JAKARTA, Waspada.co.id – Kejaksaan Agung (Kejagung) menyita uang tunai setara Rp33 miliar dari hasil penggeledahan terkait pengusutan korupsi penambangan timah di Provinsi Bangka Belitung.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, penggeledahan oleh tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) itu dilakukan di tiga lokasi berbeda di wilayah DKI Jakarta.
“Penggeledahan tersebut dilakukan di beberapa tempat di Kantor PT QSE, di Kantor PT SD, dan di sebuah rumah tinggal inisial HL di wilayah Jakarta,” kata Ketut dalam siaran pers, Sabtu (9/3).
Dari hasil penggeledahan tersebut, kata Ketut, penyidik menyita uang tunai dalam bentuk Rupiah (Rp), dan mata uang asing berupa dolar Singapura (SGD), serta sejumlah dokumen. “Uang tunai yang disita sebesar Rp10 miliar, dan 2 juta SGD,” ujar Ketut.
Ketut tak menerangkan spesifik penyitaan uang tersebut dilakukan pada penggeledahan di kantor PT QSE atau Kantor PT SD, atau di rumah tinggal HL. Ketut hanya menerangkan, uang yang disita tersebut diduga terkait dengan perkara korupsi penambangan timah yang kini dalam penyidikan di Jampidsus.
“Diduga kuat uang-uang tersebut berhubungan atau merupakan hasil tindak kejahatan,” tegas Ketut. Ketut pun tak menerangkan detail soal rumah tinggal inisial HL yang menjadi objek penggeledahan itu.
Akan tetapi mengacu pada daftar nama, ataupun inisial para terperiksa dalam kasus korupsi penambangan timah ini, inisial HL pernah diminta keterangannya di penyidikan Jampidsus-Kejagung, pada Kamis (29/2) lalu.
Inisial tersebut, berdasarkan informasi dari tim penyidikan, mengacu pada nama Hendri Lie salah-satu pengusaha di bidang penerbangan sipil-swasta.
Nama tersebut, pun diduga terkait dengan salah-satu perusahaan penambangan timah yang saat ini dalam penyidikan di Jampidsus-Kejagung. Pengusutan kasus korupsi penambangan timah ini, sudah menetapkan 14 orang sebagai tersangka.
Kasus ini terkait dengan kerjasama ilegal antara pejabat di PT Timah Tbk dengan perusahaan-perusahaan swasta yang melakukan eksplorasi penambangan mineral timah di lokasi izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Timah Tbk di Bangka Belitung sepanjang 2015-2023. Dari 14 orang tersangka itu, tiga di antaranya adalah penyelenggara negara selaku pejabat di PT Timah Tbk.
Yaitu, Yakni Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT), yang ditetapkan tersangka selaku Direktur Utama (Dirut) PT Timah Tbk 2016-2021, dan Emil Emindra (EE) yang dijerat tersangka selaku Direktur Keuangan (Dirkeu) PT Timah Tbk 2018, serta Direktur Operasional (Dirops) PT Timah Tbk 2018 Alwin Albar (AWL). Sedangkan tersangka lainnya, adalah pihak swasta, dan satu di antaranya adalah tersangka obstruction of justice (OOJ).
Kasus timah ini, menjadi pengusutan terbesar dalam penyidikan korupsi di Indonesia. Hal tersebut terlihat dari angka kerugian perekonomian negara yang disampaikan Jampidsus-Kejagung, baru-baru ini.
Bersama tim ahli dari Institut Pertanian Bogor (IPB) disebutkan kerusakan lingkungan akibat penambangan ilegal tersebut merugikan perekonomian negara setotal Rp271 triliun.
Nilai tersebut belum termasuk angka kerugian keuangan negara yang sampai hari ini masih dalam pengitungan di Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). (wol/republika/man/d2)
Discussion about this post