasi militer di Nduga. Dan itu sangat baik untuk masyarakat di Nduga, dan juga baik untuk pihak militer TNI dan Polri Indonesia,” kata Yones.
Kepala Operasi Damai Cartenz Brigadir Jenderal (Brigjen) Faizal Ramadhani, pun mengakui peran kunci Edison Gwijangge dalam membawa Kapten Philip bebas dari penyanderaan. Kata Faizal, selain mantan bupati itu, juga ada peran dari personel Polri, AKBP I Komang Budiartha dalam misi penyelamatan Kapten Philip itu. AKBP Komang, adalah mantan Kapolres Nduga.
“Keduanya (Edison dan Komang) adalah dua tokoh yang mampu menjalin relasi dan menjadi negosiator dengan KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata pimpinan Egianus Kogeya) dalam upaya pembebasan Philip Marthens,” kata Faizal, Senin (23/9/2024). Bersama-sama TNI, kata Faizal, Polri selama ini memang menjadikan pendekatan kekeluargaan sebagai jalur utama untuk menyelamatkan Kapten Philip.
“Pendekatan soft approach penting dilakukan untuk meminimalisir korban jiwa dari aparat, masyarakat sipul, dan sekaligus untuk menjaga keselamatan Kapten Philip sendiri,” kata Faizal. Selama satu tahun tujuh bulan penyanderaan sejak 7 Februari 2023, operasi-operasi militer yang dilakukan oleh TNI-Polri, maupun pasukan gabungan dalam usaha membebaskan Kapten Philip terbukti tak pernah berhasil, dan malah menewaskan belasan prajurit.
Karena itu, aparat keamanan mengubah pola penyelamatan dengan melakukan pendekatan-pendekatan kekeluargaan, yang mengandalkan peran tokoh masyarakat, dan adat, serta dari para kalangan gereja.
Kata Faizal, pendekatan kekeluargaan tersebut membuat aparat keamanan melakukan penelusuran tentang tokoh-tokoh masyarakat di Nduga yang memiliki jalur kekerabatan dengan Egianus Kogeya sebagai pemimpin kelompok bersenjata di Nduga. “Kami melakukan profiling secara adatnya bagaimana, siapa dia, orang mana, bapaknya dari mana, ibunya dari mana, dan ini penting sehingga dari situ kami bisa memahami, dan kami mencari siapa yang bisa diajak bicara untuk menjadi negosiator dengan kelompok Egianus Kogeya,” kata Faizal.
Dan dari identifikasi latar belakang tersebut, Edison Gwijangge ditunjuk sebagai pemeran utama dalam perantara komunikasi dengan Egianus. Faizal membantah spekulasi yang disampaikan TPNPB-OPM tentang sabotase TNI-Polri dengan memberikan sejumlah uang tebusan kepada Egianus untuk membebaskan Kapten Philip. “Nggak ada tebusan. Tidak ada tebusan. Kita hanya menggunakan sarana kontak saja,” begitu kata Faizal. Ia bahkan mengatakan, pada saat pembebasan dilakukan, dari TNI maupun Polri tak ada mengeluarkan satu butir pun peluru. “Kita tidak turunkan pasukan. Hanya tim negosiasi saja. Dan aman sudah,” ujar Faizal.
Markas Pusat TPNPB-OPM marah dengan keputusan Egianus Kogeya yang melepaskan Kapten Philip ke pihak Indonesia. Juru Bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom mengatakan, pihaknya sejak awal mendukung keputusan Egianus yang akan membebaskan pilot Susi Air itu dengan alasan kemanusian.
Tetapi, kata Sebby, pelepasan pilot 37 tahun itu, tak semestinya diserahkan ke pihak Indonesia. Melainkan kata Sebby, langsung ke pihak militer, atau kepolisian Selandia Baru. Kemauan TPNPB-OPM tersebut, sudah direncanakan melalui proposal pembebasan Kapten Philip yang dilayangkan terbuka pada 17 September 2024.
Kata Sebby, penyerahan Kapten Philip oleh Egianus ke pihak TNI-Polri melalui peran Edison Gwijangge, adalah bentuk ketundukan Egianus kepada otoritas Indonesia. “Egianus Kogeya dan kelompok tergiur kepentingan politik Pilkada Nduga. Edison Gwijangge janji kasih uang untuk beli senjata, maka Egianus Kogeya dan kelompoknya serahkan pilot ke Edison Gwijangge untuk diserahkan ke TNI-Polri,” kata Sebby melalui siaran pers, Ahad (22/9/2024).
Sebby mengungkapkan, selain adanya peran dari Edison, keputusan Egianus membebaskan Kapten Philip ke pihak Indonesia, adalah atas bujukan dari satu orang asing asal Finlandia, yakni Juha Christopher.
TPNPB-OPM menuding Egianus sudah berkhianat atas misi perjuangan kelompok bersenjatanya untuk kemerdekaan Papua dari Indonesia dengan penyerahan Kapten Philip ke pihak Indonesia itu. “Mengejutkan dengan Egianus Kogeya dengan kelompoknya mengkhianati TPNPB yang ditugaskan bekerja keras. Kami anggap ini mengkhianati,” kata Sebby.
Menurutnya tak semestinya Egianus menyerahkan Kapten Philip ke pihak TNI maupun Polri. Sebab kata Sebby, sejak Agustus 2024, Egianus sendiri, yang meminta Markas Pusat TPNPB-OPM bernegosiasi dengan otoritas militer, dan kepolisian, serta pemerintahan di Selandia Baru dalam upaya memulangkan Kapten Philip ke kampung halaman.
Dan pada Selasa 17 September 2024, kata Sebby, TPNPB-OPM sudah menyampaikan proposal pembebasan Kapten Philip ke pihak Selandia Baru. Bahkan, kata Sebby, dalam proposal tersebut, TPNPB-OPM bersama-sama 10 fasilitator yang ditunjuk, akan menjemput Kapten Philip untuk dibawa ke Papua Nugini melalui Sentani-Jayapura. Rencana penjemputan tersebut, kata Sebby, dengan membawa serta otoritas militer dan kepolisian, serta pemerintahan Selandia Baru.
“Tetapi tanggal 21 September 2024, membuktikan mereka (Egianus Kogeya) adalah kelompok-kelompok yang pengecut yang menyerahkan diri kepada TNI-Polri dengan menyerahkan pilot kepada TNI Polri. Itu artinya mereka tunduk kepada TNI-Polri yang kami anggap mereka musuh. Menyerahkan pilot kepada TNI Polri dengan tawaran uang,” begitu kata Sebby. TPNPB-OPM, kata Sebby, pun menuding Egianus mendapatkan uang tebusan dari pelepasan Kapten Philip tersebut.
“Kami curigai mereka terima suap dari Indonesia. Kami punya kecurigaan yang akan menjadi benar,” ujar Sebby. Atas nama TPNPB-OPM, kata Sebby, tak lagi mengakui Egianus sebagai bagian dari panglima sayap bersenjata Papua Merdeka. Sebby menegaskan, kelompok bersenjata Papua Merdeka akan memberi perhitungan atas keputusan Egianus tersebut. “Tidak akan ada ampun bagi kelompok mereka di Tanah Papua. Mereka akan menanggung konsekuensi. Siapa yang berkhianat akan mati. Dia dan keluarganya mengkhianati perjuangan masyarakat Papua. Satu komando berkhianat tidak masalah. Kami (TPNPB-OPM) punya 35 komando di Papua,” begitu kata Sebby. (wol/republika/mrz/d2)
Discussion about this post